TANJUNG REDEB – Pandemi Covid-19 yang mewabah dalam satu tahun terakhir, membuat harga bahan pokok cenderung tidak stabil. Hal itu diutarakan Kepala Seksi Perdagangan, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Berau, Fitriansyah.
Ia menjelaskan, pandemi Covid-19 cukup mempengaruhi perekonomian masyarakat. Salah satunya harga bahan pokok yang tidak stabil. Kemudian diperparah dengan daya beli masyarakat yang ikut menurun, karena banyak perusahaan yang melakukan pengurangan jumlah karyawannya.
“Lapangan pekerjaan juga susah, daya beli masyarakat kurang, dan juga pasokan sembako terbatas. Ini semua saling berkaitan,” ucapnya saat diwawancarai beberapa waktu lalu.
“Secara umum semuanya mengirit. Ibu-ibu pada ngirit semua. Saya lihat dalam rumah tangga saya sendiri juga ngirit,” sambungnya.
Meski begitu, ketidakstabilan harga ini diterangkannya terjadi pada bahan-bahan pokok tertentu. Bukan bahan pokok secara keseluruhan. “Harga yang tidak stabil itu seperti bawang merah dan putih, daging, ikan, kacang-kacangan dan beberapa bahan pokok lainnya,” sebutnya.
Untuk komoditi bawang, ia menyebut harganya sempat menyentuh di angka Rp 90 ribu per kilogram. Begitu pula dengan harga daging sapi yang normalnya kisaran Rp 130 ribu hingga Rp 140 ribu, menjadi Rp 150 ribu.
“Sekarang ikan gembung saja harganya sudah tembus di angka Rp 40 ribu. Padahal sebelumnya Rp 25 ribu, paling mahal Rp 30 ribu,” ungkap Fitriansyah.
Karena itu, ia berharap seluruh pihak dapat saling bahu membahu, terutama para pedagang dan pengusaha. Agar tidak mengambil keuntungan yang terlalu tinggi.
“Ambil untung itu yang sewajarnya saja, jangan terlalu tinggi. Supaya masyarakat bisa sama-sama merasakan. Masyarakat juga saat ini lagi susah-susahnya,” pungkasya. (*/adn/arp)