Mediasi Dibantu Mediator Kementerian

- Jumat, 22 Juli 2022 | 20:40 WIB
MEDIASI: Mediator Kementerian Ketenagakerjaan Reytman Aruan, turut mendampingi Kepala Disnaker Berau Masrani, saat memimpin mediasi antara buruh dengan manajemen PT BUMA, di kantor Disnakertrans Berau, Rabu (20/7) lalu.
MEDIASI: Mediator Kementerian Ketenagakerjaan Reytman Aruan, turut mendampingi Kepala Disnaker Berau Masrani, saat memimpin mediasi antara buruh dengan manajemen PT BUMA, di kantor Disnakertrans Berau, Rabu (20/7) lalu.

TANJUNG REDEB – Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Berau, terus berupaya maksimal dalam menangani perselisihan yang terjadi antara PT BUMA dengan karyawannya. Upaya mediasi pun dilakukan dengan maksimal, salah satunya dengan menghadirkan mediator dari Kementerian Ketenagakerjaan.

Kepala Disnakertrans Berau Masrani mengatakan, dari kesimpulan mediasi antara BUMA dan serikat buruh yang mewakili 9 karyawan BUMA yang di-PHK, di kantor Disnakertrans Berau pada Rabu (20/7) lalu, masih dicarikan jalan yang terbaik. Harapannya, segera didapatkan solusi yang bisa diterima pihak perusahaan dan serikat buruh serta pekerja yang di-PHK.

Masrani, yang mewakili Pemkab Berau, memberikan saran agar perselisihan itu bisa diselesaikan di kantor Disnakertrans Berau saja. Dia berharap tidak sampai di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). "Karena jika ini sampai ke PHI, selain jaraknya jauh dan memakan waktu. Juga membutuhkan biaya yang saya kira cukup besar. Mudah-mudahan ada kesepahaman antara kedua pihak ini," terangnya.

Diakuinya, dari pihak BUMA sementara bersikukuh tidak menerima tuntutan dari pihak buruh. Adapun tuntutan yang diberikan, yakni 9 orang yang di-PHK dapat kembali dipekerjakan. Untuk diketahui, ada 14 pekerja yang di-PHK. Lima orang di antaranya menerima PHK, dan 9 orang lainnya belum menerima keputusan PHK.

"Proses masih berjalan. Kami tetap menganjurkan jalan terbaik. Misalnya, pihak perusahaan kembali menerima pekerja itu, maka perselisihan selesai. Begitu juga sebaliknya," pungkasnya.

Sementara itu, Mediator Direktorat Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Kementerian Ketenagakerjaan, Dr Reytman Aruan SH MHum, turut dihadirkan guna membantu memediasi, untuk menyelesaikan perselisihan terkait PHK yang dilakukan BUMA kepada sejumlah karyawannya.

Reytman Aruan menjelaskan, dalam prosedur penyelesaian perselisihan hubungan kerja, sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004, tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Dalam aturan itu diatur penyelesaian macam perselisihan hubungan kerja. Seperti, perselisihan kepentingan, perselisihan hak, perselisihan PHK, dan perselisihan antarserikat pekerja dalam satu perusahaan.

Menurut Reytman Aruan, dalam setiap perselisihan itu, yang pertama yang harus dilakukan yakni perundingan secara bipartit. Jadi, antara mereka yang berselisih paham harus berunding. Jika tidak ada kata sepakat, antara pekerja dan pengusaha, maka salah satunya mencatatkannya ke Dinas Tenaga Kerja setempat. Khususnya Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Berau.

"Setelah dicatatkan, maka Disnaker atau mediator harus mengecek dokumen yang diberikan. Dan mencari solusi terbaik," katanya.

Lebih lanjut, kata Reytman, jika perselisihannya mengenai masalah PHK, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004, maka Disnaker setempat selaku mediator, akan memanggil kedua belah pihak yang berselisih. Mediator, menurutnya, akan menawarkan penyelesaian seperti apa yang diinginkan kedua belah pihak.

"Apakah akan memilih konsiliator, atau tidak. Itu kalau di daerah itu ada konsiliatornya. Tapi jika tidak ada konsiliator, maka bisa langsung dimediasi oleh Disnaker," jelasnya.

Dalam proses mediasi itu, mediator akan mencari solusi-solusi. Tiap masalah yang muncul, penyelesaiannya juga berbeda. Jika terjadi PHK, juga perlu ditelusuri alasan apa saja sampai terjadi PHK. Dalam mediasi itu nantinya, mediator akan mengeluarkan anjuran. “Tapi jika tidak ada kesepakatan antarpihak yang berperkara, mau tidak mau mediator akan memberikan anjuran. Jika masih ada yang tidak sepakat, maka mereka yang tidak sepakat bisa membawanya ke PHI. Di PHI itulah perkara mereka baru bisa diadili," jelasnya.

Menurut Reytman Aruan, setelah diputuskan oleh PHI dan ternyata masih ada yang tidak sepakat, maka jalan terakhir adalah ke Mahkamah Agung (MA). Perlu diketahui, perkara yang bisa dibawa ke MA hanya untuk perselisihan PHK dan perselisihan hak.

"Tapi jika selisih mengenai perselisihan kepentingan, cukup hanya ke PHI, tidak bisa sampai ke MA," jelasnya.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X