Rata-Rata Pelaku Orang Terdekat

- Jumat, 19 Februari 2021 | 20:18 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi

TANJUNG REDEB -  Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Berau, mencatat kasus pelecehan seksual terhadap anak di Bumi Batiwakkal periode 2019-2020 mencapai 26 kasus. Rinciannya pada 2019 terdapat 13 kasus, dengan korban sebanyak 15 orang dan pelakunya 19 orang. Sedangkan di 2020, sebanyak 13 kasus, dengan korban sebanyak 13 orang dan pelaku yang diamankan 13 orang.

Kapolres Berau, AKBP Edy Setyanto Erning, melalu Kanit PPA Polres Berau, Ipda Siswanto, ada puluhan kasus pelanggaran terhadap undang-undang anak. Mulai dari pencabulan, pemerkosaan, penganiayaan, eksploitasi anak hingga anak melakukan tindak pidana pencurian. “Untuk kasus asusila saja sudah cukup tinggi,” katanya, belum lama ini.

Siswanto mengatakan, kasus asusila terhadap anak rata-rata pelakunya adalah orang terdekat korban. Hal ini sangat disayangkan, bukannya menjadi pelindung, malah menjadi predator yang menyebabkan korban merasa ketakutan.

Ia menuturkan, 16 kasus asusila terhadap anak didominasi oleh anak-anak berusia 14 hingga 17 tahun. Mengenai kasus yang kemungkinan tidak atau belum dilaporkan, Siswanto menyebut, kemungkinan korban takut atau diancam oleh pelaku jika berani melaporkan ke orang lain ataupun polisi. “Ini kan miris, seharusnya anak-anak tersebut fokus belajar,” katanya.

Ia melanjutkan, dari kasus yang sudah ditangani, korban rata-rata dibawah ancaman pelaku, sehingga butuh keberanian besar untuk bercerita ke orang lain. Terlebih rasa trauma yang ditimbulkan akan sangat sulit untuk dihilangkan. “Inilah rantai yang harus diputus, korban merasa terancam jika melaporkan perbuatan pelaku,” ujarnya.

Terpisah, Kepala Unit Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Berau, Yusran, membenarkan kebanyakan pelakunya orang terdekat korban yang paham situasi dan bisa memanfaatkan situasi tersebut untuk mengintimidasi korban. “Pelaku pelecehan seksual adalah orang terdekat korban,” ujarnya.

Ia melanjutkan, penyebab pelecehan seksual ini ada beberapa. Misalnya, korban sangat mudah terpengaruh oleh iming-iming pelaku, terlebih bila punya hubungan keluarga atau dari lingkungan pendidikan. Sehingga korban tidak bisa mengekspresikan secara lisan atas apa yang sedang dialaminya. Selain itu, korban menggantungkan hidupnya kepada pelaku. Sementara korban takut melaporkan kekerasan yang dialaminya biasanya karena adanya ancaman. “Jika seseorang sudah merasa terancam tentu sangat susah untuk mengungkapkan apa yang dia rasakan,” ujarnya.

Yusran mengatakan, sering kali terjadinya korban tidak berani melapor bahkan kadang bertahun-tahun. Karena itu, butuh waktu yang cukup panjang untuk menghilangkan trauma mereka. (hmd/har)

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Safari Ramadan Kukar, Serahkan Manfaat JKM

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:29 WIB
X