TANJUNG REDEB – Hingga Oktober 2021 lalu, Dinas Sosial (Dinsos) Berau mencatat ada 4.231 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) pemegang kartu sembako di Bumi Batiwakkal -sebuatan Kabupaten Berau. Sementara, pagu pemerintah sebanyak 6.862 KPM.
Koordinator Program Sembako Dinas Sosial Berau, Jusrang mengatakan, jumlah tersebut tidak sesuai dengan pagu yang disediakan, sebab banyak KPM terkendala Nomor Induk Kependudukan (NIK). Sementara, 3.143 dari 4.231 KPM melakukan transaksi bantuannya di agen sembako. Sisanya, 1.088 KPM tidak melakukan transaksi bantuannya.
“Tahun ini (2022, Red) bantuan itu akan berlanjut, tetapi kita masih menunggu regulasinya seperti apa,” ujarnya. “Dan data KPM itu yang tercatat di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Sementara, pagu tahun ini masih menunggu keputusan.,” katanya beberapa waktu lalu.
Kementerian Sosial (Kemensos) memperbarui peraturan tentang program bantuan pangan non tunai dengan Peraturan Kementerian Sosial (Permensos) Nomor 5/2021 tentang Pelaksanaan Program Sembako.
Dijelaskannya, penerima bansos sembako merupakan keluarga miskin dan rentan terdampak pandemi Covid-19. Ada dua program kartu sembako, yaitu reguler dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) PPKM. Berupa top-up atau isi ulang saldo sesuai Keputusan Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin Nomor 25/6/SK/HK.02.02/8/2021 tentang Penambahan Bantuan dan Perluasan Penerima Bantuan Sosial Program Sembako dalam Masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Tahun 2021. Tujuannya, memenuhi kebutuhan pokok dasar pangan, agar masyarakat mempunyai akses terhadap pangan yang bergizi.
“Untuk tahun ini program sembako reguler masih berjalan. Sedangkan, BPNT PPKM masih melanjutkan program tahun lalu,” sambungnya.
Diakuinya, BPNT PPKM tahun lalu belum terealisasi semua. Sebab, beberapa daerah masih blank spot. Maupun akses jalan menuju kampung ada yang banjir dan longsor sehingga tidak bisa dilewati. “Kalau di daerah pesisir ada beberapa penerima bantuan yang sudah ditemukan mampu, ada yang pindah atau meninggal. Sisanya tidak hadir karena akses jalan yang jauh,” terangnya.
Bantuan tersebut kata Jusrang, berupa sembilan bahan pokok yang telah ditentukan. Jika diuangkan, per bulan sebesar Rp 200 ribu. “Tapi bantuan tersebut wajib diberikan dalam bentuk sembako dan tidak boleh diuangkan. “Tapi sebelum kami menyalurkan dari pihak bank, kami bersurat agar diverifikasi dulu. Kalau sudah tidak layak, tidak perlu diberi bantuan,” tambahnya.
Selama ini, pihaknya selalu monitoring dan bantuan tersalurkan dengan aman. Tapi, diakuinya, ada beberapa agen nakal. Beberapa bantuan tidak dibelikan sesuai dengan ketentuan. Sembako yang diperbolehkan yakni, beras, tahu, tempe, daging, sayur dan ayam. Di luar bahan pangan tersebut dilarang. Menurutnya, peran pemerintah kampung sangat diperlukan dalam proses verifikasi. Lantaran mereka lebih tahu layak atau tidak masyarakatnya diberi bantuan. “Baik agen atau si penerima bantuan ada yang mengambil di luar itu, seperti gula, tepung dan minyak,” ungkapnya. (aky/har)