Sekarang Diburu, Petani Sudah Ogah

- Rabu, 2 Maret 2022 | 20:56 WIB
LEBIH SUKA IMPOR: Kedelai impor menjadi primadona bagi para pembuat tempe dan tahu, hal itu membuat para petani di Berau yang sempat mengembangkan kedelai sejak 2019 lalu berhenti dan beralih menanam jagung dan sawit.
LEBIH SUKA IMPOR: Kedelai impor menjadi primadona bagi para pembuat tempe dan tahu, hal itu membuat para petani di Berau yang sempat mengembangkan kedelai sejak 2019 lalu berhenti dan beralih menanam jagung dan sawit.

TANJUNG REDEB – Tingginya harga kedelai saat ini tentu menjadi sebuah peluang yang baik untuk dimanfaatkan, sayangnya di Berau sudah tidak ada petani yang mengembangkan bahan baku tahu dan tempe itu.

Disebut Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Berau Mustakim, sebenarnya Bumi Batiwakkal menjadi penghasil kedelai terbanyak di Kalimantan Timur. Sentranya berada di wilayah Kampung Batu Putih dan Talisayan.

Seperti di tahun 2013 silam, kedelai yang dihasilkan sekiranya 610 ton. Pada 2014 hingga 2016, rerata mencapai lebih dari 500 ton, kemudian mengalami penurunan signifikan pada tahun 2018 yang hanya sebanyak 80,025 ton.

Penurunan berlanjut di tahun 2019 hingga mencapai 14,55 ton. Sedangkan untuk tahun 2020 hingga saat ini belum diketahui lagi adanya produksi kedelai lokal.

Kata Mustakim, produksi kedelai di dua kampung itu sudah banyak digantikan dengan jagung dan sawit. Pemicunya, kedua komoditas tersebut lebih menjanjikan. “Kedelai pernah ditanam sekiranya 5 hektare saja di tahun 2019,” ujarnya. 

Mustakim menjelaskan, produksi yang pernah tembus lebih dari 100 ton bermula dengan adanya bantuan pusat untuk benih kedelai seluas sekiranya 500 hektare. Meski adanya bantuan tersebut, saat panen tidak ada pasar yang membeli. Alasannya, sama produsen tempe dan tahu lebih memilih kedelai impor dari agen dengan harga yang jauh lebih murah ketimbang hasil petani lokal.

Di saat-saat itu harga kedelai lokal selalu berada pada kisaran Rp 8 ribu sampai Rp 9 ribu per kilogram (kg). Pemerintah Provinsi Kaltim saat itu sempat menjadi kaki tangan petani untuk memasarkan hasil panennya kepada koperasi yang menyanggupi untuk membeli kedelai. Tetapi cara itu tidak berlangsung lama.

Jika memilki pasar yang pasti, Mustakim meyakini bisa saja petani menaruh minat kembali. Apalagi kedelai lokal juga diakui memiliki kualitas yang bagus untuk produksi tahu, karena memiliki pati yang banyak.

“Dari pusat kadang menawari bantuan bibit tapi langsung seluas 500 hektare, tapi terlalu besar bantuannya, takutnya kembali berisiko, jika petani juga sudah tidak ada minat,” katanya. (mar/sam)

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB

Di Berau Beli Pertalite Kini Pakai QR Code

Sabtu, 20 April 2024 | 15:45 WIB

Kutai Timur Pasok Pisang Rebus ke Jepang

Sabtu, 20 April 2024 | 15:15 WIB

Pengusaha Kuliner Dilema, Harga Bapok Makin Naik

Sabtu, 20 April 2024 | 15:00 WIB
X