Pesan Moral Puasa, Raih Ketakwaan yang Sempurna

- Selasa, 11 Mei 2021 | 19:56 WIB
Ustaz Djailani
Ustaz Djailani

Gema suara takbir sebentar lagi akan berkumandang, merayakan kemenangan setelah sebulan berpuasa, melawan lapar, haus, dan hawa nafsu, berharap rihdo Allah SWT.

--

SEBELUM Ramadan pergi meninggalkan umat muslim, ada beberapa hikmah yang bisa didapat selama Ramadan. Ustaz Djailani mengajak senantiasa berusaha lebih meningkatkan kualitas iman dan takwa kepada Allah SWT. Ketakwaan dan keimanan itu diwujudkan dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya, serta meningkatkan kehati-hatian didalam hidup dan kehidupan ini agar tidak mudah terjebak pada perilaku yang dilarang oleh agama. Dengan demikian, mudah-mudahan dimasukan ke dalam orang-orang yang bertakwa, beruntung, bahagia dunia dan akhirat.

Ibadah puasa Ramadan memang dapat dikatakan sangat berbeda dengan jenis ibadah lainnya. Ibadah ini langsung diawasi oleh Allah SWT. Pengawasan langsung itu membuat puasa melahirkan manusia-manusia takwa. Manusia yang mampu mengendalikan hawa nafsu dan keinginan yang buruk. Puasa juga mengandung makna pembangunan atau pembentukkan karakter, penguasaan atas hawa nafsu dan suatu inspirasi ke arah kreativitas individual dan sosial.

Puasa merupakan salah satu pilar fundamental tegaknya bangunan Islam. Di antara motivasi dan cita-cita besar Allah mewajibkan umat Islam berpuasa adalah agar menjadi manusia sebagai hamba yang bertakwa kepada-Nya.  Kelebihan puasa dari ritual upacara ibadah lainnya dalam Islam adalah karena sifatnya yang pribadi dan tersembunyi alias tidak terlihat oleh pandangan kasat manusia. Karena itu tdak salah jika kita menyebut puasa merupakan ibadah rahasia.

“Siapa yang bisa tahu seseorang itu puasa atau tidak. Hanya Allah yang tahu,” bebernya.

Ia melanjutkan, Allah dalam sebuah hadis qudsi seperti yang tercantum dalam kitab Bukhari dan Muslim berfirman bahwa puasa adalah milik-Nya yang pribadi dan Ia pun akan memberikan pahala secara spesial dan pribadi kepada hamba-hambanya yang diterima amal ibadah puasanya. “Puasa itu untuk-Ku, karena itu Akulah yang akan memberi ganjaraannya langsung” (Bihar al-Anwaar 96:255). puasa merupakan momentum untuk pembentukkan karakter bangsa. Puasa akan melahirkan manusia-manusia yang memiliki prinsip tangguh, kesabaran, keikhlasan dan tidak pantang menyerah serta memiliki solidaritas dan saling mengasihi satu sama lain. Prinsip itu saat ini terkesan luntur (bahkan menghilang) di sebagian besar masyarakat Indonesia.

Padahal, hakikat Allah SWT menciptakan manusia adalah agar saling mengasihi, tidak bersifat egoisme. Dengan dibekali akal pikiran yang sehat serta hati nurani yang jernih, manusia diharapkan mampu menjadi pengayom yang adil terhadap semua makhluk hidup yang ada di muka bumi ini. Bukan sebaliknya merusak dan menghancurkan mahluk hidup yang ada di muka bumi.

Dengan media puasa ini, manusia diharapkan dapat ingat dan mau kembali kepada jati dirinya yang suci dan luhur dengan hadirnya kembali nilai-nilai kemanusian yang arif dan bijak. Ketika nilai fitrah manusia tersebut muncul kembali, maka nilai persamaan dan solidaritas atas penderitaan sesama makhluk hidup akan dapat hadir kembali mewarnai hari-hari anak Adam, seiring nilai-nilai yang diajarkan dalam media puasa.

“Jika kita merenung dan mengkaji literatur Islam, dimensi kemanusiaan dan sosial dalam puasa sebenarnya sangat kental,” ujar Ustaz Djailani.

Baginda Rasulullah Muhammad SAW mensyaratkan sesungguhnya ibadah yang ditujukan kepada Allah SWT baik itu salat, puasa, zakat dan haji amat ditentukan bisa diterima di sisi-Nya dengan melihatnya sejauh mana manusia telah menunaikan pesan moral di dalamnya. Dilihat sebagai contoh saat melaksanakan ibadah salat diawali dengan takbir dengan membesarkan nama Allah. Lalu di akhiri salat dengan salam ke kanan dan kiri sebuah makna simbolik, seakan Allah berkata kepada umatnya "Hambaku setelah engkau besarkan aku dengan nama-Ku, maka aku perintahkan kalian membesarkan hati manusia".

Makna yang tersirat dari salam ke kanan dan ke kiri itu adalah dalam interaksi sosial akan banyak dijumpai mereka yang saat ini mengalami kesedihan karena ekonominya yang hancur, karena kehilangan mata pencaharian atau karena ditinggal mati suami sang pencari nafkah, serta rintihan tangis yang memilukan dari anak-anak yatim yang menahan lapar. Semuanya bisa ditangkap dari makna pesan salam di akhir salat bahwa manusia akan terus melihat di sekitar kehidupan sosial, potret-potret kesedihan itu.

Puasa memiliki dimensi garis horisontal yang kental dengan nuansa kehidupan sosial seperti berderma, membebaskan budak (menyantuni orang duafa) sabar dalam menerima cobaan. Karena barometer kebajikan bagi Allah bukan diukur dari banyaknya interaksi pribadi hamba kepadaNya akan tetapi kebajikan yang bersifat holistik, yang dapat menjiwainya dalam kehidupan sosial. Bulan Ramadan ini sebenarnya punya maksud dan nilai yang sangat mulia yang tidak hanya terbatas pada pembentukan pribadi-pribadi yang saleh, tapi juga membentuk karakter building sebuah masyarakat (bangsa) yang saleh dan kokoh.

“Karena puasa sebenarnya sarat dengan pesan etika kesalehan sosial yang sangat tinggi, seperti pengendalian diri, disiplin, kejujuran, kesabaran, solidaritas dan saling tolong-menolong. Ini merupakan sebuah potret yang mengarah kepada eratnya kesalihan pribadi dengan kesalihan sosial,” paparnya.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Safari Ramadan Kukar, Serahkan Manfaat JKM

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:29 WIB
X