Aksi Tolak Omnibus Law Diduga Disusupi

- Kamis, 15 Oktober 2020 | 19:54 WIB
AKSI MAHASISWA: Massa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Berau Bergerak (Ambur), saat akan menggelar aksi unjuk rasa menolak Undang Undang Omnibus Law Cipta Kerja, Senin (12/10) lalu. Aksi ini diduga disusupi.
AKSI MAHASISWA: Massa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Berau Bergerak (Ambur), saat akan menggelar aksi unjuk rasa menolak Undang Undang Omnibus Law Cipta Kerja, Senin (12/10) lalu. Aksi ini diduga disusupi.

TANJUNG REDEB - Aksi unjuk rasa menolak Undang Undang Omnibus Law Cipta Kerja di depan Gedung DPRD Berau, yang digelar Aliansi Mahasiswa Berau Bergerak (Ambur), Senin (12/10) lalu, diduga dimasuki penyusup.

Menurut Jenderal Lapangan (Jenlap) Ambur, Bayu Saputra, seseorang yang diduga penyusup itu sebenarnya sudah dihalau saat yang bersangkutan berorasi. Tetapi saat perhatiannya fokus pada massa yang hadir, penyusup tersebut ikut duduk bersama dengan mahasiswa dan menggunakan masker, sehingga sulit dikenali. “Kami merasa aksi yang digelar tercoreng dengan adanya penyusup tersebut,” kata Bayu, Rabu (14/10).

Menurut Bayu, penyusup tersebut merupakan salah seorang tim pemenangan salah satu pasangan calon (Paslon) peserta Pilkada Berau (Pilkada) 2020. “Iya benar, dia orang dari salah satu paslon,” ujarnya.

Dia menuturkan, aksi yang digelar mahasiswa ini murni karena untuk kepentingan rakyat, bukan karena ditunggangi politik. Hal ini pun kata Bayu menjadi pelajaran baginya, dan penanggung jawab massa dari setiap aliansi, baik dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan lainnya, agar lebih ketat dalam mengawasi setiap melakukan aksi. Sehingga tidak dimasuki penyusup yang memiliki kepentingan pribadi.

Selain diduga dimasuki penyusup, aksi penolakan UU Cipta Kerja itu juga nyaris diikuti sekelompok massa yang diduga masih pelajar SLTA. Kelompok yang berjumlah 30 orang itu pun diamankan polisi.

Kasat Reskrim Polres Berau, Rido Kristian, saat dikonfirmasi mengakui, anak-anak yang hendak mengikuti aksi itu diamankan sebelum bergabung dengan massa. Kemudian pihaknya melakukan pemanggilan terhadap orangtua mereka untuk diberikan pengarahan agar anaknya dapat mengikuti kegiatan pembelajaran daring dengan baik. “Kami bersyukur di daerah kita tidak ada kejadian anarkisme oleh anak-anak atas kepentingan ekonomi politik ataupun anarkisme seperti yang marak di daerah lainnya,” tutupnya.

Dikatakannya, pihaknya hanya melakukan langkah pencegahan anak-anak terlibat dalam eksploitasi kepentingan ekonomi politik atau pencegahan anak-anak dari anarkisme. “Jadi kami melakukan langkah preventif untuk melakukan pencegahan sesuai dengan edaran dinas pendidikan provinsi dan kabupaten yang seyogianya anak-anak mengikuti pembelajaran saja,” jelasnya.

Jenderal Lapangan Aliansi Mahasiswa Berau Bergerak (Ambur), Bayu Saputra membenarkan sekelompok siswa SLTA yang hendak ikut melaksanakan aksi demonstrasi itu diamankan pihak kepolisian. “Sebenarnya mereka belum sempat ikut demo, mereka diamankan sebelum bergabung dengan massa aksi,” ujarnya.

Diakui Bayu, sehari menjelang aksi tersebut, pihaknya dihubungi perwakilan dari kelompok yang diduga merupakan siswa SLTA untuk keinginannya mengikuti aksi demonstrasi tersebut. Namun setelah melakukan diskusi bersama seluruh perwakilan aliansi mahasiswa, kemudian disepakati tidak dilakukan pelarangan. “Tetapi selaku aliansi, kami tidak bertanggung jawab atas apa yang terjadi di lapangan,” tutupnya.

Menanggapi hal tersebut, PLT Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KB3A) Kabupaten Berau, Dahniar Rahmaawati, yang didampingi Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Anak) PPA, Yuyuk Yulianti, menyebut untuk mencegah keterlibatan anak-anak dan remaja dalam penyampaian aspirasi Undang-Undang Omnibus Law, telah dilakukan sosialisasi melalui organisasi PIK Remaja Kabupaten Berau.

Disebutkan Yuyuk, terkait siswa yang terlibat di masa umur 17 hingga 18 tahun, memang dianggap sangat berpotensi secara emosional untuk menyampaikan aspirasi yang mereka miliki dan tentu rawan terprovokasi. “Berdasarkan surat edaran dari dinas pendidikan provinsi dan kabupaten memang itu tidak dibenarkan,” jelanya.

Secara psikologis, dikatakan Yuyuk, anak-anak tersebut belum matang. Karena apa yang selama ini berinteraksi dan mempengaruhi mereka, itulah yang kemudian mewarnai proses pemikiran. Selain itu faktor keterbukaan informasi yang sangat mudah diakses sehingga juga dapat mempengaruhi anak-anak tersebut sejarah hati nurani ingin menyuarakan isi apa yang di dalam hatinya. (*/uga/hmd/har)

 

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Stadion Batakan Segera Dilengkapi Lapangan Latihan

Selasa, 23 April 2024 | 13:22 WIB

BPKAD Proses Hibah Lahan Perum Bumi Sempaja

Selasa, 23 April 2024 | 10:00 WIB

SIC Bersedia Biayai Waterfront City

Selasa, 23 April 2024 | 08:30 WIB

Lima SPBU di Kutai Barat Wajibkan QR Barcode

Senin, 22 April 2024 | 20:00 WIB

SIC Bersedia Biayai Waterfront City

Senin, 22 April 2024 | 16:00 WIB

Pemilik Rumah dan Ruko di Paser Diimbau Punya Apar

Senin, 22 April 2024 | 12:30 WIB
X