Bentuk tindakan berupa praktek human trafficking menjadi salah satu praktek yang dapat mengganggu dan mengancam masalah keamanan baik itu dilingkup masyarakat lokal bahkan di lingkup internasional. Adapun mengenai perdagangan manusia ini dianggap sebagai bentuk tindakan yang menyimpang dan melanggar HAM. Di dalam dunia internasional, masalah isu yang melanggar ham sendiri terdapat dalam Universal Declarations of Human Rights yang mana diadopsi pada tahun 1948 (Shaw, 2008).
Adapun untuk di lingkup nasional, masalah keamanan ini telah diatur dalam Buku Petahanan tahun 2015 milik Indonesia yang mana menyatakan bahwa segala bentuk yang melanggar di wilayah perbatasan merupakan bentuk tindakan yang mengancam, dan masalah perdagangan manusia ini biasanya melibatkan kepada bentuk melewati batas wilayah sehingga tindakan ini sendiri dikategorikan sebagai tindakan yang mengancam. Hal ini memang tentu ancaman dan berkaitan erta dengan HAM.
Perdagangan manusia bukan hanya kejahatan, itu juga pelanggaran berat HAM. Para pedagang memperlakukan orang yang diperdagangkan seperti komoditas, menginjak-injak hak-hak dasar mereka untuk membuat keputusan sendiri, bergerak bebas, dan bekerja di mana dan untuk siapa yang mereka pilih. Pendekatan hak asasi manusia saat menangani perdagangan manusia sangat penting untuk memulihkan martabat dan kesejahteraan orang yang diperdagangkan. Maka dari tiu HAM begitu penting dalam tatanan internasional pada sekarang, karena melihat bagaimana kondisi dari isu non tradisional yang kian mengkhawatirkan (Shaw, 2008).
Adapun tindakan berupa perdagangan manusia juga digolongkan sebagai tindakan yang nirmiliter yang dimana ini sendiri telah diatur di dalam Peraturan Menteri pada tahun 2014 yang membahas mengenai pertahanan di Nomor 57. Menurut aturan ini mengatakan bahwa tindakan perdagangan manusia merupakan ancaman bagi kehidupan dimensi baik itu sosial maupun budaya (Septiadi & Eko, 2019). Adapun yang dimaksud dengan perdagangan manusia ialah bentuk tindakan kejahatan yang mana tindakan kejahatan ini melanggar HAM karena dari tindakan ini dapat menggangu dan mengancam keamanan bagi masyarakat, khususnya bagi yang ingin bermigrasi (Riadi, 2017).
Adanya perdagangan manusia ini sendiri tidak hanya dirasakan ataupun dialami oleh warga negara dari Indonesia yang melakukan perjalanan dan kirim ke negara lain, tetapi perdagangan manusia dapat juga berupa bukan WNA yang diperjualbelikan bahkan parahnya dari adanya perdagangan manusia juga kerap kali di eksploitasik atau bahkan dijadikan budak dan mendapatkan perlakuan yang tidak baik. Jika merujuk kepada kasus yang terjadi dan ada di Indonesia, indikasi adanya bentuk tindakan sepeti ini sendiri sebenarnya telah lama terjadi, khususnya bagi masyarakat yang ingin pergi keluar negeri ataupun yang biasanya menjadi tenaga kerja asing, dan mereka yang bekerja atau menetap di negara lain dianggap sebagai imigran.
Indonesia untuk tahun 2011 sendiri dianggap sebagai tahun beratnya Indonesia, bahkan di tahun-tahun berikutnya kasus ini juga meningkat, hal ini dibuktikan dengan data Kasus Perdagangan Manusia Indonesia, yakni pada tahun 2016 total kasus ada sebanyak 478. Kemudian pada tahun 2017 total kasus sebanyak 304. Lalu pada 2018 ada sebanyak 164 total kasus. Dan di tahun 2019 sebanyak 256 total kasus.
Sumber: Kemenlu (diolah penulis)
Bentuk tindakan perdagangan manusia seperti yang disampaikan tadi bahwa bentuk tindakan perdagangan manusia tidak melulu mengenai para pekerja seks yang tidak mendapatkan pengakuan ataupun mengenai imigran saja, tetapi perdagangan manusia hingga sekarang meluas hingga ke bentuk perdagangan organ tubuh dan lainnya.
Hal ini di dukung alam laporan UNODC dikenal pula dengan istilah United Nations Office on Drugs and Crime berkata bahwa untuk kasus perdagangan manusia ini pada umumnya berkisar total 79% yang mana berupa bentuk eksploitasi seksual, lalu juga terdapat kasus sebesar 20% yang merupakan korban untuk anak-anak (UNODC, tt). Maka dari itu di sini terlihat bahwa isu mengenai keamanan in ternasional ini tidak hanya mengenai isu yang sifatnya adalah militer tetapi juga yang sifatnya adalah yang tidak militer (Makhfudz, 2017).
Tidak sedikit WNA diekploitasi, dipaksa, dan bahkan juga banyak yang terjerat hutang di negara yang mereka kerja, salah satunya di Timur Tengah. Apalagi jika pekerjaannya ART, buruh, lalu bekerja di manufaktur, ataupun bekerja di bagian kapal untuk menangkap ikan. Hal ini sungguh sangat disayangkan. Tidak sedikit pula perempuan dari Indonesia yang harus menjadi pekerja seks di wilayah Timur Tengah dan mereka sendiri tidak dilabel dan tidak dilindungi secara hukum, ditambah pula dengan jam kerja yang tidak wajar serta gaji yang kecil membuat banyak sekali WNI yang harus direnggut HAM nya (Septiadi & Eko, 2019). Adanya situasi seperti ini jika terus berlanjut maka dapat mengancam masalah keamanan manusia khususnya bagi masyarakat Indonesia di wilayah Timur Tengah, khususnya di Irak.
Menurut laporan dari BBC mengatakan bahwa banyak kasus perdagangan manusia di Irak, bagkan di Irak sendiri banyak bentuk perlakukan seperti diperkosa dan bahkan juga dipenjara (BBC, 2019). Bahkan BBC melaporkan pula pada tahun 2019 terdapat 1.200 orang yang menjadi pekerja ilegal di Timur Tengah yang dimana diiming dengan gaji tinggi dan mendapatkan bonus tinggi. Hal ini menunjukan bagaimana dari kasus perdagangan manusia di Indonesia khususnya perdagangan manusia ke Irak masih tinggi, dan dari segi regulasi masih kurang begitu kuat. Maka dari itu perlukannya bentuk intitas yang menjadi wadah dalam memberikan perlindungan dan mandate berupa organisasi internasional seperti UNHRC yang telah menjadi wadah dalam menyuarakan mengenai HAM dan kaitannya dengan perdagangan manusia.
Maka dari itu penting bagi penelitian ini untuk membahas mengenai faktor dan bagaimana pengaruh dari kerjasama UNHRC dalam mengatasi perdagangan imigran Indonesia di Irak. (Purnama, 2015). Maka dari itu di sinilah memerlukan peranan dari organisasi internasional seperti UNHCR untuk mengatasi masalah praktek perdagangan manusia dan juga memberikan mandate langsung kepada tiap-tiap negara untuk memberikan bentuk pengawasan dan penindaklanjutan lebih dalam mengenai perdagangan manusia ini.
Adapun untuk mandate dari UNHRC dalam mengatasi masalah perdagangan manusia sebagai bentuk perwujudtan hak asasi manusia pada imigran yaitu dilakukannya bentuk promosi pencegahan perdagangan manusia dalam segala bentuknya dan adopsi tindakan untuk menegakkan dan melindungi hak asasi korban, meminta, menerima dan bertukar informasi tentang perdagangan orang dari Pemerintah, badan perjanjian, prosedur khusus, badan khusus, antar organisasi pemerintah dan organisasi non-pemerintah dan sumber yang relevan, jika sesuai, dan menanggapi secara efektif informasi yang dapat diandalkan.
Penindakan atas dugaan pelanggaran HAM dengan tujuan melindungi manusia hak korban dari perdagangan manusia. Lalu kemudian bekerja sama erat dengan lembaga, organ, dan lembaga terkait lainnya, dan melaporkan setiap tahun ke UNHRC (UNHRC, 2014).
Dwawa Insyirah Shafara, Mahasiswi UII Semester 4, Fakultas Hubungan Internasial.