Sosok Ramah dan Suri Teladan

- Kamis, 12 November 2020 | 20:40 WIB
KESULTANAN GUNUNG TABUR BERDUKA: Jenazah Hj Aji Putri Nural, Putri Kesultanan Gunung Tabur, saat diiringi kerabat kesultanan menuju tempat peristirahatan terakhir, di kompleks Keraton Gunung Tabur, kemarin (12/11).
KESULTANAN GUNUNG TABUR BERDUKA: Jenazah Hj Aji Putri Nural, Putri Kesultanan Gunung Tabur, saat diiringi kerabat kesultanan menuju tempat peristirahatan terakhir, di kompleks Keraton Gunung Tabur, kemarin (12/11).

TANJUNG REDEB - Ratusan pelayat menghadir prosesi pemakaman Putri Kesultanan Gunung Tabur, Hj Aji Putri Nural, Rabu (11/11) kemarin. Sejak pagi, berbagai persiapan dilakukan untuk proses pemakaman putri dari Sultan Achmad Maulana Muhammad Chalifatullah Jalaluddin dan Ratu Rabbah. Warga dan kerabat Kesultanan Gunung Tabur terlihat membuat Ringgungan atau tempat yang digunakan untuk membawa Almarhumah ke pemakaman, di kompleks Keraton Gunung Tabur. Ringgungan yang terbuat dari kayu itu dilapisan kain kuning.

Dijelaskan Pangeran Hadi Ningrat, Ketua Dewan Adat Kesultanan Gunung Tabur, prosesi ini sudah menjadi tradisi turun temurun sejak zaman Kerajaan terdahulu. Proses pengiringan jenazah ke pemakaman dilakukan setelah jenazah dimandikan dan di salatkan. Jenazah Almarhumah dinaikkan ke Ringgungan, kemudian diangkat oleh beberapa orang dan didampingi empat orang yang menggunakan pakaian hitam. Makna dari pakaian hitam, kata Pangeran Hadi, yakni keadaan berduka cita.

“Kalau yang pakai pakaian kuning, memang warna khas Berau, dan merupakan kerabat terdekat Almarhumah. Kalau baju hitam, itu tandanya duka cita dan juga masih kerabat, namun tidak dekat,” jelas Pangeran Hadi.

Sementara prosesi pemandian jenazah, air langsung diambil dari Sungai Segah. Menurut Pangeran Hadi, hal ini untuk menyucikan Almarhumah. Pengambilan air juga tidak menggunakan sembarang tempat. Tetapi menggunakan kendi dari Kesultanan Gunung Tabur yang ditutup kain kuning.

Kemudian, kendi tersebut diisi air Sungai Segah, dan warga berjejer untuk sambut menyambut kendi tersebut. “Kendi yang digunakan hanya satu. Ini untuk mempererat silaturahmi, meskipun telah ditinggalkan seseorang,” kata Pangeran Hadi.

Ia mengaku kehilangan sosok orang tua yang selama ini banyak memberi saran dan masukan untuk majunya Gunung Tabur. Ia menceritakan, selama beliau hidup, merupakan sosok yang ramah. Meskipun usianya tidak lagi muda, namun beliau selalu menyempatkan diri bertemu tamu yang ingin mengetahui sejarah Kesultanan Gunung Tabur.

“Beliau ramah dengan siapa saja. Bahkan jika ada tamu yang mau bertemu, beliau selalu bersemangat. Ini lah menjadi suriteladan kami, keramahan beliau,” ungkapnya.

Lebih lanjut dikatakannya, banyak pelajaran yang bisa dipetik dari sosok Almarhumah. Kerja keras, tangkas dan merupakan sosok yang bersahabat dengan siapa saja. Hal ini masih membekas diingatan Pangeran Hadi Ningrat. “Kami benar-benar kehilangan sosok orang tua yang bersahaja,” katanya.

Sementara itu, Sultan Gunung Tabur, Adji Bahrul Hadie (Chalifatullah Kaharuddin), terlihat tidak kuasa menahan kesedihannya. Ia mengaku tidak percaya bahwa sosok Putri Nural pergi untuk selamanya.

Dijelaskan Bahrul Hadie, ia sempat dihubungi oleh Lis, orang yang menjaga Almarhumah, mengabarkan bahwa kondisi kesehatan Putri Nural menurun, Selasa (10/11) sekitar pukul 11.00 Wita. Ia kemudian bergegas ke rumah sakit mengurus persiapan untuk membawa Putri Nural ke rumah sakit. Namun Nasib berkata lain, Hj Aji Putri Nural, menghembuskan napas terakhir pada pukul 16.45 Wita. “Tidak ada sakitnya. Memang karena faktor usia,” tegasnya.

Ia menuturkan, semasa hidup, Putri Nural kerap menasihati dirinya dalam mengambil kebijakan terkait Kesultanan Gunung Tabur. “Banyak saran yang saya terima untuk Kesultanan Gunung Tabur,” pungkasnya.

Camat Gunung Tabur, Anang Saprani, menyampaikan turut berduka cita dengan meninggalnya Putri Nural. Ia mengaku selama ini kerap berkoordinasi dengan beliau, meskipun baru menjabat sebagai Camat Gunung Tabur. “Saya akui, baru menjabat sebagai camat di sini (Gunung Tabur, Red). Namun sosok beliau banyak menginspirasi saya,” katanya.

Ia menuturkan, Gunung Tabur kehilangan sosok panutan yang selama ini dianggap sebagai penasihat terbaik di Gunung Tabur. “Kami kehilangan sosok orangtua dan penasehat terbaik,” bebernya.

Diketahui Putri kedua dari Sultan Achmad Maulana Muhammad Chalifatullah Jalaluddin dan Ratu Rabbah, wafat Selasa (10/11) pada pukul 16.45 Wita, di usia 110 tahun. (hmd/har)

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Arus Mudik Laut di Samarinda Belum Meningkat

Jumat, 29 Maret 2024 | 20:00 WIB

Bendungan Marangkayu Sudah Lama Dinanti Warga

Jumat, 29 Maret 2024 | 16:45 WIB
X