Suami Ditahan, Istri Bilang “Cuma Tuhan yang Bisa Membalas”

- Selasa, 14 Juni 2022 | 15:43 WIB
MERASA DIZALIMI: Marlina terus mendampingi suaminya saat proses eksekusi yang dilakukan tim kejaksaan kemarin.
MERASA DIZALIMI: Marlina terus mendampingi suaminya saat proses eksekusi yang dilakukan tim kejaksaan kemarin.

Istri terpidana perkara pembebasan tanah untuk lapangan sepak bola di Kelurahan Rinding, Teluk Bayur, tahun anggaran 2014, Marlina Paoeyangan, menyebut suaminya adalah pihak yang dizalimi.

Sebab dirinya meyakini, suaminya Suprianto, mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Berau, tidak bersalah dalam perkara yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 1.110.175.000. “Saya nggak ikhlas dunia-akhirat, suami saya dituduh korupsi. Lihat rumah saya pak (memperlihatkan kondisi rumah berkonstruksi kayu untuk menunjukkan jauh dari kesan mewah, red),” katanya saat menemui tim kejaksaan yang hendak menjemput suaminya kemarin (13/6).

Marlina yang tidak nyaman dengan kedatangan tim kejaksaan, mengungkapkan semua unek-uneknya sekaligus meminta awak media yang hadir untuk merekam apa yang disampaikannya. “Kalau suami saya korupsi, berarti saya juga makan uang haram. Haram hukumnya pak, saya makan uang haram,” ungkapnya.

Dirinya juga mempertanyakan, mengapa suaminya yang divonis melakukan tindak korupsi secara bersama-sama, namun hanya pemilik tanah yang diminta mengembalikan uang kerugian negara. Dia juga menyampaikan, bahwa pemilik tanah yang sudah lebih dulu dieksekusi kejaksaan, hanyalah pihak yang menjual tanah kepada negara. Mengapa bisa dianggap turut melakukan tindak pidana korupsi. “Sedangkan PPK-nya (Pejabat Pembuat Komitmen) tidak ditahan. Padahal dalam sistem pengadaan, PPK yang bertanggung jawab penuh mengeluarkan uang negara,” ungkap dia.

“Suami saya dituduh korupsi, tapi kenapa anak buahnya (PPK) tidak,” sambung dia.

Dirinya pun kembali menegaskan, tidak sepeserpun suaminya menggelapkan uang negara. Bahkan niat untuk korupsi pun tidak ada. “Suami saya dizolimi. Kalau suami saya makan uang negara, saya rela dipenjara 100 tahun sama suami saya. Karena berarti uang haram juga yang saya makan. Mudahan bapak-bapak ini diampuni,” ujarnya kesal.

Sesekali, kedua anak perempuannya berusaha menenangkan sang ibu yang terus mengungkapkan kekesalannya. Namun Marlina tetap tidak bisa menerima jika suaminya harus menjalani pidana di penjara.

“Kami tidak bisa berbuat apa-apa, kami tidak punya uang untuk membela diri. Kami benar pun tidak bisa membela diri karena kami tidak punya uang,” ungkapnya.

“Penzaliman cuma Tuhan yang bisa membalas,” katanya.

Diketahui, kasus ini bermula pada anggaran perubahan 2013, terdapat Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) untuk pembebasan lahan lapangan sepak bola sebesar Rp 470 juta, di Bagian Pertanahan Sekretariat Kabupaten Berau. Namun anggaran terebut tidak terlaksana. Kemudian di 2014, anggaran tersebut muncul kembali dan beralih ke Dinas Pemuda dan Olahraga. Namun anggaran tersebut naik menjadi Rp 1,6 miliar.

Hal itu dilakukan dengan tujuan agar lahan yang dibebaskan Dispora Berau mendapatkan harga pembebasan yang tinggi, di mana nilai harga tanah pembebasan tersebut diduga sudah diatur menggunakan dasar penilaian dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) SIH Wiryadi dan rekan. (mar/udi)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB

Stadion Batakan Segera Dilengkapi Lapangan Latihan

Selasa, 23 April 2024 | 13:22 WIB

BPKAD Proses Hibah Lahan Perum Bumi Sempaja

Selasa, 23 April 2024 | 10:00 WIB

SIC Bersedia Biayai Waterfront City

Selasa, 23 April 2024 | 08:30 WIB

Lima SPBU di Kutai Barat Wajibkan QR Barcode

Senin, 22 April 2024 | 20:00 WIB
X