Mengangkat Penyu Artinya Melanggar

- Jumat, 19 Februari 2021 | 20:13 WIB
IKON WISATA: Selain ikon daerah, Penyu merupakan salah satu daya tarik wisatawan berkunjung ke Bumi Batiwakkal.
IKON WISATA: Selain ikon daerah, Penyu merupakan salah satu daya tarik wisatawan berkunjung ke Bumi Batiwakkal.

TANJUNG REDEB – Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Berau, Masrani, membenarkan foto dan video seorang pria mengangkat penyu hijau yang beredar di media sosial berlokasi di Kabupaten Berau.

“Lokasinya sudah kami ketahui. Itu di Pulau Derawan (Kecamatan Pulau Derawan) dan Kaniungan Besar (Kecamatan Bidukbiduk),” kata Masrani, kemarin (18/2).

Dikatakannya, aktivitas wisatawan mengangkat penyu sangat tidak diperbolehkan. Pihaknya pun tidak pernah melarang siapa pun untuk berfoto dengan salah satu ikon Kabupaten Berau tersebut. Namun ada etika, seperti menjaga jarak minimal satu meter dari penyu. “Tidak boleh memegang, apalagi mengangkat (penyu). Artinya sudah melanggar,” tegasnya.

Dikatakannya, pemandu wisata yang membawa wisatawan tersebut diduga berasal dari luar Berau. Karena selama ini, pemadu wisata di Berau sudah diberi pemahaman dan paham aturan mengenai jarak aman berinteraksi dengan penyu. “Setelah kami teliti, itu bukan dari Berau. Kami menduga pemandu dari dari Tarakan. Jelas bisa menurunkan kredibilitas kita. Itu langsung disorot oleh internasional,” lanjutnya.

Agar kejadian ini tidak terulang, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Dinas Perikanan, termasuk Camat Bidukbiduk dan Kepala Kampung Pulau Derawan. Dia meminta agar pihak terkait menegur jika masih ada wisatawan yang nekat memegang, apalagi mengangkat penyu yang merupakan hewan dilindungi itu. “Kami akan melakukan sosialisasi di dua lokasi wisata itu,” pungkasnya.

Sementara itu, Camat Bidukbiduk, Abdul Malik, mengaku kaget mendengar kabar ada wisatawan yang berani menyentuh penyu di kawasan wisata Bidukbiduk. “Itu di kawasan Kaniungan Besar. Memang biasanya jika air besar, banyak penyu berenang di sana,” katanya, kemarin (18/2).

Abdul Malik juga membantah kemungkinan pemandu lokal yang membiarkan hal tersebut. Sebab pihaknya sejauh ini sudah memberikan imbauan kepada setiap pemandu di Bidukbiduk agar melarang siapa pun menyentuh penyu maupun satwa lainnya yang dilindungi. “Saya yakin, mereka (wisatawan) tidak menggunakan pemandu lokal. Karena mereka sudah paham semua,” tuturnya.

Dia mengaku telah memanggil pengelola objek wisata Kaniungan Besar serta pemandu yang ada di lokasi tersebut. Dia meminta agar segera mencari tahu oknum wisatawan dan pemandu yang mengangkat penyu di lokasi wisata tersebut. “Saya sudah minta ditelusuri pelakunya. Kejadian ini tidak bisa dibiarkan, terlebih penyu merupakan salah satu daya tarik wisatawan berkunjung ke Bidukbiduk,” tegasnya.

Terpisah, Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Kaltim, Wilayah Kerja Berau, Dheny Mardiono mengatakan, diduga penyu yang ada dalam video beredar tersebut jenis Penyu Hijau (Chelonia mydas). Penyu jenis ini, kata dia, termasuk dalam keluarga Cheloniidae. Hewan ini adalah satu-satunya spesies dalam golongan CheloniaMereka hidup di semua laut tropis dan subtropis, terutama di Samudera Atlantik dan Samudera Pasifik. Namanya didapat dari lemak berwarna hijau yang terletak di bawah cangkang.

Menurutnya, jumlah Penyu Hijau semakin berkurang karena banyak diburu untuk diambil pelindung tubuhnya (karapas dan plastron) sebagai hiasan. Termasuk telurnya sebagai sumber protein tinggi dan obat serta dagingnya sebagai bahan makanan. “Di Berau jumlahnya sudah sedikit,” ujarnya.

Dijelaskannya, penyu merupakan salah satu hewan yang dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Dan Ekosistemnya. “Penyu memang salah satu satwa yang dilindungi. Seharusnya wisatawan itu tahu dan mengerti bahwa mengangkat penyu dan menaiki penyu itu salah,” katanya.

Dheny melanjutkan, dengan mengangkat penyu tersebut, tentunya bisa membuat penyu bingung, stres, tersakiti dan bisa berujung pada kematian. Tentunya bagi siapa pun yang menyiksa penyu bisa dipidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Pasal 21. “Seharusnya wisatawan sudah paham etika kesejahteraan satwa, salah satunya yakni bebas dari rasa sakit,” pungkasnya.

Adanya aktivitas wisatawan mengakat penyu juga jadi sorotan pemerhati wisata, Mappasikra. Menurutnya, ada kesenjangan informasi bagi wisatawan maupun para pemandu wisata. Karena itu, kata dia, mereka perlu diberikan pemahaman bagaimana memperlakukan semua habitat yang dilindungi. “Pemandu adalah ujung tombak dalam memberikan edukasi bagi wisatawan. Makanya diperlukan sertifikasi bagi para pemandu. Diharapkan selama menemani (wisatawan), pemandu juga bisa memberikan edukasi pada wisatawan,” jelasnya. “Kan tidak semua wisatawan paham. Bila melihat penyu, mereka langsung gemas. Langsung ingin menggendong,” lanjutnya.

Dalam situasi sekarang, menurut pria yang akrab disapa Daeng Sikkra, idealnya ada petugas instansi yang tetap berada di pulau wisata. Dialah yang bekerja sama dengan pengelola wisata, resor, homestay maupun dengan masyarakat, bagaimana memberikan pelayanan pada wisatawan. “Jangan biarkan para pemandu bekerja tanpa SOP. Ini menjadi tugas instansi yang terus melakukan pemantauan dan memberikan informasi,” pungkasnya.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Safari Ramadan Kukar, Serahkan Manfaat JKM

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:29 WIB
X