TANJUNG REDEB – Seksi Konservasi Wilayah I Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim mengamankan satwa liar dilindungi jenis owa dari seorang warga di Kelurahan Sambaliung. Hal itu dilakukan usai mendapat laporan dari warga.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Kaltim, Dheny Mardiono mengatakan, pihaknya telah mendapatkan laporan dari masyarakat jika ada yang memelihara owa. Sehingga, petugas BKSDA pun langsung mendatangi masyarakat yang memelihara tersebut.
“Owa tersebut sudah berada dalam pengawasan petugas BKSDA Kaltim untuk dilakukan rehabilitasi, dan dilepasliarkan kembali ke habitatnya,” jelasnya kepada awak media beberapa waktu lalu.
Saat diamankan, masyarakat yang memelihara owa tersebut mengaku memelihara owa karena menyerang anak kecil dan menyebabkan luka yang cukup parah.
"Ternyata telah memakan korban, kami kira monyet yang dipelihara, ternyata owa,” kata pemilik Owa tersebut.
Setelah didatangi petugas BKSDA, ia pun memberikan pemahaman kepada pemilik owa, bahwa hewan tersebut merupakan satwa langka dan dilindungi Undang-Undang.
"Pemiliknya juga menyadari kesalahannya, dan tidak keberatan menyerahkan owa itu ke BKSDA," jelas Dheny.
Saat dilakukan pemeriksaan, ternyata Owa tersebut berjenis kelamin jantan dewasa dan didapat dari kerabatnya yang berada di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara (Kaltara). “Ternyata sudah lama pemiliknya memelihara Owa ini,” ungkapnya.
Terkait sifat agresif yang berujung penyerangan itu, Dheny menjelaskan sudah menjadi sifat alami owa yang merupakan satwa liar. Penyerangan itu, dilakukan merupakan bentuk pertahanan dari satwa liar, apabila merasa terganggu dan terancam.
"Kita tidak bisa memelihara satwa liar, karena tidak tahu seperti apa cara satwa tersebut menyerang,” tegasnya.
Hal ini juga diharapkanya dapat menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat yang masih memelihara satwa liar, khususnya yang dilindungi oleh undang-undang.
Dirinya juga mengimbau, masyarakat yang masih memelihara satwa liar dilindungi dapat menyerahkannya ke BKSDA Kaltim. "Sejinak apapun atau selama apapun satwa itu dipelihara, tetap memiliki sifat liar, dan buas," tuturnya.
Selain itu, pihak yang menangkap, memelihara, menyimpan, memperjualbelikan (eksploitasi) satwa yang dilindungi dan terancam punah, disebutnya dapat dikenakan pidana. Hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya (BKSDAE).
"Sanksi pidana bagi orang yang sengaja melanggar adalah hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun (Pasal 21 Ayat 2 UU Nomor 5/1990), serta denda paling banyak 100 juta rupiah (Pasal 40 Ayat 2 UU Nomor 5/1990)," pungkasnya.(aky/arp)