Penasehat Hukum Anggap Kliennya Dikriminalisasi

- Selasa, 20 Oktober 2020 | 19:42 WIB
PEMERIKSAAN: Tersangka Eben Ezer Hutabarat dan Turmin, saat dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Berau didampingi penasihat hukumnya, kemarin (19/10).
PEMERIKSAAN: Tersangka Eben Ezer Hutabarat dan Turmin, saat dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Berau didampingi penasihat hukumnya, kemarin (19/10).

Dua tersangka kasus dugaan pemerasan pembebasan lahan di Kecamatan Segah telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Berau dan ditahan di Rutan Klas IIB Tanjung Redeb, Senin (19/10). Namun penasehat hukum (PH) dari tersangka Eben Ezer Hutabarat, menilai bahwa kliennya telah dikriminalisasi dan perkara tersebut dianggap prematur.

Salah satu penasehat hukum tersangka Eben, Leonardo Simangunsong,  menyampaikan keberatannya terhadap penanganan pihak kepolisian dan kejaksaan. Dia menyebut ada kriminalisasi terhadap kliennya. Hal itu dibuktikan pada laporan awal uang senilai Rp 412 juta, Camat Segah Eben Ezer Hutabarat dituduh melakukan pemerasan ataupun pemaksaan terhadap salah satu kelompok tani.

“Kemudian sekarang berubah menjadi pemeresan terhadap Rp 300 juta dari kelompok tani yang lain. Yang notabennya Turmin (tersangka lainnya) yang ambil. Kami cukup menyayangkan sebenarnya,” ujar Leonardo, didampingi rekannya, Doan T Napitupulu, kemarin (19/10).

“Sekarang pertanyaannya, apakah klien kami sudah ada menerima uang tersebut? Dan darimana uangnya disita? Faktanya uang tersebut disita dari Turmin. Bukan dari rekening pak camat,” jelasnya.

Dikatakannya, pembebasan lahan itu terjadi pada 27 Februari lalu. Sedangkan uang itu disita setelah camat ditahan April lalu. “Jika memang Turmin mau memberikan uang tersebut ke camat, kenapa uangnya tidak diserahkan? Kalau Turmin terima uang melalui rekening langsung dari perusahaan, itu ada buktinya. Sekarang, pak camat, ada nggak ditransfer?,” sebutnya.

Keberatan lainnya, lanjut Leonardo, ada kejanggalan terkait Camat Segah yang dikeluarkan dari sel penahanan kepolisian. Menurut Leonardo, untuk perkara tuntutan yang ancaman hukumnya 9 tahun penjara, jangka waktu penanganan kepolisian maksimal 120 hari. Sementara perkara ini sudah hampir 200 hari ditangani penyidik bolak balik ke kejaksaan. “Jadi kami anggap penyidik telah melanggar Pasal 31 ayat 2 perekat nomor 12 tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Lingkungan Polri,” tegasnya.

Pihaknya pun telah melaporkan hal ini kepada Polda dan Mabes Polri. “Penyidikan perkara tingkat sangat sulit sekalipun itu maksimal 120 hari. Sanksinya apa jika sudah lewat 120 hari? Seharusnya klien kami bisa bebas demi hukum,” sambungnya.

Hal lainnya, yang menurutnya salah yakni penambahan pasal. Yakni Pasal 11 Nomor 20 Tahun 2001 Undang-Undang Tipikor tentang Suap. Menurutnya seharusnya gandengan pasal tersebut adalah Pasal 13 Nomor 31 Tahun 1999. Artinya jika ada penerima suap, harusnya ada pemberi suap. “Pertanyaannya, kenapa pemberinya (pelapor dari kelompok tani) tidak ditahan dan tidak ditetapkan sebagai tersangka? Sementara perkara ini terkait uang yang Rp 300 juta,” bebernya.

“Pasal 12 huruf e yang disangakan kepada klien kami sebelumnya karena ada dugaan unsur pemaksaan. Yang penyalahgunaan wewenang dengan adanya memaksa orang untuk memberi dan membayar. Jadi Pasal 11 itu harusnya digandeng dengan pasal 13. Si pemberi dan si penerima harus ditahan. Kenapa hanya si penerima saja. Karena sebelumnya di pasal tunggal itu 12 huruf e, kepolisian tidak bisa membuktikan. Mana unsur pemaksanaanya?  Ini lari penyidikannya,” sambungnya. 

Menurutnya, penanganan perkara ini memang sudah cukup lama. Tetapi seharusnya tidak tiba-tiba mengubah atau menambah pasal. “Kan kacau kalau tiba-tiba diubah dalam perjalanan?,” katanya. “Harapan kami dengan bukti dan fakta yang ada, klien kami bisa bebas dari segala tuntutan hukum. Kami yakin dan percaya itu, mulai perkara ini bergulir di kepolisian,” tutupnya.

Sementara Abdullah, penasehat hukum dari tersangka Turmin, menyebut pihaknya mengikuti prosedur yang tengah berjalan. Ia menyebutkan sudah wewenang jaksa penuntut umum (JPU) untuk melakukan penahanan terhadap tersangka. “Tadi kami ajukan untuk tidak dilakukan penahanan kepada klien. Tapi belum ada balasan dari jaksa. Namun pada dasarnya, nanti dipersidangan kita lihat dari bukti-bukti dan saksi-saksinya,” ucap Abdullah. (mar/har)

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Di Berau, Pakaian Adat Bakal Diwajibkan di Sekolah

Sabtu, 20 April 2024 | 17:45 WIB

Wartawan Senior Kubar Berpulang

Sabtu, 20 April 2024 | 17:10 WIB

“Kado” untuk Gubernur dan Wagub Mendatang

Sabtu, 20 April 2024 | 14:45 WIB

PKL Tunggu Renovasi Zonasi Lapak Pasar Pandansari

Sabtu, 20 April 2024 | 11:30 WIB

Kapolres PPU dan KPUD Bahas Persiapan Pilkada 2024

Sabtu, 20 April 2024 | 09:46 WIB
X