Sisa 6 Kasus Proses Penyelesaian Masalah Ketenagakerjaan

- Senin, 20 Desember 2021 | 19:36 WIB
MEDIASI: Disnakertans Berau melakukan mediasi untuk menyelesaikan masalah ketenagakerjaan yang terjadi di salah satu perusahaan di Berau.
MEDIASI: Disnakertans Berau melakukan mediasi untuk menyelesaikan masalah ketenagakerjaan yang terjadi di salah satu perusahaan di Berau.

TANJUNG REDEB – Sepanjang tahun 2021, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Berau Junaidi mengungkapkan, pihaknya menerima sebanyak 1.267 kasus perselisihan ketenagakerjaan di Bumi Batiwakkal. Dari ribuan pengaduan tersebut, tersisa 6 kasus yang kini masuk tahap penyelesaian.

“Iklim ketenagakerjaan yang kondusif merupakan salah satu kebutuhan dalam mengundang investor,” katanya kepada Berau Post (19/12).

Dijelaskannya, dalam sistem penyelesaian pelaporan, yakni melalui Lembaga Kerja Sama Bipartit (LKS Bipartit) atau antara perusahaan dan buruh atau pekerja. Jika belum membuahkan hasil, dilanjutkan ke ranah mediasi antara buruh dan pengusaha, kemudian dilakukan verifikasi oleh Bidang Hubungan Industrial, Disnakertrans. Apabila kembali menemui jalan buntu, maka akan dijadwal untuk mediasi oleh pegawai mediator hubungan industrial Disnakertrans Berau.

“Setelah Bipartit dalam waktu 30 hari belum ada kesepakatan kedua belah pihak, maka salah satu pihak mencatatkan perselihian tersebut, kemudian akan dilanjutkan dengan Tripartit,” jelasnya.

Ia menuturkan, dengan adanya hal itu, perusahaan bisa menyelesaikan kasusnya sendiri, tanpa melibatkan pihak ketiga. Namun jika tidak selesai, maka perusahaan atau pekerja menggandeng Disnakertrans, khususnya Bidang Hubungan Industrial (HI) untuk duduk bersama mencari solusi terbaiknya.

Dijelaskan, Junaidi, perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan para pekerja/buruh atau serikat buruh, karena adanya perselisihan mengenai hak, kepentingan, hubungan kerja, dan perselisihan antarserikat pekerja atau serikat buruh dalam satu perusahaan, sesuai dengan Pasal 1 UU Nomor 2 tahun 2004.

Di dalam UU Nomor 2 tahun 2004, terdapat 4 jenis perselisihan. Yakni perselihan hak, adalah perselisihan yang ditimbulkan karena tidak terpenuhinya hak di salah satu pihak, dan hal ini timbul karena perbedaan pelaksanaan atau perbedaan penafsiran terhadap ketentuan undang-undang, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Kedua perselisihan kepentingan. Dalam hal ini, perselisihan disebabkan karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan atau perubahan syarat-syarat kerja dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Selanjutnya perselisihan PHK, terjadi apabila tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak yang bersengketa. Keempat, perselisihan anatara serikat pekerja/buruh dalam satu perusahaan karena tidak adanya kesesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan, dan kewajiban hak.

Junaidi menjelaskan, untuk mengatasi hal-hal di atas, ada beberapa mekanisme yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan dari setiap perselisihan yang terjadi. Yaitu mekanisme antara pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja yang ada dalam perusahaan trerbut, untuk melakukan bipartit, mediasi atau konsiliasi, dan atau arbitrase serta pengadilan hubungan industrial.

“Dalam praktiknya semua jenis permasalahan hubungan industrial pertama kali harus diselesaikan terlebih dahulu melalui musyawarah yang dilakukan secara bipartit. Lalu apabila perundingan bipartit mencapai kesepakatan atau persetujuan yang disebut sebagai Persetujuan Bersama (PB),” katanya.

“Namun apabila perundingan tidak mencapai kata sepakat, maka pihak yang bersengketa  mencatatkan perselesihan ke instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan khsusunya HI, pada provinsi, kabupaten, kota,” jelas Junaidi.

Lebih lanjut, ia mengatakan, bagi perusahaan yang bermasalah dengan pekerja, agar tidak sampai keluar, maka mereka akan membentuk LKS Bipartit. Diketahui, sejak tahun 2018 ada 30 perusahaan yang membentuk LKS Bipartit, kemudian PKB ada 10 dan PP 48. Untuk pengesahannya dilakukan di Disnakertrans Berau atau provinsi dan juga Kemenaker.

“Meskipun telah membentuk LKS Bipartit, diimbau pihak pengusaha dapat melaporkan hasil pertemuannya ke Disnakertrans, agar bisa dipetakan, apa yang menjadi isu ketenagakerjaan yang dibahas,” katanya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X