IKN, Mau Jadi Kota Apa?

- Senin, 14 Maret 2022 | 20:02 WIB
Agus Tantomo
Agus Tantomo

IKN sudah masuk tahap baru. Tahap pembangunan. Setelah sebelumnya melewati tahapan-tahapan ‘tetek-bengek’; mulai penyusunan undang-undang, penetapan lokasi, nama, sampai jabatan kepala dan wakil kepala badan otorita. Sekarang sudah waktunya fokus pada pembangunannya.

Mendiskusikan, apalagi menyoal semua ‘tetek-bengek’ itu, hanya akan – meminjam istilah Gubernur Kaltim Isran Noor – menghabiskan baterai, sekaligus menurunkan level kita menjadi selevel Edi Mulyadi.

Baik. Pembangunan IKN akan segera dimulai. Paling cepat ibu kota bernama Nusantara itu baru akan kelihatan cikal bakal kotanya, dua tahun dari sekarang. Dan baru akan terasa sebagai benar-benar kota, minimal 10 tahun atau belasan tahun kemudian.

Yang saya maksud benar-benar kota adalah kota dengan fasilitas lengkap. Bukan kota yang ketika ada warganya membutuhkan sesuatu, masih harus pergi ke kota lain.

Kita semua berharap, kita berumur panjang dan sehat, sehingga bisa melihat sekaligus menikmati secara langsung IKN Nusantara, kota dunia untuk semua.

Walaupun pembangunannya akan segera dimulai, bagaimana IKN ini nanti jadinya, masih sulit dibayangkan. Referensi yang menggambarkan bentuk dan rupa kota seperti apa IKN itu kelak masih kurang. Gambaran fisik secara visual sudah terpublikasi. Tapi belum cukup detail.

Dalam salah satu kesempatan, Presiden Jokowi pernah menggambarkan bahwa IKN nanti akan menjadi green city, kota hijau. Beliau juga pernah menggambarkan bahwa IKN akan menjadi ten minutes city. Ke mana-mana, selama masih di kota itu, jarak tempuhnya paling lama 10 menit saja. Mungkin beliau ingin menggambarkan di IKN nanti sudah tidak pakai macet. Apalagi yang jadi kepala badan otorita ahli transportasi.

Saya coba berhitung. Apa mungkin di IKN nanti jarak tempuh paling lama cuma 10 menit? Dengan luas kawasan inti 56.180 hektare, dan asumsi kota ini akan dibangun dengan pola linear grid, maka jarak paling jauh tidak akan lebih dari 30 kilometer. Kalau ingin menempuh 30 kilometer dalam waktu hanya 10 menit maka diperlukan kecepatan rata-rata 180 km/jam. Tidak sulit.

Sebagai gambaran, kecepatan rata-rata kereta api di Indonesia 120 km/jam. Kereta api cepat di dunia sudah ada yang mencapai 420 km/jam. Kecepatan rata-rata monorail 250-300 km/jam. Karena IKN Nusantara diproyeksikan sebagai kota dunia untuk semua, maka tentu standarnya harus standar dunia, termasuk kecepatan alat transportasinya. 

Menjadi jelas bagi kita bahwa IKN bukan hanya akan menjadi kota yang sangat modern sekaligus ramah lingkungan, tetapi yang paling penting adalah kota yang layak dihuni (livable city) yang mengedepankan kualitas hidup penghuninya. Sesuatu yang selama ini belum bisa Indonesia miliki.

Perlu menjadikan kota-kota di dunia yang selama ini dianggap sangat layak huni untuk dijadikan target atau standar yang ingin dicapai. Atau bahkan dikalahkan. Survei kota layak huni selama ini menggunakan indikator polusi, tingkat keamanan, fasilitas transportasi, kesehatan, cuaca dan indikator standar lainnya. Dua tahun belakangan ada indikator baru: penanganan Covid-19.

Survei terakhir, yang jadi jawara livable city adalah Auckland, kota di Selandia Baru. Saya belum pernah ke sana. Tapi ada satu kota yang menjadi langganan masuk dalam jajaran kota paling layak huni di dunia, yakni Melbourne, Australia. Bahkan yang paling sering menjadi jawara.

Kota di sebelah tenggara daratan Australia tersebut selalu mendapat nilai bagus untuk semua indikator. Kecuali indikator cuaca, mengingat suhunya yang sangat fluktuatif. Saya pernah tinggal di kota ini, empat setengah tahun, untuk menyelesaikan pendidikan. Tapi itu sudah hampir 30 tahun lalu. Uniknya, kondisi Melbourne waktu itu sudah lebih modern dibandingkan dengan kondisi kita sekarang.

Di Melbourne, semua air yang keluar dari keran air di rumah-rumah penduduk bisa langsung diminum. Tabung gas tidak ada, karena seperti halnya listrik yang disalurkan melalui kabel, ada saluran pipa jaringan gas (jargas) ke rumah-rumah. Kalau ada kebakaran, mobil pemadam datang hanya membawa mesin semprotan. Tidak bawa air. Air keluar dari hidran yang wajib disiapkan pemilik rumah atau bangunan.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Camat Samboja Barat Tepis Isu Dugaan Pungli PTSL

Kamis, 25 April 2024 | 18:44 WIB

Sembilan Ribu Anak di PPU Diberi Seragam Gratis

Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB

Pemkot Balikpapan Didesak Fasilitasi Pom Mini

Kamis, 25 April 2024 | 10:00 WIB

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB
X