Kenali Tingkatan Puasa agar Mencapai Shaumul Khususil Khusus

- Jumat, 16 April 2021 | 19:33 WIB
Ustaz Mahya Syarwani
Ustaz Mahya Syarwani

Masyarakat muslim mungkin banyak yang belum mengetahui tingkatan dalam puasa menurut Imam Al Ghazali. Dalam kesempatan ini, Ustaz Mahya Syarwani memberikan pemahaman mengenai tingkatan puasa.

---

DITEMUI di kediamannya Kamis (15/4) kemarin, Ustaz Mahya Syarwani sedikit memberikan pencerahan mengenai tingkatan puasan. Ia menuturkan, dalam bahasa Arab, puasa itu disebut “As-Shiyam atau As-Shaum, yang memiliki arti,  al-imsak atau menahan. Sedangkan menurut yang dikemukakan oleh Syekh Al-Imam Al-‘Alim Al-Allamah Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin QasimAsy-Syafi’I dalam kitabnya “Fathul Qorib” bahwa berpuasa adalah menahan dari segala hal yang membatalkan puasa dengan niat tertentu pada seluruh atau tiap-tiap hari yang dapat dibuat berpuasa oleh orang-orang Islam yang sehat, dan suci dari haid dan nifas.

Allah berfirman dalam QS Al-Baqarah, 183: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kamu berpuasa seperti juga yang telah diwajibkan kepada umat sebelum kamu agar kamu menjadi orang yang bertakwa”. (QS Al-Baqarah, 183).

“Ayat tersebut merupakan landasan syariah bagi puasa Ramadan,” kata Ustaz Mahya Syarwani.

Pria yang juga menjabat Ketua Majelis Darul Ihya mengungkapkan, ayat tersebut berisikan tentang seruan Allah SWT kepada orang-orang beriman untuk berpuasa. Setelah mengetahui pengertian dan hukum puasa Ramadan, lanjutnya, maka perlu juga mengetahui tingkatan orang berpuasa. Mengutip pesan Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin, puasa memiliki tiga tingkatan. Yakni puasanya orang awam, puasanya orang khusus,‎ dan puasa khusus buat orang khusus.

Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin menerangkan tingkatan dalam berpuasa. Shaumul umum, shaumul ‎khusus, dan shaumul khususil khusus. Ketiganya bagaikan tingkatan tangga yang menarik orang berpuasa agar bisa mencapai tingkatan yang khususil khusus. “Orang berpuasa itu ada tingkatannya,” jelasnya.

Ia mengatakan, yang pertama adalah puasanya orang awam (orang kebanyakan atau kelas pemula. Yakni, menahan makan dan minum dan menjaga kemaluan dari godaan syahwat. Tingkatan puasa ini menurut Al-Ghazali adalah tingkatan puasa yang paling rendah, Karena dalam puasa ini hanyalah menahan dari makan, minum, dan hubungan suami istri.

“Kalau puasanya hanya karena menahan makan dan minum serta tidak melakukan hubungan suami istri di siang hari, maka kata Rasulullah SAW, puasa orang ini termasuk puasa yang merugi. Yaitu berpuasa tapi tidak mendapatkan pahala melainkan sedikit,” ungkapnya.

 Hal inilah yang diwanti-wanti oleh Rasulullah SAW dengan sabdanya: “Banyak orang berpuasa tapi tidak mendapatkan pahala berpuasa, yang ia dapatkan hanya lapar dan dahaga. Maksudnya, orang yang berbuka atas yang haram, dengan mengumpat orang dan orang yang berpuasa tidak memelihara anggota-anggotanya dari pada segala dosa. “Dalam artian, hanya menahan lapar dan haus saja, serta menjaga syahwat,” paparnya.

Ustaz Mahya Syarwani melanjutkan, yang kedua adalah orang khusus, atau orang istimewa. Adalah selain menahan makan dan minum serta menjaga syahwat, juga menahan pendengaran, pandangan, ucapan, gerakan tangan dan kaki, dari segala macam bentuk dosa. Maka puasa ini sering disebut dengan puasanya para shalihin (orang saleh). Menurut Imam Al Ghazali, seseorang tidak akan mencapai kesempurnaan dalam tingkatan puasa kedua ini kecuali harus melewati enam hal sebagai prasyaratnya. Yaitu menahan pandangan dari segala hal yang dicela dan dimakruhkan. Menjaga perkataan yang sia-sia, berdusta, mengumpat, dan berkata keji. Dan mengharuskan berdiam diri. Menggunakan waktu untuk berzikir kepada Allah serta membaca Alquran.

Kemudian, menjaga pendengaran dari mendengar kata-kata yang tidak baik. Menjaga anggota tubuh dari perbuatan dosa. Tidak berlebih-lebihan dalam berbuka, sampai perutnya penuh makanan. Hatinya senantiasa diliputi rasa cemas (khauf) dan harap (raja) karena tidak diketahui apakah puasanya diterima atau tidak oleh Allah. “Hal ini terkadang sulit dilakukan. Karena banyak saja manusia yang masih khilaf dalam berkata,” katanya.

Ustaz Mahya melanjutkan, yang ketiga adalah, puasa khususil khusus, atau orang yang sangat istimewa. Ia mengatakan, puasanya dari hati dari kepentingan jangka pendek dan pikiran-pikiran duniawi serta menahan segala hal yang dapat memalingkan dirinya selain Allah SWT. Puasa khusus yang lebih khusus lagi yaitu, disamping hal di atas adalah puasa hati dari segala keinginan dan segala pikiran duniawi, serta mencegah memikirkan apa-apa selain Allah SWT (shaum al-Qalbi ‘an al-Himam al-Duniyatiwa al-Ifkaar al-Dannyuwiyatiwakaffahu ‘ammaasiwaAllaah bi al-Kulliyati).

Menurut Al-Ghazali, tingkatan puasa yang ketiga ini adalah tingkatan puasanya para nabi, Shiddiqin, dan Muqarrabin. Puasa Khususil Khusus (sangat istimewa/kelas universitas) ialah menahan segala yang membatalkan puasa dan menahan segala anggota dari pada maksiat dan memelihara hati jangan sampai lupa kepada Allah SWT. “Puasa ini bisa dilakukan oleh siapa saja, asal bersunguh-sungguh dalam hal menjalankannya dan berharap ridho dari Allah SWT,” pungkasnya. (*/hmd/har)

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Warga Balikpapan Diimbau Waspada DBD

Jumat, 19 April 2024 | 13:30 WIB

Kubar Mulai Terapkan QR Code pada Pembelian BBM

Jumat, 19 April 2024 | 13:00 WIB

Jatah Perbaikan Jalan Belum Jelas

Jumat, 19 April 2024 | 12:30 WIB

Manajemen Mal Dianggap Abaikan Keselamatan

Jumat, 19 April 2024 | 08:25 WIB

Korban Diseruduk Mobil Meninggal Dunia

Jumat, 19 April 2024 | 08:24 WIB

Mulai Sesak..!! 60 Ribu Pendatang Serbu Balikpapan

Jumat, 19 April 2024 | 08:19 WIB
X