Stunting Masih ‘Menghantui’ Berau

- Senin, 22 November 2021 | 19:29 WIB
TERGOLONG TINGGI: Berdasarkan hasil pemeriksaan, ditemukan bahwa masih banyak anak di Berau yang menderita stunting.
TERGOLONG TINGGI: Berdasarkan hasil pemeriksaan, ditemukan bahwa masih banyak anak di Berau yang menderita stunting.

TANJUNG REDEB – Permasalahan stunting di Berau harus benar-benar menjadi perhatian khusus. Menurut data Dinas Kesehatan (Dinkes) Berau, angka stunting di Berau pada semester satu mencapai 18,80 persen dari 4.366 balita yang diperiksa.

Menurut Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Berau, Lamlay Sari, masalah stunting banyak penyebabnya, seperti si ibu mengalami anemia, hipertensi, stres, hingga permasalahan Covid-19 di mana banyaknya posyandu yang sempat tidak melakukan pelayanan.

“Saya tekankan di sini, posyandu itu kewenangan dari kelurahan, camat, maupun kepala kampung. Bukan milik Dinkes,” ujarnya, Minggu (21/11).

Selain permasalahan tersebut sebutnya, faktor usia si ibu juga cukup berpengaruh pada kelahiran anak. Usia di bawah 25 tahun dan di atas 35 tahun, menjadi sangat rentan anak mengalami stunting.

“Jadi stunting itu berbeda dengan gizi buruk. Nah stunting itu lebih ke panjang badan si anak,” jelasnya.

Selain itu menurut Lamlay, masih tingginya bayi berat lahir rendah (BBLR) yakni berat lahir kurang dari 2.500 gram, menjadi salah satu faktor pendukung terjadi stunting di Bumi Batiwakkal. Dia berharap, agar para ibu yang sedang mengandung rutin memeriksakan kandungannya tersebut.

“Pencegahan stunting bisa dilakukan sejak dalam kandungan juga,” paparnya.

Lebih lanjut ia menuturkan, pada tahun 2019 kasus stunting di Berau yakni 13,90 persen atau 1.487 dari 10.701 balita diperiksa. Dan pada tahun 2020 yakni 18,06 persen dari 10.735 balita.

Meski begitu, dia meminta orangtua sebenarnya tidak perlu panik, karena stunting bisa disembuhkan, selama si anak masih berusia di bawah 2 tahun. “Tapi jika sudah di atas 5 tahun, potensinya kecil untuk bisa sembuh,” sebutnya.

Jelasnya juga, tujuan pendataan stunting sebenarnya untuk mempersiapkan lokasi khusus wilayah yang akan ditangani. Terlebih pada tahun 2022, Berau masuk dalam lokus bersama dengan Penajam Paser Utara (PPU), Mahakam Ulu, dan Bontang.

Hal itu sesuai dengan Surat Edaran Bupati Berau nomor 440/418/Set-1/XI/2021 tentang Pelaksanaan Pendataan Sasaran Untuk Penentuan Desa Lokus Penurunan Stunting. “Jelas beda kasus, gizi buruk dan stunting. Gizi buruk itu tingginya normal, namun malnutrisi,” jelasnya.

Lamlay menambahkan, semua stakeholder berperan penting dalam hal ini untuk mencegah angka stunting meningkat.

“Selain faktor yang saya sebutkan tadi, pengaruh makan juga berpengaruh. Kita tahu, hasil panen kita melimpah. Karena dibilang faktor ekonomi, saya rasa tidak terlalu berpengaruh ya ke stunting,” katanya. (hmd/sam)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB

Stadion Batakan Segera Dilengkapi Lapangan Latihan

Selasa, 23 April 2024 | 13:22 WIB

BPKAD Proses Hibah Lahan Perum Bumi Sempaja

Selasa, 23 April 2024 | 10:00 WIB

SIC Bersedia Biayai Waterfront City

Selasa, 23 April 2024 | 08:30 WIB

Lima SPBU di Kutai Barat Wajibkan QR Barcode

Senin, 22 April 2024 | 20:00 WIB
X