Harga TBS Belum Ada Perbaikan

- Rabu, 20 Juli 2022 | 20:35 WIB

TANJUNG REDEB – Harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit kembali merosot di bulan Juli tahun ini. Jika pada Juni lalu harga TBS masih di angka Rp 2.818 per kilogramnya, bulan ini Pemprov Kaltim menetapkan harga TBS di kisaran Rp 1.614 hingga Rp 1.831 per kilogramnya. 

Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Berau Lita Handini menyebut, terus merosotnya harga TBS membuat para petani sawit mandiri mengeluh. Ia mengatakan, penurunan harga itu berimbas pada penjualan petani sawit. Walau dirinya belum mendapatkan data berapa ton TBS petani yang busuk, akibat tidak bisa terjual karena harga rendah dan adanya pembatasan pembelian.

“Kalau yang rusak belum ada laporan masuk ke Disbun. Yang jelas, petani sangat mengeluh dengan harga TBS yang terus turun,” ujarnya kepada awak media (19/7).

Disebutnya, Indonesia sebagai produsen CPO atau minyak sawit yang diolah dari TBS terbesar dunia, baru-baru ini mengeluarkan kebijakan untuk mempercepat ekspor CPO, dengan menurunkan tarif retribusi maksimum menjadi US$ 200 dari US$ 375 yang akan berlaku hingga 31 Juli. Tapi hal itu dibarengi dengan menaikkan pajak ekspor pengiriman menjadi US$ 288 per ton. Secara keseluruhan, maka produsen harus membayar gabungan tarif retribusi dan pajak menjadi US$ 488 per ton, yang lebih rendah ketimbang kebijakan sebelumnya US$ 575 per ton.

“Hal tersebut dilakukan untuk mempercepat kegiatan ekspor CPO agar dapat membantu pabrik-pabrik untuk mengosongkan tangki penyimpanannya,“ tuturnya. Sayangnya, harga minyak saingan seperti minyak kedelai dan minyak mentah yang turun, akan mengurangi permintaan pada CPO. Ditambah produsen utama CPO Indonesia telah mempercepat kebijakan ekspor dan melonggarkan kebijakannya.

Artinya, produsen CPO akan mulai mengekspor CPO lebih banyak dan suplai akan bertambah, tapi permintaan terhadap CPO akan berkurang. “Sehingga hal itu mengurangi permintaan dan harga CPO pun menjadi turun,“ bebernya.

Terpisah, Suliya Rahman salah seorang pemilik timbangan TBS di simpang 4 Labanan mengaku, hingga kini di timbangan miliknya masih menumpuk TBS yang sudah susah untuk dijual. Sehingga dirinya cukup merugi akibat penurunan harga TBS tersebut. “Tangki penampungan penuh. Mobil antre banyak ini,” ujarnya.

Dengan banyaknya TBS, ia mengaku hanya bisa membeli dengan kuota 65 ton per hari, dan pernah juga hanya bisa membeli 25 ton per hari. “Hanya itu saja yang bisa terbongkar per hari,” bebernya.

Diakuinya, ada saja TBS yang busuk, makanya ia melakukan sortir tinggi. Bahkan bisa mencapai 1 ton lebih potongan di pabrik. Namun untuk di lokasi penimbangan, diakuinya tidak sampai busuk, dengan jalan keluarnya dilarikan ke pabrik lain. “Sebelum Iduladha saya beli Rp 1.000, dan saya bawa ke Tanjung Batu dengan harga yang sama, jadi saya rugi ongkos,” pungkasnya. (hmd/udi)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Di Berau Beli Pertalite Kini Pakai QR Code

Sabtu, 20 April 2024 | 15:45 WIB

Kutai Timur Pasok Pisang Rebus ke Jepang

Sabtu, 20 April 2024 | 15:15 WIB

Pengusaha Kuliner Dilema, Harga Bapok Makin Naik

Sabtu, 20 April 2024 | 15:00 WIB

Transaksi SPKLU Naik Lima Kali Lipat

Jumat, 19 April 2024 | 10:45 WIB

Pusat Data Tingkatkan Permintaan Kawasan Industri

Jumat, 19 April 2024 | 09:55 WIB

Suzuki Indonesia Recall 448 Unit Jimny 3-Door

Jumat, 19 April 2024 | 08:49 WIB

Libur Idulfitri Dongkrak Kinerja Kafe-Restoran

Kamis, 18 April 2024 | 10:30 WIB
X