Tiga Terdakwa Dituntut Berbeda

- Rabu, 29 Juni 2022 | 16:52 WIB
MUNCUL NAMA BARU: Tim JPU Kejari Berau saat mengikuti sidang secara virtual dengan agenda pembacaan tuntutan untuk tiga terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan hiperbarik, Senin (27/6) lalu.
MUNCUL NAMA BARU: Tim JPU Kejari Berau saat mengikuti sidang secara virtual dengan agenda pembacaan tuntutan untuk tiga terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan hiperbarik, Senin (27/6) lalu.

TANJUNG REDEB - Tiga terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan hiperbarik, dituntut berbeda oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari), pada sidang lanjutan yang digelar Senin (27/6) lalu. 

Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Berau Christhean Arung, melalui Jaksa Penuntut Umum Erwin Adiabakti menjelaskan, dari tiga terdakwa yang terbagi dalam 2 berkas perkara, yakni satu terdakwa MP yang berperan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada Dinas Kesehatan Berau, serta berkas kedua atas terdakwa AK selaku penyedia jasa, dan AHS selaku pihak yang tanpa hak menggunakan perusahaan dari penyedia atau ‘pinjam bendera’.

"Dari hasil tuntutan, penuntut umum berkesimpulan bahwa para terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, kemarin (28/6). 

Para terdakwa disebutnya, terbukti telah melakukan tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam pasal 3 junto pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, junto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan subsider. 

Untuk terdakwa MP, JPU membacakan tuntutan pidana penjara selama 2 tahun dan 6 bulan, dikurangi masa tahanan, serta denda Rp 100 juta, subsider 2 bulan kurungan. Terdakwa MP tidak dibebani pidana tambahan uang pengganti. Karena berdasarkan fakta sidang, tidak ada aliran uang ataupun keuntungan yang diterima oleh terdakwa MP. 

Selain itu, dengan kerugian negara sebesar Rp 3,4 miliar, terdakwa MP bersedia mengembalikan 50 persen dari kerugian keuangan negara tersebut, walau di fakta persidangan tidak ada aliran dana yang diterima terdakwa. MP telah berinisiatif menitipkan uang untuk mengurangi kerugian keuangan negara yang ditimbulkan tersebut kepada penuntut umum sebesar Rp 1,7 miliar. Untuk kemudian disetorkan ke kas negara. Hal itu menjadi salah satu pertimbangan JPU dalam menjatuhkan lamanya penuntutan lebih rendah kepada MP, yakni terhadap hal-hal yang meringankan, dibanding dua terdakwa lainnya.

Alasan MP bersedia membayar uang kerugian negara tersebut, kata Erwin, yang bersangkutan sebagai PPK kegiatan, bertanggung jawab atas terjadinya kerugian keuangan negara. Yang berkaitan dengan tugas dan jabatannya yang menyetujui untuk dilakukan pencairan dana. 

"Itu sesuai fakta sidang. Sehingga dia bersedia untuk mengembalikan kerugian keuangan negara tersebut," katanya.  

Sementara di berkas kedua. Terdakwa AK selaku penyedia, dituntut dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan, dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan dan denda sebesar Rp 200 juta, subsider 3 bulan kurungan. Terdakwa AK juga dibebankan pidana tambahan dengan membayar uang pengganti sebesar Rp 117 juta. Apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 9 bulan. 

Sedangkan untuk terdakwa AHS, dituntut dengan pidana penjara selama 5 tahun dan 6 bulan. Denda sebesar Rp 200 juta, subsider 3 bulan kurungan. Selain itu juga dibebankan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 1.584.863.000. Apabila tidak dibayar maka subsider atau diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun. 

AK dan AHS dituntut lebih berat dari terdakwa MP. Menurut Erwin, karena keduanya belum ada upaya untuk mengganti kerugian keuangan negara. Selain itu, jumlah kerugian keuangan negara cukup besar dan dianggap ada aliran keuntungan kepada dua terdakwa tersebut. 

Namun perlu digarisbawahi, kata Erwin, penuntut umum menambah dua pihak yang dimunculkan dalam persidangan, yang salah satunya tidak pernah tersebut dalam proses penyidikan. Yakni pihak berinisial S. Sementara pihak lain berinisial Be, namanya ada di berkas penyidikan dan sudah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). 

"Jadi ada satu pihak yang patut untuk turut mempertanggungjawabkan, yang pada saat penyidikan itu tidak ada, tetapi di fakta sidang ada muncul. Disebut namanya dalam persidangan. Pada saat itu yang bersangkutan sempat dihadirkan oleh JPU di persidangan sebagai saksi atas perintah Majelis Hakim. Tetapi di dalam penyidikan tidak ada," bebernya. 

"JPU beranggapan yang bersangkutan ini turut serta dalam tipikor hiperbarik. Karena berdasarkan fakta sidang yang bersangkutan menerima aliran uang dan mempunyai peran sentral atas terjadinya tindak pidana," sambungnya. 

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Camat Samboja Barat Tepis Isu Dugaan Pungli PTSL

Kamis, 25 April 2024 | 18:44 WIB

Sembilan Ribu Anak di PPU Diberi Seragam Gratis

Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB

Pemkot Balikpapan Didesak Fasilitasi Pom Mini

Kamis, 25 April 2024 | 10:00 WIB

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB
X