Menghadapi Ancaman Krisis Pangan

- Jumat, 19 Agustus 2022 | 21:59 WIB
Rakhmadi Pasarakan, S.Hut, M.Sc
Rakhmadi Pasarakan, S.Hut, M.Sc

KENAIKAN dan kelangkaan bahan pangan tertentu di dunia sudah mulai terjadi. Perang antara Ukraina dan Rusia, dinilai menjadi salah satu faktor pendorong kenaikan harga dan kelangkaan ketersediaan bahan pangan.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) tercatat sudah beberapa kali menyinggung soal kelangkaan bahan pangan ini. Jokowi menyebut 107 negara terdampak krisis. Sebagian di antaranya diperkirakan jatuh bangkrut.

Diperkirakan 553 juta jiwa terancam kemiskinan ekstrem, dan 345 juta jiwa terancam kekurangan pangan dan kelaparan.

Hal ini juga ditegaskan kembali dalam pidato Presiden Jokowi di Sidang Tahunan MPR 2022. Ini menggambarkan kerisauan Presiden tentang tantangan yang akan dihadapi Indonesia. Khususnya tentang ketersedian pangan yang harus dijaga pemerintah.

Sebelumnnya, Presiden dalam pidato pembukaan Rapat Kerja Nasional Pembangunan Pertanian Tahun 2021 di Istana Negara, meminta penyelesaian food estate agar dapat dimanfaatkan untuk penanaman produk pertanian di lahan yang luas.

Topik ketahanan pangan nasional menjadi bahasan strategis dalam pembangunan nasional, karena dimensi pengaruhnya yang sangat luas ke sektor politik, ekonomi, dan sosial sebuah negara. Dengan kata lain, dapat diartikan stabilitas suatu negara, tergantung pada kecukupan pangan nasional sebagai salah satu faktor yang memengaruhinya.

Menyadari pangan menjadi hal yang sangat strategis, maka Presiden menerbitkan Peraturan Presiden No. 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional, sehingga urusan pangan bukan lagi di bawah Menteri Pertanian, melainkan menjadi lembaga yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung dengan presiden.

Kabupaten Berau sebagai penyangga Ibu Kota Negara (IKN), diharapkan memberikan kontribusi dalam penyiapan pangan. Namun pada saat ini, sebagian besar komoditas pangan dipasok dari daerah lain. Ketergantungan pangan dari luar daerah ini, tentu tidak baik bagi ketahanan pangan Berau.

Sebenarnya sejak tahun 2012, Berau merupakan daerah yang diharapkan bisa menjadi lokasi pengembangan food estate. Yang dicanangkan Kementerian BUMN. Setidaknya, ada 2 perusahaan yang cukup serius untuk mengembangkan food estate, yakni PT Bosowa dan PT Sang Hyang Seri. Namun hal ini belum dapat terealisasi.

Walaupun memiliki daerah yang cukup luas, bukan berarti bisa dapat dengan mudah untuk mencari areal food estate.

Kabupaten Berau merupakan daerah yang sekitar 75% areal kawasan budi daya kehutanan, yang belum memungkinkan diberikan izin untuk kegiatan nonkehutanan. Sementara pada areal penggunaan lain, sisanya sebagian besar juga dikelola oleh perusahaan-perusahaan swasta besar, untuk kegiatan perkebunan kelapa sawit dan bahkan ada juga untuk kegiatan pertambangan batu bara.

PT Berau Coal sebagai pemilik lahan tambang batu bara terbesar di Kabupaten Berau akan berakhir pada tahun 2025. Tentu saja kita berharap pascaberakhirnya PT Berau Coal, lahan yang ada dapat digunakan untuk pengembangan ketahanan pangan, walaupun tentu saja PT Berau Coal memiliki strategi untuk “tidak melepas begitu saja” areal yang sudah sekian tahun dikelolanya.

Pemerintah Kabupaten Berau juga harus memikirkan jangka panjang ketahanan pangan untuk mengembangkan komoditas pangan lokal, dalam rangka menghilangkan ketergantungan pangan dari luar daerah. Kita lihat saja nanti tahun 2025 pascaberakhirnya PT Berau Coal.

Penghijauan untuk Pangan

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

DPRD Berau Soroti Ketahanan Pangan

Sabtu, 27 April 2024 | 08:57 WIB

Kampus dan Godaan Rangkap Jabatan

Sabtu, 27 April 2024 | 08:44 WIB

Camat Samboja Barat Tepis Isu Dugaan Pungli PTSL

Kamis, 25 April 2024 | 18:44 WIB

Sembilan Ribu Anak di PPU Diberi Seragam Gratis

Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB
X