“Masih Beroperasi Saja Sudah Bagus”

- Senin, 22 Maret 2021 | 20:03 WIB
EMAS HITAM: Beberapa tongkang pengangkut batu bara saat menyusuri Sungai Segah.
EMAS HITAM: Beberapa tongkang pengangkut batu bara saat menyusuri Sungai Segah.

Harga acuan batu bara menunjukkan tren membaik dalam empat bulan terakhir. Namun sejumlah perusahaan tambang batu bara, ternyata belum bisa memulihkan operasionalnya.

/////

Pandmi Covid-19 masih menjadi momok menakutkan bagi pelaku usaha yang bergerak di sektor batu bara. Banyak pelaku usaha yang mengeluhkan situasi saat ini. Mereka berpendapat, mampu beroperasi di situasi saat ini saja sudah dianggap bagus.

Sektor pertambangan batu bara disebut masih terdampak dari suramnya harga dunia karena pandemi sepanjang 2020. Anjloknya harga emas hitam hingga Oktober tahun lalu, menyebabkan penurunan produksi besar-besaran. Selain menyurutkan laba bersih, banyak perusahaan yang mengambil kebijakan pengurangan tenaga kerja.

Menurut catatan Bank Indonesia Perwakilan Kaltim yang mengutip data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, sebanyak 45.671 tenaga kerja di Kaltim, terpaksa dilakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada 2020. Kebanyakan mereka berasal dari sektor perhotelan, pertambangan, dan perdagangan. Perinciannya adalah 22.043 tenaga kerja di-PHK sedangkan 23.628 orang dirumahkan se-Kaltim.

Badai ekonomi yang berimbas kepada sektor ketenagakerjaan ini juga disadari pemerintah. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah bahkan memutuskan tidak menaikkan upah minimum pada 2021. Kebijakan ini merupakan upaya pemerintah agar sektor industri, termasuk pertambangan, tidak kolaps.

Ketua Badan Pengurus Daerah Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPD Hipmi) Kaltim, Bakri Hadi, menjelaskan kondisi nyata yang dihadapi lini usaha sektor pertambangan di Kaltim. Sebagian besar perusahaan belum bisa pulih meskipun harga batu bara dunia mulai membaik.

“Sekitar 15 persen anggota Hipmi Kaltim adalah pengusaha yang bergelut di klaster pertambangan. Informasi bahwa sektor ini belum bangkit memang demikian adanya,” jelas Bakri Hadi di Samarinda, beberapa waktu lalu.

Ada beberapa penyebab belum pulihnya industri pertambangan di Kaltim. Selain ketidakpastian kapan berakhirnya pandemi, harga batu bara yang sedang bagus sekarang tetap rawan jatuh lagi. Permintaan batu bara yang biasanya tinggi pada awal tahun karena musim dingin, kata Bakri Hadi, akan berkurang memasuki pertengahan tahun.

“Memang pandemi tetap faktor utama dalam jangka panjang. Untuk memperbaiki situasi seperti ini, program vaksinasi Covid-19 perlu diakselerasi,” terangnya.

Kurva pandemi yang melandai sepanjang program vaksinasi, disebut telah membawa harapan terhadap perbaikan ekonomi. Hipmi Kaltim mendorong pemerintah mengakselerasi program vaksinasi melalui vaksinasi mandiri bagi sektor swasta berbadan hukum.

Tahun 2020 adalah tahun yang berat bagi sektor pertambangan batu bara. Publikasi laporan keuangan tiga perusahaan tambang batu bara di Indonesia menggambarkan keadaan tersebut. Pertama adalah Adaro yang ekspor batu baranya anjlok 29,95 persen tahun lalu. Menurut laporan keuangan perusahaan, Adaro hanya mengantongi laba bersih senilai USD 146,92 juta atau setara Rp 2,05 triliun. Laba korporasi pada 2020 turun hingga 63,65 persen dibandingkan 2019.

Begitu pula Indo Tambangraya, induk PT Indominco Mandiri, yang meraup laba bersih USD 39,46 juta tahun lalu atau setara Rp 552,56 miliar saja. Laba bersih Indo Tambangraya turun hingga 69,5 persen dibandingkan 2019. Perusahaan terakhir yang menyiarkan laporan keuangannya adalah Bukit Asam. Sepanjang 2020, laba bersih perusahaan pelat merah ini hanya Rp 2,38 triliun atau 41,17 persen.

Corporate Communication Manager PT Berau Coal, Arif Hadianto, sebelumnya menyebut bahwa harga batu bara pada awal 2021 memang membaik dibanding tahun lalu. Tetapi, perusahaan melihat bahwa harga tersebut masih fluktuatif. Perusahaan disebut tetap mengambil langkah tepat dan efektif agar mendapat manfaat dari kenaikan harga sekarang.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

X