TANJUNG REDEB – Kapolres Berau AKBP Anggoro Wicaksono, sebut jajaran kepolisian akan kembali disebar ke sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
Hal itu disebutnya, untuk mengatasi masalah mafia BBM yang diakuinya juga sudah pernah dibuktikan oleh jajarannya beberapa waktu lalu, hingga menetapkan satu orang sebagai tersangka.
“Beberapa bulan yang lalu kita sudah mengungkap kasus terkait penyalagunaan BBM, dan itu sudah kita proses,” ujarnya kepada awak media, Selasa (28/6).
Dirinya juga berharap kepada masyarakat, jika melihat atau menemukan adanya penyalahgunaan BBM untuk bisa melaporkannya kepada pihak kepolisian. “Jangan takut, segera laporkan saja kepada pihak yang berwajib,” tandasnya.
Diingatkannya juga, bagi masyarakat yang berani menyalahgunaan BBM akan disangkakan Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan ancaman hukuman paling lama 6 tahun penjara. “Ada Undang-Undang yang mengatur hal ini,” tandasnya.
Dikutip dari Jawapos.com Anggota Komisi VII DPR RI, Yulian Ganhar menjelaskan data BPH Migas, menyebut volume penyelewengan BBM subsidi hingga Mei 2022 mencapai 257.455 liter. Gunhar meminta praktik itu tidak bisa dibiarkan dan harus ditindak tegas. Sebab, pemerintah mengalokasikan anggaran untuk subsidi BBM sangat besar.
“Jika tidak diambil langkah tegas, maka penyimpangan dalam penyaluran BBM bersubsidi ini terus terjadi. Padahal anggaran subsidi energi mencapai Rp 502,4 triliun,” kata Yulian Gunhar, Minggu (26/6) lalu.
Legislator PDIP itu mendesak ada sebuah langkah nyata di lapangan untuk mencegah praktik penyimpangan BBM. Contoh paling mudah yakni mengerahkan aparat kepolisian di SPBU untuk pengawasan.
Terhadap SPBU nakal, anggota DPR dari dapil Sumsel II itu meminta pemerintah memberikan tindak tegas. “Bisa juga dengan menugaskan pihak kepolisian untuk mengawal kebijakan penyaluran BBM bersubsidi di setiap SPBU,” katanya.
Gunhar menyadari bahwa penyaluran BBM bersubsidi sulit diyakini tepat sasaran. Tanpa adanya tindakan tegas dan langkah antisipatif dari pemerintah, hal itu akan terus terjadi secara berulang. (aky/sam)