Berau Dianggap Sombong, Mau Bangun Rumah Sakit tapi Tidak Koordinasi ke Kemenkes

- Selasa, 2 Agustus 2022 | 21:32 WIB
M Ichsan Rapi
M Ichsan Rapi

TANJUNG REDEB – Rencana pembangunan rumah sakit baru di Berau, belum mendapat restu Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Sebab, ujar anggota Komisi III DPRD Berau M Ichsan Rapi, Pemkab Berau melalui Dinas Kesehatan maupun instansi terkait lainnya, belum pernah berkoordinasi mengenai rencana pembangunan rumah sakit tersebut. 

Pria yang akrab disapa Daeng Iccang tersebut menjelaskan, saat dirinya bersama Ketua DPRD Berau Madri Pani berkonsultasi ke Kemenkes beberapa waktu lalu, mendapatkan gambaran untuk membangun rumah sakit baru butuh biaya yang sangat besar. Mencapai Rp 1,5 triliun.

Besarnya dana yang dibutuhkan, karena pembangunan rumah sakit tidak bisa hanya sekadar menyediakan bangunannya saja. Tapi harus langsung dilengkapi peralatan kesehatan (alkes), maupun penyediaan sumber daya manusianya (SDM). Dirincikannya, jika anggaran untuk bangunan rumah sakit saja mencapai Rp 600 miliar, maka kebutuhan dana untuk pengadaan alkes juga sebesar Rp 600 miliar. Ditambah lagi untuk memenuhi kebutuhan SDM, khususnya dokter spesialis, diperkirakan membutuhkan dana sebesar Rp 300 miliar. 

“Jika kata orang Kemenkes, (kalau mengandalkan APBD) itu lima periode bupati baru bisa tercapai,” ujarnya kepada Berau Post kemarin (1/8).

Namun, ujar Iccang, pihak Kemenkes sebenarnya siap membantu jika Pemkab Berau terlebih dahulu berkoordinasi saat ingin membangun rumah sakit. Baik fisik, alkes, maupun penyediaan SDM. Sehingga pembiayaannya tidak terlalu berat. “Namun kenyataannya, hingga kini tidak ada laporan yang masuk ke sistem Kemenkes,” terang politikus Partai Gerindra tersebut.

Disebutnya, saat ini hanya Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Abdul Rivai dan Rumah Sakit Pratama Talisayan yang terdaftar dalam sistem Kemenkes, krisna.systems. “Makanya pihak Kemenkes kaget Berau mau bangun rumah sakit. Karena Dinas Kesehatan, yang diibaratkan anaknya Kemenkes, tidak pernah melapor. Dan di Kemenkes yang terdaftar hanya dua rumah sakit, sehingga kalau meminta bantuan, sangat sulit karena tidak terdaftar dan tidak berkoordinasi sejak awal,” jelasnya.

“Sama seperti kita membangun universitas juga harus melaporkan ke Dikti (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi). Apalagi ini sarana kesehatan,” sambungnya.

Dikatakan Iccang, membangun rumah sakit juga tidak bisa langsung menentukan tipe. Sebab yang memberikan tipe adalah Kemenkes. Dengan sudah terdaftarnya RSUD dr Abdul Rivai di Kemenkes, kenapa Berau takut untuk mengembangkan rumah sakit yang ada. Apalagi lahan rumah sakit plat merah tersebut, memiliki luas mencapai 3 hektare. Luasan tersebut lebih besar daripada Rumah Sakit Koja, di Jakarta Selatan.

“Kan kita pengennya cepat. Kalau kita berpikir, kenapa kita tidak fokus saja peningkatan kualitas rumah sakit yang ada,” terangnya.

Ditambahkannya, sesuai dengan pernyataan bupati, yang memungkinkan untuk membangun rumah sakit baru dan mengembangkan RSUD dr Abdul Rivai, mengapa tidak difokuskan salah satu saja. Sebab anggaran daerah juga terbatas dan lebih realistis. Jangan sampai bangunan sudah setengah jadi tapi mangkrak karena tidak ada anggaran. “Kalau tidak tuntas kan saying, sama saja membuang anggaran, apalagi ini pelayanan kesehatan, sangat vital,” katanya.

“Saya sarankan, nanti di rapat anggaran untuk diprioritaskan ke satu saja, ingin membangun atau mengembangkan, kalau saya ikut saran dari Kemenkes, yakni mengembangkan,” ujarnya.

Disebutnya, untuk mengembangkan rumah sakit yang ada saat ini juga tidak melenceng dari visi-misi bupati dan wakil bupati, maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). “Yang terpenting, biayanya lebih murah. Kita juga bisa meminta bantuan (untuk mengembangkan RSUD). Kemenkes juga bilang kepada kami, kok sombong banget Berau. Mau membangun rumah sakit tapi tidak melapor. Justru heran, mengapa yang datang justru lembaga Legislatif bukan Eksekutif,” jelas dia.

Dilanjutkannya, berbicara terkait permasalahan rencana pembangunan rumah sakit di lahan eks PT Inhutani I, hingga saat ini ada permasalahan yang belum selesai. Yakni permasalahan lahan rumah sakit yang berdekatan dengan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Bujangga. Tapi jika memaksa membangun di lahan eks Inhutani, akan menjadi pekerjaan rumah baru bagi Pemkab Berau karena harus memindahkan TPA ke lokasi baru. “Itu butuh anggaran besar lagi untuk pembebasan lahan,” katanya.

“Meski di Inhutani gratis, pemindahan TPA tidak murah, kita harus melakukan pembebasan lahan untuk TPA baru,” pungkasnya.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Camat Samboja Barat Tepis Isu Dugaan Pungli PTSL

Kamis, 25 April 2024 | 18:44 WIB

Sembilan Ribu Anak di PPU Diberi Seragam Gratis

Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB

Pemkot Balikpapan Didesak Fasilitasi Pom Mini

Kamis, 25 April 2024 | 10:00 WIB

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB
X