Wujudkan Pembangunan Berbasis Pengelolaan SDA Berkelanjutan

- Senin, 4 Oktober 2021 | 19:05 WIB
JAGA EKOSISTEM: Masyarakat Kampung Tabalar Muara menunjukkan peta tiga dimensi penataan hutan mangrove di wilayah Tabalar Muara dan Semurut.
JAGA EKOSISTEM: Masyarakat Kampung Tabalar Muara menunjukkan peta tiga dimensi penataan hutan mangrove di wilayah Tabalar Muara dan Semurut.

Hutan merupakan kawasan yang memiliki peran besar bagi bumi. Sebab, beragam tumbuhan di hutan menjadi sumber oksigen dan tempat hidup bagi berbagai spesies makhluk hidup. Hutan mangrove menjadi salah satu ekosistem hutan dengan kelompok tumbuhan yang dapat hidup di daerah dengan kadar garam yang tinggi.

Arta Kusuma Yunanda, Tanjung Redeb

EKOSISTEM mangrove adalah suatu lingkungan yang mempunyai ciri khusus, karena lantai hutannya secara teratur digenangi oleh air yang dipengaruhi salinitas serta fluktuasi ketinggian permukaan air, karena adanya pasang surut air laut.

Dijelaskan Penanggung Jawab Program Membangun Model Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berbasis Masyarakat pada Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kepulauan Derawan dan Perairan Sekitarnya (KKP3K-KDPS), Zona Pemanfaatan Terbatas di Kampung Semurut dan Tabalar Muara, Kecamatan Tabalar, Kabupaten Berau, Ibrahim, nilai strategis ekosistem mangrove melindungi garis pantai dari gelombang, angin, dan badai hingga tsunami.

Mangrove juga menjadi pengendali rembesan air laut, tempat mencari makan, pemijahan dan berkembang biak ikan, udang, kerang, kepiting, dan biota laut lainnya. Tempat bersarang berbagai jenis satwa terutama burung, penghasil kayu dan hasil hutan bukan kayu (makanan, minuman, obat-obatan, tanin, etanol, pewarna alami), pengolah limbah organik, penyimpan cadangan karbon, penghubung antara ekosistem laut dan ekosistem daratan. “Mangrove ini sangatlah vital perannya, sangat bermanfaat,” ujarnya kepada awak media.

Jenis tumbuhan mangrove terdiri dari avicennia sp (api-api), sonneratia sp (perepat, perangat), rhizophora sp (bakau), bruguiera sp (tanjang), nypa fruticans (nipah), xylocarpus granatum (nyirih), dan masih banyak lagi.

Luas hutan mangrove Indonesia kurang lebih seluas 3,49 juta hektare. Atau 20 persen dari hutan mangrove dunia dengan kondisi 1,82 juta hektare dalam keadaan rusak dan 1,6 juta hektare dengan keadaan baik.

Dari data yang dihimpun, ancaman laju kerusakan mangrove mencapai 7 persen per tahun. Diakibatkan  akibat alih fungsi kawasan (industri, tambak, pemukiman), pembalakan liar, limbah domestik, dan limbah berbahaya lainnya. “Data itu kita dapat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” katanya.

Kabupaten Berau sendiri, ujar dia, menjadi salah satu kabupaten di Indonesia yang memiliki hutan mangrove cukup luas. Seperti di Kampung Semurut, Tabalar. Kampung yang terletak di pesisir selatan Berau, yang dihuni 1.202 jiwa penduduk dengan 326 KK. Wilayah Semurut terbagi menjadi dua, yakni wilayah RT 1 dan 2 berada di wilayah Semurut, sementara RT 3, 4, dan 5 berada di wilayah Pisang-Pisangan. Penduduk di wilayah Pisang-Pisangan mayoritas bekerja sebagai nelayan, sedangkan di Semurut mayoritas bekerja sebagai petani. “Kampung Semurut memiliki hutan mangrove seluas 2.506 hektare yang keseluruhannya merupakan wilayah KKP3K-KDPS,” ujranya.

Selain di Semurut, Kampung Tabalar Muara juga memiliki hutan mangrove seluas 2.711 hektare dengan 3 status kawasan yaitu KKP3K-KDPS, Hutan Produksi Konversi (HPK), dan Areal Penggunaan Lain (APL).

Dalam menjaga pelestarian mangrove di Berau, khususnya di Tabalar Muara dan Semurut, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerja sama dengan beberapa Non-Governmental Organization (NGO) asal Amerika (USAID)-TNC-WWF, menjalankan program Tropical Forest Conservation Act (TFCA) Kalimantan.

Program TFCA Kalimantan yang hadir di Berau sejak 2013 lalu, dengan administrator Yayasan KEHATI, bertujuan untuk mendukung upaya pelestarian hutan dan mitigasi perubahan iklim di Indonesia, khususnya di Kalimantan. Selain itu, juga mendukung Program Karbon Hutan Berau (PKHB) dengan menyalurkan hibah kepada lembaga-lembaga non pemerintah seperti yayasan, perkumpulan, LSM, KSM, perguruan tinggi, baik lokal maupun dari luar Kabupaten Berau.

“Program TFCA Kalimantan telah berjalan selama 5 siklus. Salah satu lembaga penerima hibah TFCA Kalimantan siklus 4 adalah Konsorsium Kanopi – Lamin Segawi yang bekerja untuk isu mangrove di Kampung Semurut dan Tabalar Muara, sejak Agustus 2018 hingga September 2021,” jelasnya.

Dalam kebijakannya, mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 73 tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove, Peraturan Menteri Koordinator Perekonomian nomor 4 tahun 2017 tentang Kebijakan, Strategi, Program dan Indikator Kinerja Pengelolaan Ekosistem Mangrove Nasional, Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 87 tahun 2016 tentang Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kepulauan Derawan dan Perairan Sekitarnya. Serta Peraturan Gubernur Nomor 60 Tahun 2019, tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi KKP3K-KDPS di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, Tahun 2019-2039, dan Peraturan Daerah Kabupaten Berau Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Areal Penggunaan Lain (APL). “PKHB dengan visi terwujudnya Kabupaten Berau sebagai model pembangunan berbasis pengelolaan sumber daya alam (SDA) berkelanjutan yang rendah emisi,” katanya.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pemkot Balikpapan Didesak Fasilitasi Pom Mini

Kamis, 25 April 2024 | 10:00 WIB

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB

Stadion Batakan Segera Dilengkapi Lapangan Latihan

Selasa, 23 April 2024 | 13:22 WIB

BPKAD Proses Hibah Lahan Perum Bumi Sempaja

Selasa, 23 April 2024 | 10:00 WIB
X