TANJUNG REDEB – Tim ahli dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya masih menyusun desain perbaikan turap di Jalan Ahmad Yani. Hal itu disampaikan Kepala Bidang Sumber Daya Air, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Berau, Hendra Pranata.
Seperti diketahui, turap Jalan Ahmad Yani mengalami kerusakan berat, setelah ditabrak kapal dengan nama lambung KM Damai Sejahtera 5. Kejadian tersebut terjadi pada awal tahun ini.
Dijelaskan Hendra, pihaknya memang tidak memberikan tenggat waktu, bagi tim ahli untuk menyelesaikan desain perbaikan. Namun, koordinasi terus dilakukan untuk mengetahui sejauh mana proses pembuatan dilakukan.
“Kemarin masih didesain. Tim ahlinya datang sendiri dan melakukan investigasi di lapangan. Nah dari data yang diambil itu dijadikan bahan untuk menentukan tidakan apa yang paling tepat. Tapi belum ada rekomendasi yang keluar, karena tim ahli masih memproses itu,” katanya kepada awak media ini, Minggu (30/1).
Ia mengatakan, proses desain memang tidak bisa dilakukan dengan cepat. Karena dibutuhkan perhitungan yang matang. Selain fokus melakukan perbaikan, antisipasi dampak dari pembangunan juga harus dimatangkan.
Pihaknya juga telah memberikan rancangan pembangunan turap sebagai data tambahan yang diperlukan oleh tim ahli. “Karena kalau kita salah ambil tindakan, nanti bisa fatal akibatnya. Pernah ada kejadian turap di Kelurahan Bujangga yang sebelumnya pernah ambles, karena kurang mengantisipasi hal-hal yang kemungkinan dapat terjadi,” ungkapnya.
Nantinya, ia menyebut DPUPR hanya bertugas sebagai pengawas. Sedangkan anggaran dan pengerjaan perbaikan turap, akan dilakukan oleh pihak perusahaan kapal. Tidak menutup kemungkinan, jika penanganan yang harus dilakukan cukup rumit, maka pihaknya yang akan langsung mengerjakan.
“Yang jelas siapa pun yang mengerjakan, tetap akan memanggil pihak ketiga yang ahli di bidangnya untuk mengerjakan. Jika rekomendasi dari tim ahli itu sederhana, bisa dilakukan di bawah manajemen perusahaan kapal,” ujarnya.
“Tetapi, kalau rumit dan butuh ketelitian tinggi. Daripada beresiko lebih parah, ya lebih baik PUPR yang mengontrol penuh,” pungkasnya. (hmd/arp)