Kakam Tegaskan Tidak Terima Uang

- Kamis, 12 Mei 2022 | 19:56 WIB
SIDANG KEDUA: Dua terdakwa dugaan tipikor penggunaan anggaran Kampung Giring-Giring mengikuti sidang secara virtual dari Kejaksaan Negeri Berau tadi malam.
SIDANG KEDUA: Dua terdakwa dugaan tipikor penggunaan anggaran Kampung Giring-Giring mengikuti sidang secara virtual dari Kejaksaan Negeri Berau tadi malam.

TANJUNG REDEB - Dua terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pengelolaan dan penggunaan keuangan Kampung Giring-Giring, Kecamatan Bidukbiduk, kembali menjalani sidang lanjutan, Rabu (11/5). Kedua terdakwa yakni IVK selaku Kepala Kampung (Kakam) Giring-Giring dan ML sebagai penyedia jasa.

Sidang lanjutan yang berlangsung secara virtual tadi malam, beragenda pemeriksaan saksi-saksi dari aparat pemerintah kampung dan kecamatan yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Berau. “Ada delapan saksi yang kami hadirkan dalam siding ini,” ujar Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Berau, Christhean Arung, tadi malam.

Ditemui sebelum sidang, IVK selaku kakam mengaku bahwa dirinya tidak pernah merasa menerima uang dari terdakwa ML sekalu penyedia jasa. “Tidak ada saya menerima uang dari kontraktor,” katanya sembari memasuki ruangan untuk mengikuti sidang virtual di kejaksaan.

Walau tidak merasa menerima uang, IVK ujar Christhean, ditetapkan sebagai terdakwa karena perannya sebagai pejabat kuasa anggaran. Namun tidak menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana mestinya. Di mana IVK sebagai kakam, melakukan pencairan anggaran tanpa dilengkapi dengan bukti atau dokumen yang lengkap.

Sehingga dianggap membiarkan terdakwa ML sebagai penyedia jasa, melaksanakan pekerjaan dengan sistem borongan. Dengan tidak berdasarkan hitungan standar jam kerja, sehingga tidak sesuai dengan ketentuan perundang- undangan, khususnya aturan pengadaan barang dan jasa pada desa.

"Salah satu contoh misalnya, pekerjaan kontraktor tidak sesuai spek atau tidak sesuai progres. Tapi kenapa kok bisa dicairkan. Bukan berarti dengan menunjukkan TPK langsung diserahkan begitu saja. Meski memang secara teknis  dari mereka. Tetapi ketika mau melakukan pencairan anggaran, di situlah peran kakam dituntut untuk mengawasi benar tidak kegiatannya, benar nggak kontraktornya," jelas Christhean.

Lanjutnya, anggaran itu bisa dicairkan ketika prosesnya sudah benar. Jika prosesnya sudah tidak benar tapi pencairan anggaran dilakukan, itu hal yang salah. Namun terdakwa IVK dalam hal ini menyetujui pembayaran yang dikerjakan oleh penyedia dengan total anggaran senilai Rp 917.565.972.

Adapun, kegiatan pembangunan yang dikerjakan oleh terdakwa ML di antaranya, pembangunan jalan usaha tani di RT 01 dan RT 04 Giring-Giring, serta penimbunan bronjong di RT 03. Hasil pekerjaannya juga ditemukan kekurangan volume yang tidak sesuai dengan jumlah pembayaran.

Atas dasar itu, IVK selaku kepala kampung tidak dapat mempertanggungjawabkan kebenaran material yang timbul dari pembayaran pekerjaan tersebut. Sebagaimana sesuai hasil perhitungan yang dilakukan ahli dan adanya hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalimantan Timur. Di mana menunjukkan adanya penyimpangan dan menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 449.124.689.

"Berbicara soal korupsi ini sebenarnya bukan hanya menerima uang. Tidak sesimpel itu sebenarnya. Justru perbuatan korupsi itu karena adanya kesepakatan jahat. Pasti berjemaah (bersama-sama), tidak sendiri," terangnya.

Seperti pasal yang disangkakan terhadap IVK ini yakni Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain itu, IVK juga terancam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Jadi di pasal 2 maupun pasal 3 itu ada kualifikasi yang menyatakan menguntungkan diri sendiri atau menguntungkan orang lain. Kalau memang merasa dia tidak menikmatin, tapi karena salah dia orang lain (kontraktor) untung. Berarti kan ada saling keterkaitan. Artinya bukan satu pihak," jelasnya.

Dikatakannya, sebenarnya terdakwa IVK mengetahui rekam jejak pengalaman pekerjaan yang dikerjakan terdakwa ML kurang baik. Pasalnya, sejak tahun 2018 hingga 2020, pekerjaan yang dikerjakan terdakwa ML selalu ada temuan Inspektorat mengenai adanya kerugian keuangan negara. Tetapi, setiap tahunnya terdakwa ML masih mendapatkan pekerjaan pembangunan di Kampung Giring-Giring.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Safari Ramadan Kukar, Serahkan Manfaat JKM

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:29 WIB
X