Keluhkan Serangan Hama

- Jumat, 8 Januari 2021 | 19:56 WIB
PETANI KAKAO: Desi saat menjemur biji cokelat yang baru dipanen di kebunnya, beberapa hari lalu.
PETANI KAKAO: Desi saat menjemur biji cokelat yang baru dipanen di kebunnya, beberapa hari lalu.

SAMBALIUNG – Fluktuasi harga biji cokelat atau kakao dalam beberapa tahun terakhir, membuat sebagian petani kakao di Kabupaten Berau, khususnya di Kampung Tumbit Dayak, Sambaliung, beralih untuk menanam kelapa sawit.

Hal itu diutarakan salah satu petani kakao di Tumbit Dayak, Desi. Perempuan yang sudah 20 tahun menanam kakao di lahan seluas 1 hektare miliknya, mengakui tak sedikit rekannya, bahkan keluarganya, yang sudah beralih menjadi petani sawit. Terutama saat harga jual biji cokelat sangat anjlok beberapa tahun lalu.

"Banyak yang sudah beralih fungsi menjadi sawit. Kalau kami beserta beberapa warga lainnya masih tetap bertahan di cokelat ini," ujarnya saat ditemui di kediamannya, beberapa waktu lalu.

Dengan keteguhannya untuk bertahan sebagai petani cokelat, Desi saat ini bisa bernapas lega. Sebab, sepanjang tahun 2020, harga jual biji cokelat relatif stabil. Sehingga kebutuhan ekonomi keluarganya bisa tercukupi. “Cukup stabil di angka Rp 20 ribu hingga Rp 25 ribu per kilogramnya.

Bahkan di saat perekonomian sebagian besar masyarakat lumpuh akibat pandemi Covid-19, para petani seperti dirinya tetap bisa tersenyum. Karena harga biji cokelat di pasaran tidak ikut anjlok.

“Saat ini masih bertahan di kisaran Rp 23 ribu (per kilogram),” jelasnya.

Dari perkebunan cokelat miliknya, Desi bisa memanen rata-rata 45 kilogram biji cokelat setiap bulannya. “Kalau harganya saat ini Rp 23 ribu per kilogram, berarti bisa dapat sampai Rp 1 juta lebih pas panen sebulan,” ujarnya.

Namun, lanjut dia, saat memasuki bulan Maret hingga April, kebun kakao miliknya bisa menghasilkan biji cokelat antara 100 hingga 120 kilogram di masa itu. “Karena di bulan-bulan itu memang musimnya cokelat berbuah,” jelasnya.

Walau demikian, Desi juga mengeluhkan semakin sempitnya lahan perkebunan cokelat di wilayahnya. Karena berdampak dengan makin banyaknya hama binatang yang menyerang kebunnya. “Terutama monyet dan tupai,” katanya.

Untuk itu, dirinya berharap dukungan pemerintah melalui jajaran Dinas Perkebunan, untuk membantu petani seperti dirinya mengatasi serangan hama binatang. “Karena kalau terlalu banyak buah yang dirusak hama, khususnya tupai, jadinya terkadang kami tetap memanen buah sisa gigitan tupai itu. Karena kalau tupai tidak memakan semuanya, tetap menyisakan bijinya,” pungkas Desi. (*/uga/udi)

 

 

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

BPJS Ketenagakerjaan Perkuat Kerja Sama dengan SRC

Jumat, 29 Maret 2024 | 14:49 WIB

Ekonomi Bulungan Tumbuh 4,60 Persen

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:30 WIB
X