INGAT WAL..!! Stunting Beda dengan Gizi Buruk

- Jumat, 3 Desember 2021 | 20:46 WIB
SOSIALISASI: Dinkes terus melakukan sosialisasi untuk menekan kasus stunting di Bumi Batiwakkal.
SOSIALISASI: Dinkes terus melakukan sosialisasi untuk menekan kasus stunting di Bumi Batiwakkal.

TANJUNG REDEB – Dinas Kesehatan (Dinkes) Berau terus menggalakan sosialisasi, terkait permasalahan stunting di Berau. Seiring peningkatan yang cukup signifikan terjadi. Dari data Dinkes Berau, angka stunting di Berau pada semester satu tahun ini mencapai 18,80 persen dari 4.366 balita yang diperiksa.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Berau, Lamlay Sari mengatakan, stunting disebabkan banyak hal. Seperti ibu yang mengalami anemia, hipertensi, stres, hingga permasalahan Covid-19. Di mana banyaknya posyandu sempat tidak melakukan pelayanan.

“Saya tekankan di sini, posyandu itu kewenangannya dari kelurahan, camat, maupun kepala kampung. Bukan milik Dinkes,” ujarnya, Kamis (2/12).

Karena itu, Dinkes disebutnya terus melakukan sosialisasi terhadap kader posyandu dan masyarakat.Khususnya, para wanita yang usianya di bawah 25 tahun dan di atas 35 tahun. Karena sangat rentan membuat anak mengalami stunting. “Setiap tahun kita naik kasus stunting,” ujarnya.

Ia menjelaskan, stunting berbeda dengan gizi buruk. Karena stunting sendiri lebih kepada tinggi badan yang kurang sesuai. Kemudian, masih tingginya kasus Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) yakni kurang dari 2.500 gram, menjadi salah satu faktor pendukung terjadi stunting di Bumi Batiwakkal –sebutan Berau-.

Dia berharap, agar para ibu yang sedang mengandung rutin memeriksakan kandungannya tersebut. “Pencegahan stunting bisa dilakukan sejak dalam kandungan juga,” tuturnya.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan, pada 2019 lalu, kasus stunting di Berau mencapai 13,90 persen atau 1.487 dari 10.701 balita diperiksa. Dan pada tahun 2020 naik menjadi 18,06 persen dari 10.735 balita.

Meski begitu, dia meminta orangtua sebenarnya tidak perlu panic. Karena stunting bisa disembuhkan, selama si anak masih berusia di bawah 2 tahun. “Tapi jika sudah di atas 5 tahun, potensinya kecil untuk bisa sembuh,” sebutnya.

Pendataan stunting ini sebenarnya untuk mempersiapkan lokasi khusus wilayah yang akan ditangani. Terlebih pada 2022 ini, Berau masuk dalam lokus bersama dengan Penajam Paser Utara (PPU), Mahakam Ulu, dan Bontang.

Hal itu sesuai dengan Surat Edaran Bupati Berau nomor 440/418/Set-1/XI/2021 tentang Pelaksanaan Pendataan Sasaran Untuk Penentuan Desa Lokus Penurunan Stunting. “Jelas beda kasus, gizi buruk dan stunting. Gizi buruk itu tingginya normal, namun malnutrisi,” jelasnya.

Lamlay menambahkan, semua stakeholder berperan penting dalam hal ini untuk mencegah angka stunting meningkat. “Intinya, selain sosialiasi, kita juga akan turun ke lapangan, untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat, akan stunting,” pungkasnya. (hmd/arp)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB

Stadion Batakan Segera Dilengkapi Lapangan Latihan

Selasa, 23 April 2024 | 13:22 WIB

BPKAD Proses Hibah Lahan Perum Bumi Sempaja

Selasa, 23 April 2024 | 10:00 WIB

SIC Bersedia Biayai Waterfront City

Selasa, 23 April 2024 | 08:30 WIB

Lima SPBU di Kutai Barat Wajibkan QR Barcode

Senin, 22 April 2024 | 20:00 WIB
X