TANJUNG REDEB – Sempat menjadi momok, kini aksi pembantaian penyu untuk dikonsumsi telur dan dagingnya, maupun diolah siripnya menjadi aksesori di laut Berau menunjukkan tren positif.
Bahkan kata Ketua Yayasan Penyu Indonesia (YPI) Bayu Sandi, pihaknya tidak pernah menemukan maupun mendapatkan laporan terkait aksi itu lagi sepanjang tahun lalu.
Tak hanya aksi pembantaian langsung di laut, sepanjang tahun lalu pihaknya juga tidak mendapati adanya masyarakat yang menjajakan aksesori berbahan dasar kerapas atau sirip penyu, baik itu di Pulau Derawan, Pasar Sanggam Adji Dilayas, hingga Bandara Kalimarau.
"Tetapi bukan berarti tidak ada ya, karena bisa saja ada atau masih memproduksi, tetapi tidak terang-terangan seperti dulu lagi dan jumlahnya jauh lebih sedikit," ujarnya.
Dia menilai, hilangnya aksi pembantaian hewan yang menjadi ikon Bumi Batiwakkal itu tidak lepas dari peran seluruh pihak, termasuk aparat kepolisian, angkatan laut, maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan yang bersiaga.
Tidak kalah penting juga, mulai sadarnya masyarakat untuk menjaga penyu. “Ayo sama-sama melestarikan penyu yang menjadi daya tarik wisata Berau, bisa dengan tidak konsumsi telurnya, tidak membeli aksesorinya, dan berani melaporkan jika menemukan ada perdagangan penyu dan produk turunannya," jelas Bayu. (aky/sam)