SAMARINDA – Terkecuali Gerindra yang memilih walkout pada rapat paripurna 2 November lalu, para peserta rapat sepakat Hasanuddin Mas’ud menggantikan Makmur HAPK sebagai ketua DPRD Kaltim periode 2019–2024. Seusai rapat, Wakil Ketua DPRD Kaltim M Samsun mengatakan, tahapan selanjutnya adalah bersurat ke Pemprov Kaltim untuk diteruskan ke Menteri Dalam Negeri, perihal penggantian pucuk pimpinan DPRD Kaltim.
Saat dikonfirmasi Senin (8/11), Samsun menyampaikan surat yang dimaksud belum dikirim karena masih diproses sekretariat dewan. “Minggu ini harus selesai," ucapnya. Upaya pergantian tersebut sejauh ini tampaknya tidak akan mulus. Setelah gagal di Mahkamah Partai DPP Golkar, Makmur kini menggugat perombakan alat kelengkapan dewan (AKD) itu ke Pengadilan Negeri Samarinda lewat gugatan perdata. Dalam gugatan bernomor 204/Pdt.G/2021/PN Smr itu, Makmur meminta Pengadilan Negeri Samarinda menganulir Surat Keputusan (SK) DPP Golkar No B-600/Golkar/VI/2021 yang terbit pada 16 Juni 2021. Hal itulah yang membuat Pemprov Kaltim memilih menunda memproses penggantian Makmur ke Hasanuddin Mas’ud.
Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi menjelaskan, saat ini pemprov belum menerima surat dari DPRD terkait pergantian itu. Namun, dia menegaskan, penggantian tersebut di DPRD masih berpolemik. Di DPRD Kaltim belum satu kata. Ada yang walkout, ada yang menolak, lalu ada juga yang masih mempertanyakan prosesnya, sehingga, ucap wagub, prosesnya belum klir. “Di sana (DPRD Kaltim) belum klir. Jadi ya belum bisa diproses. Ada terima (saran) juga dari masyarakat yang menolak. Intinya bagaimana Kaltim tetap kondusif,” kata Hadi.
Berdasarkan pertimbangan itu, lanjut Hadi, Pemprov Kaltim memilih menunggu putusan hukum inkrah terkait penggantian Makmur sebagai ketua DPRD Kaltim periode 2019–2024. Lagipula, Gubernur Isran Noor berpesan kepadanya, bahwa surat dari DPRD Kaltim tidak akan ditindaklanjuti ke mendagri apabila putusan terkait gugatan hukum Makmur belum inkrah.
Sebelumnya, M Samsun yang memimpin rapat paripurna pekan lalu menegaskan, keputusan penggantian Makmur bukanlah keputusan darinya. Melainkan persetujuan dari peserta rapat paripurna. "Ini keputusan pelik, berat, yang harus diambil. Ini hal yang tak diinginkan. Ini (keputusan) adalah kolektif kolegial. Semua pihak berkaitan. Karena itu semua berat. Mekanisme itu mengatakan demikian. Ini bukan keputusan pimpinan. Putusan ini untuk disampaikan dan diumumkan," kata Samsun menyampaikan rumitnya penggantian Makmur.
Dia menjelaskan, pergantian tersebut merupakan kewenangan partai politik, dalam hal ini Golkar, dan dibacakan dalam paripurna. Dari kesepakatan dan rapat, diambil keputusan secara aklamasi. Semua yang hadir sepakat, kecuali Seno Aji yang mewakili Fraksi Gerindra dan bagian dari unsur pimpinan DPRD Kaltim. Selanjutnya, keputusan itu akan disampaikan ke menteri dalam negeri (mendagri) melalui gubernur Kaltim. Tidak ada lagi proses di DPRD. Pihaknya tinggal menunggu keputusan dari mendagri soal penggantian itu. "Kita hargai mekanisme yang ada dan upaya Pak Makmur untuk proses keadilan dan hukum. Termasuk Fraksi Golkar yang mendapat penugasan partainya. Ini kan AKD (alat kelengkapan dewan), ini kewenangan partai," ucapnya.
Samsun menambahkan, apabila keputusan hukum menyatakan penggantian Makmur cacat hukum, posisi Makmur harus dikembalikan. Sementara itu, dalam keterangan persnya Senin (8/11), Wakil Ketua DPD Golkar Kaltim M Djailani yang juga ketua Aliansi Pimpinan Organisasi Masyarakat Daerah (Aorda) Kaltim, menyampaikan penolakan upaya pergantian Makmur.
“Kami menilai apa yang diputuskan DPRD pada tanggal 2 November lalu, di luar agenda prosedur yang sudah ditetapkan,” katanya. Maka dari itu, Djailani menyampaikan putusan tersebut cacat hukum.
Sebab, diputuskan ketika Makmur HAPK masih melakukan upaya gugatan hukum ke Pengadilan Negeri Samarinda. Semestinya, sambung dia, sejawat Makmur di parlemen menjunjung dan menghargai proses hukum yang sedang berjalan. “Kami minta supaya proses pergantian ketua DPRD Kaltim tidak ditindaklanjuti. Sampai dengan ada keputusan yang tetap dari pengadilan,” jelas Djailani. Untuk diketahui, ada lima pihak yang digugat Makmur ke Pengadilan Negeri Samarinda lewat gugatan perdata. Mereka adalah Ketua Umum Golkar Airlangga Hartanto, Sekretaris Jenderal DPP Golkar Lodewick F Paulus, Ketua DPD Golkar Kaltim Rudy Mas’ud, Sekretaris DPD Golkar Kaltim Husni Fahruddin, dan Fraksi Golkar di DPRD Kaltim cq Hasanuddin Mas’ud.
Selain meminta pengadilan membatalkan keputusan itu, pihaknya meminta para pihak tergugat membayar renteng kerugian materiil Rp 3 miliar dan kerugian imateriel senilai Rp 33 miliar. Sebelumnya, Sekretaris DPD Golkar Kaltim Husni Fachruddin Ayub menerangkan, rotasi AKD milik Golkar Kaltim tak sepatutnya bergulir ke peradilan umum.
Terlebih, Mahkamah Partai Golkar sudah menolak keberatan yang diajukan Makmur HAPK atas keputusan DPP Golkar dalam putusan Nomor 39/PI-Golkar/VIII/2021 tertanggal 13 Oktober 2021. “Status beliau sebagai anggota dewan tetap. Tak berubah. Hanya posisinya yang diubah,” katanya beberapa waktu lalu. Beda cerita, lanjut dia, jika Golkar menempuh pergantian antarwaktu (PAW) posisi Makmur di DPRD Kaltim. Apalagi, hal ini lumrah terjadi di setiap kebijakan partai manapun yang memiliki wakil di DPRD.
“Ini kan sama saja seperti kebijakan rotasi ketua komisi, fraksi atau badan kelengkapan lain. Masa hal begini sampai digulirkan ke pengadilan. Capek sendiri nanti,” tuturnya. Ayub, begitu dia disapa menegaskan, kebijakan DPP Golkar ini tak ada kaitannya menyerang personal Makmur atau menzaliminya. Pergantian ditempuh lantaran evaluasi partai atas kinerja kader menjalankan hak dan kewajibannya. “Kami berharap, beliau berjiwa kesatria, legawa atas keputusan MP (Mahkamah Partai) ini. Contoh H Syahrun, periode 2014–2019 ketua DPRD Kaltim, sekarang hanya anggota komisi tak mempermasalahkan. DPD selalu siap memberi ruang untuk berkomunikasi,” terangnya. (nyc/riz/k16/kpg/udi)