Maratua Terkendala Air Tawar, Warga Pulau Maratua Hanya Berharap Air Hujan

- Senin, 18 April 2022 | 20:34 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi

SEBAGIAN masyarakat di Kecamatan Maratua hingga kini masih mengandalkan air tadah hujan, untuk memenuhi berbagai keperluan mencuci hingga konsumsi. Hal tersebut disampaikan Camat Maratua, Ariyanto.

Dikatakannya, di Pulau Maratua terdapat satu sumber baku dengan sistem pengolahan air yang terletak di Kampung Teluk Harapan. Namun, sistem pengolahan air tersebut tidak dapat berfungsi secara optimal, karena untuk mengolah sumber air baku tersebut cukup sulit dan memerlukan biaya operasional yang tinggi.

“Jadi hanya itu sumber air baku yang ada. Kalau saat ini mencukupi karena memanfaatkan tadah hujan itu tetapi ya terbatas, dan kondisi tersebut diperparah apabila musim kemarau tiba,” tuturnya.

Selain sumber air tersebut, di Kampung Payung-Payung disebutnya juga terdapat sumber air. Tetapi hanya bisa dimanfaatkan masyarakat hanya pada musim hujan, karena sumber tersebut pada musim kemarau akan mengering. “Sehingga tidak bisa dijadikan sumber air pokok oleh masyarakat,” ucapnya.

Sementara itu, bagi masyarakat di Kampung Teluk Alulu dan Bohesilian, mayoritas masih memanfaatkan air tadah hujan sebagai sumber utama sebagai pemenuhan kebutuhan mencuci hingga konsumsi. Meskipun untuk di Kampung Bohesilian terdapat alat penyulingan air asin menjadi air tawar.

“Tetapi saya kurang tahu apakah alat tersebut masih berfungsi sampai sekarang atau tidak,” katanya.

Terpisah, Kepala Bidang Air Minum Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Berau, Radite Hari Soeryo mengakui cukup sulit untuk mengolah sumber air tawar yang ada di Kecamatan Maratua. Karena harus menggunakan sistem Reverse Osmosis (RO) sehingga membutuhkan biaya operasional yang lebih mahal.

“Karena biaya yang mahal sehingga tidak berfungsi maksimal. Tapi kalau sumber air sudah bagus maka biaya pasti bisa ditekan,” ucap Radite.

Satu-satunya pengolahan air yang berada di Maratua disebutnya tidak berfungsi optimal, karena empat kampung tidak menyanggupi iuran air. Dikatakan Radite, masyarakat biasa membeli satu profil tank air seharga Rp 100 ribu untuk kebutuhan tiga hari, tetapi saat ditawarkan iuran sekira Rp 200 ribu setiap bulan, untuk menutupi biaya operasional pengolahan air, masyarakat merasa keberatan.

“Kan ini aneh menurut saya, tetapi itu yang kita upayakan untuk mengedukasi masyarakat,” jelasnya.

Selama ini pihaknya mencoba untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut, dengan mencari sumber air lainnya. Tetapi hingga kini belum ada satupun sumber air alternatif yang ditemukan.”Untuk sumber lain belum terjamah, masih meraba-raba,” pungkasnya.(hmd/arp)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

“Kado” untuk Gubernur dan Wagub Mendatang

Sabtu, 20 April 2024 | 14:45 WIB

PKL Tunggu Renovasi Zonasi Lapak Pasar Pandansari

Sabtu, 20 April 2024 | 11:30 WIB

Kapolres PPU dan KPUD Bahas Persiapan Pilkada 2024

Sabtu, 20 April 2024 | 09:46 WIB

Penerimaan Polri Ada Jalur Kompetensi

Jumat, 19 April 2024 | 14:00 WIB

Warga Balikpapan Diimbau Waspada DBD

Jumat, 19 April 2024 | 13:30 WIB

Kubar Mulai Terapkan QR Code pada Pembelian BBM

Jumat, 19 April 2024 | 13:00 WIB
X