Penyusunan FS Dianggap Panik, Pembangunan RS Baru Jangan Dipaksakan

- Rabu, 6 Juli 2022 | 20:54 WIB
BANGUN ATAU PENGEMBANGAN: Lahan di Jalan Raja Alam II yang telah dibebaskan Pemkab Berau untuk membangun rumah sakit baru, sebelum diwacanakan dipindah ke kawasan Inhutani. Sementara manajemen RSUD dr Abdul Rivai, juga mengusulkan pengembangan rumah sakit guna peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
BANGUN ATAU PENGEMBANGAN: Lahan di Jalan Raja Alam II yang telah dibebaskan Pemkab Berau untuk membangun rumah sakit baru, sebelum diwacanakan dipindah ke kawasan Inhutani. Sementara manajemen RSUD dr Abdul Rivai, juga mengusulkan pengembangan rumah sakit guna peningkatan pelayanan kepada masyarakat.

TANJUNG REDEB – Rencana pembangunan rumah sakit (RS) baru, sejalan dengan rencana pengembangan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Abdul Rivai. Keduanya juga sudah diusulkan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) tingkat Provinsi Kaltim 2022, beberapa bulan lalu.

Rencana tersebut pun mendapat dukungan kalangan masyarakat. Termasuk akademisi dari Universitas Muhammadiyah Berau (UMB), Rahmat. 

Dijelaskan Dekan Fakultas Teknik UMB tersebut, pembangunan atau pengembangan rumah sakit merupakan sebuah keniscayaan. Namun jika harus memilih, apakah mendahulukan pengembangan RSUD dr Abdul Rivai atau membangun rumah sakit baru, dirinya menganggap pengembangan RSUD yang lebih memungkinkan. Karena dari analisanya, pengembangan RSUD tinggal memenuhi kekurangan-kekurangan yang dimiliki rumah sakit plat merah tersebut, disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Bumi Batiwakkal. “Sementara kalau bangun baru, persoalannya masih sangat kompleks,” katanya ketika berbincang dengan Berau Post di salah satu warung kopi di Tanjung Redeb kemarin (5/7).

Kompleksnya persoalan yang dihadapi jika ingin membangun rumah sakit baru, dijabarkan Rahmat, karena rencana tersebut dianggap sudah carut-marut sejak kembali diwacanakan. Dijelaskannya, ketika pembangunan rumah sakit kembali direncanakan di kawasan Inhutani, Tanjung Redeb, tidak bisa menghilangkan begitu saja catatan rencana pembangunan rumah sakit di Jalan Raja Alam II, Kelurahan Rinding, yang sempat dibuatkan studi kelayakan atau feasibility study (FS) tahun 2019 lalu. “Tahun itu (2019), lokasi terpilih, lokasi prioritas 1 di Jalan Raja Alam. Mengapa saat diwacanakan kembali, tiba-tiba tahun ini lokasi yang ditunjuk di Inhutani?” tanyanya. 

Dari penentuan lokasi tersebut saja, ujar dia, sudah tidak melalui tahapan kelayakan. Karena tidak dimulai dengan penyusunan studi kelayakan. Bahkan menurutnya, jika akhirnya Pemkab Berau telah mengalokasikan anggaran untuk penyusunan studi kelayakan, maka rencana lokasi di Jalan Raja Alam II juga harus masuk dalam studi penilaian. “Saat menunjuk kembali ke lokasi Inhutani, tidak dilakukan FS. Yang saya tahu, itu juga yang dipertanyakan dewan saat hearing dengan PU (Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang). Malah saat dewan tanyakan mana SK penunjukan lokasinya (Penlok), dari PU malah menyatakan memang belum ada,” ungkap dia.

Dari informasi yang didapatnya, saat ini Pemkab Berau sudah mengalokasikan anggaran di bawah Rp 100 juta, untuk penyusunan FS atau studi kelayakan rumah sakit di kawasan Inhutani. Penyusunan FS tersebut juga dianggapnya seperti sebuah kepanikan. Sebab jika melihat hasil FS pembangunan rumah sakit di Jalan Raja Alam II tahun 2019 lalu, rencana pendanaan rumah sakit baru tersebut membutuhkan total anggaran hingga Rp 630 miliar. 

“Kenapa saya sebut panik, karena proyek Rp 630 miliar, mungkin nggak penilaian kelayakannya kecil. Kaya seperti main-main. Biaya datangkan ahli saja sudah berapa. Kesannya malah kaya mau dipaksakan,” terangnya.

Dalam penyusunan FS juga harus memilih lokasi terbaik dari beberapa lokasi yang dianggap layak. Karena rencana pembangunan rumah sakit di Berau ini memiliki dua opsi lokasi. Yakni di Jalan Raja Alam II dan kawasan Inhutani. Di Raja Alam II sudah memiliki FS tahun 2019, sementara di kawasan Inhutani juga sudah pernah dilakukan studi kelayakan sejak beberapa tahun lalu saat rencana awal pembangunan rumah sakit. “Jadi kalau buat FS lagi, yang dinilai harus Raja Alam dan Inhutani. Dirincikan berapa skor penilaiannya masing-masing. Yang mana yang paling tinggi skornya, itulah nanti yang dipilih,” ungkap dia. 

“Yang konyolnya lagi, harusnya yang menyusun FS ini pihak rumah sakit atau Bapelitbang (Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan),” sambung dia.

Diungkapkan, sesuai Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 14/2021 mengenai studi kelayakan rumah sakit menjelaskan, rumah sakit harus memenuhi persyaratan studi kelayakan pada saat awal perizinan usaha untuk pertama kali. Studi kelayakan merupakan hasil analisis dan penjelasan kelayakan dari segala aspek yang akan mendasari pendirian atau pengembangan rumah sakit yang terdiri dari, kajian demografi, kajian sosial ekonomi, kajian morbiditas dan mortalitas, kajian kebijakan regulasi, kajian aspek internal rumah sakit. “Untuk kajian internal rumah sakit ini, apa sudah dilakukan. Sementara di sisi lain, pihak rumah sakit malah mengusulkan pengembangan. Sangat kontradiktif dengan rencana pembangunan baru,” jelas Rahmat.

Dalam kajian internal rumah sakit, lanjut Rahmat, merupakan rancangan system-sistem yang akan dilaksanakan atau dioperasionalkan, yang terdiri dari sistem manajemen organisasi mencakup; sistem manajemen unit-unit pelayanan; sistem unggulan pelayanan; ahli teknologi peralatan; sistem tarif; hingga rencana kinerja keuangan. “Ini yang tahu jelas pihak rumah sakit. Tim leader harus ahli manajemen rumah sakit. Bagaimana hal ini bisa dilakukan kalau pemerintah tidak pernah melibatkan pihak rumah sakit,” terangnya.

“Ilustrasinya begini. Saya yang mau menggunakan tidak tahu kalau akan diberikan bangunan baru. Tapi mau dibangunkan, setelah jadi baru diberikan. Seharusnya kan, yang mau menggunakan ini dilibatkan sejak awal. Apa saja yang dibutuhkan, itu yang nanti dibuatkan,” sambung dia.

Selanjutnya, jika ingin membangun rumah sakit baru, tahapannya masih sangat panjang. Sebab setelah penyusunan FS, masuk ke tahapan penyusunan masterplan. Setelah itu harus dilakukan penyusunan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan Analisis Mengenai Dampak Lalu-Lintas (Andalalin). “Amdal saja setidaknya butuh waktu sekitar 6 bulan,” terang dia. Setelah dokumen lingkungan dan lalu-lintas diselesaikan, barulah proses pembangunan masuk dalam penyusunan Detail Engineering Design (DED). “Setelah DED baru masuk manajemen konstruksi (MK) dan pembangunan fisik. Jadi saya kira masih butuh waktu setahunan untuk prosesnya ini,” urainya.

Namun itu semua bisa dilaksanakan jika hasil FS nantinya menyatakan kelayakan. “Bagaimana kalau dianggap tidak layak. Ulang lagi semuanya,” katanya.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pemkot Balikpapan Didesak Fasilitasi Pom Mini

Kamis, 25 April 2024 | 10:00 WIB

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB

Stadion Batakan Segera Dilengkapi Lapangan Latihan

Selasa, 23 April 2024 | 13:22 WIB

BPKAD Proses Hibah Lahan Perum Bumi Sempaja

Selasa, 23 April 2024 | 10:00 WIB
X