TANJUNG REDEB - Kejaksaan Negeri (Kejari) Berau mengeksekusi pidana tambahan uang pengganti, dalam perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) pengadaan lahan sepak bola Rinding pada Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Berau Tahun Anggaran 2014, atas terpidana Abdul Mukti Syariff (AMS) senilai Rp 1.110.175.000, kemarin (24/5).
Uang pengganti senilai Rp 1,1 miliar tersebut, disetorkan oleh istri AMS ke Kejari Berau. Istri AMS mendatangi kantor Kejari Berau di Jalan Diponegoro, Tanjung Redeb, sekitar pukul 11.00 Wita.
Setelah tiba di kantor kejaksaan, istri AMS didampingi tim pidana khusus Kejari Berau, langsung menuju salah satu perbankan untuk mencairkan uang pengganti, guna dibawa ke kantor kejaksaan dalam bentuk tunai.
Setelah menerima uang tunai pecahan Rp 100 ribu tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Berau Nislianudin, menggelar rilis penerimaan uang pengganti tersebut.
Dijelaskannya, dalam perkara ini, terpidana AMS telah membayar uang sebesar Rp 1,1 miliar lebih secara tunai. Dengan pembayaran tersebut, maka terpidana sudah terlepas dari kewajiban membayar uang pengganti kerugian negara dari perkara tersebut. "Yang apabila tidak dibayar, maka akan menjalani pidana tambahan selama 2 tahun penjara," ucap Nislianudin didampingi tim pidana khusus.
Selain itu, disampaikan Nislianudin, tim pidana khusus juga sudah melakukan eksekusi terhadap tanah beserta bangunan di atasnya milik terpidana, dan sekarang sudah berhasil dikosongkan.
"Uang ini akan disetor ke kas negara pada hari ini (kemarin, red) juga. Jadi sebagai penerimaan dari pajak dari hasil pembayaran ganti rugi," jelasnya.
Terkait perkara ini, Kejari Berau juga masih menunggu hasil putusan kasasi dari terdakwa lainnya yang terlibat dalam perkara yang sama. Pihak Kejari Berau juga sudah mengirimkan surat kepada Mahkamah Agung, melalui Pengadilan Negeri Tipikor Samarinda. Untuk memastikan perkembangan lebih lanjut terkait putusan kasasi terdakwa lainnya.
"Tapi sampai sekarang belum ada juga jawaban yang kami terima," jelasnya.
Dalam putusan kasasi ini, dijelaskan Nislianudin, hanya memeriksa putusan dari PN Tipikor Samarinda. Beserta hasil persidangan. Artinya hanya memeriksa berkas-berkas apakah putusan dari PN Tipikor Samarinda tersebut sudah tepat atau tidak. "Jadi yang diperiksa hanya itu. Apakah pertimbangan-pertimbangannya sudah sesuai secara aturan hukum yang berlaku atau tidak," bebernya.
Sebelumnya, pada 26 April 2022, Kejari Berau telah mengeksekusi terdakwa AMS, setelah dinyatakan terbukti bersalah atas perkara tipikor dalam kegiatan pembebasan lahan untuk lapangan sepak bola oleh Mahkamah Agung dalam putusan kasasi.
AMS sempat diputus bebas karena dinyatakan tidak bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda pada 3 Juni 2021 lalu. AMS merupakan salah satu dari empat terdakwa pada perkara tersebut. AMS juga merupakan ASN aktif di Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Berau. Dirinya adalah pemilik lahan dalam perkara tersebut.
Kemudian, pada 10 Mei lalu, tanah dan bangunan milik AMS juga telah disita oleh Kejari Berau.
Untuk diketahui, perkara korupsi tersebut terkait pembebasan lahan untuk lapangan sepak bola di Jalan Marsma Iswahyudi, Gang Muslimin, Kelurahan Rinding, Kecamatan Teluk Bayur.
Dengan terdakwa Sp selaku pengguna anggaran yang saat itu menjabat Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga. Kemudian AMS selaku pemilik lahan, serta dua lainnya yakni AN dan SS, selaku penilai publik dari Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP) SIH Wiryadi dan rekan.
Kasus ini bermula pada anggaran perubahan 2013, terdapat Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) untuk pembebasan lahan lapangan sepak bola sebesar Rp 470 juta, di Bagian Pertanahan. Namun anggaran terebut tidak terlaksana. Kemudian di 2014, anggaran tersebut muncul kembali dan beralih ke Dinas Pemuda dan Olahraga. Namun anggaran tersebut naik menjadi Rp 1,6 miliar.
Hal itu dilakukan dengan tujuan agar lahan yang dibebaskan Dispora Berau mendapatkan harga pembebasan yang tinggi, di mana nilai harga tanah pembebasan tersebut diduga sudah diatur oleh menggunakan dasar penilaian dari penilai KJPP SIH Wiryadi dan rekan.
Atas kasus ini, disebutkan kerugian keuangan negara mencapai Rp 1.110.175.000. (mar/udi)