TANJUNG REDEB – Badan Pusat Statistik (BPS) Berau merilis persentase angka putus sekolah kelompok usia 7-12 tahun dan 13-15 tahun. Di mana persentase putus sekolah sudah tergolong rendah. Namun berbanding terbalik untuk kelompok usia 16-18 tahun.
Kepala Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik, Badan Pusat Statistik (BPS) Berau, Lita Januarti Hakim menjelaskan, kelompok usia 7-12 yang umumnya adalah jenjang SD. Lalu kelompok usia 13-15 tahun yang umumnya adalah jenjang SMP di Kabupaten Berau. Dari kedua kelompok tersebut, angka putus sekolah sudah tergolong rendah. “Sudah cukup baik dari tahun ke tahun,” katanya.
Sementara pada kelompok usia 16-18 dan 19-24 tahun, disebut Lita persentase putus sekolah masih cukup tinggi. Ia mencontohkan pada tahun 2021, kelompok usia 16-18 memiliki angka putus sekolah sekitar 18 orang dari 100 penduduk.
Semakin tinggi angka putus sekolah pada kelompok usia ini, dijelaskannya menggambarkan bahwa kondisi pendidikan pada kelompok usia yang umumnya adalah jenjang SMA masih kurang baik dan belum merata.
Meski angka tersebut mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, namun harus tetap dikontrol agar tidak ada lagi murid yang putus sekolah. Tingginya angka putus sekolah di usia ini juga memberi indikasi akses pendidikan pada kelompok usia ini masih kurang maksimal.
Seperti diketahui sarana pendidikan jenjang SMA di Berau berjumlah 36 unit. Namun lokasinya belum merata, sehingga hal ini menyebabkan akses penduduk dari 110 kampung dan kelurahan masih cukup terbatas untuk mengikuti pendidikan jenjang SMA.
“Jumlah sekolah juga terbatas, seharusnya ada penambahan sekolah khusus untuk SMA atau SMK,” bebernya.
Pada usia 19-24 tahun, angka putus sekolahnya sangat tinggi, yakni mencapai 85 per 100 penduduk di tahun 2021. Hal ini mengindikasikan bahwa banyak penduduk usia 19-24 yang berhenti mengenyam pendidikan setingkat perguruan tinggi.
Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi dapat disebabkan faktor dari dalam diri sendiri, misalnya tidak cocok dengan jurusan yang diambil, tidak ada motivasi melanjutkan atau faktor eksternal seperti kondisi ekonomi, ketersediaan fasilitas belajar mengajar yang memadai, letak geografis, dan sebagainya.
Alasan lain yang mungkin menjadi faktor tingginya angka putus sekolah kelompok usia ini adalah kecenderungan penduduk dengan ekonomi rendah yang memilih langsung bekerja untuk membantu meringankan perekonomian keluarga daripada melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. “Ini yang seharusnya bisa dipikirkan bersama,” katanya.
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Berau, Yudi Artangali menegaskan, akan terus berupaya menjangkau anak hingga seluruh pelosok Bumi Batiwakkal, sehingga tidak ada lagi anak usia sekolah yang tidak mengenyam pendidikan.
Lanjutnya, di Kecamatan Kelay terdapat data beberapa anak yang tidak bersekolah. Disdik Berau terus berupaya meningkatkan sarana dan prasarana sekolah, termasuk ruang kelas sehingga cukup untuk menampung anak didik di sekitar sekolah, khususnya yang berada di daerah perkampungan.
“Kita akan terus penuhi sarana dan prasarananya demi peningkatan fasilitas di sekolah. Jadi, tidak ada lagi alasan untuk anak-anak yang tidak sekolah,” ucapnya.
Begitu juga dengan kualitas sarana dan prasarana sekolah yang berada di daerah kepulauan, seperti di Pulau Maratua saat ini kondisinya sudah lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Perubahan skema penerimaan menjadi sistem zonasi diakuinya menjadi kendala dalam penerimaan peserta didik, khususnya di Kecamatan Tanjung Redeb, sehingga ada kasus beberapa anak yang tidak dapat tertampung oleh pihak sekolah.
“Namun dengan upaya kita menambah ruang kelas di sejumlah sekolah, kita harap pemerataan kualitas pendidikan menjadi tercapai,” jelasnya.
Ia menambahkan, pihaknya sangat mendukung program bupati Berau dalam memberikan seribu laptop pada guru, hingga pemberian beasiswa pada murid untuk memenuhi standar minimum pelayanan pendidikan di Bumi Batiwakkal.
“Menjadi prioritas utama kami dalam mendukung program Bupati Berau dalam meningkatkan kualitas pendidikan untuk anak didik dan hampir 100 persen mendekati ketiadaan anak didik yang tidak sekolah,” tandasnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Kaltim, Muhammad Kurniawan, di mana pemerataan kualitas pendidikan di Kalimantan Timur saat ini masih menjadi Pekerjaan Rumah (PR) yang harus segera selesaikan.
Disebutkan Kurniawan, pihaknya memprioritaskan sekolah yang berada di pedalaman. Dirinya juga telah membuat skema peningkatan sekolah melalui pembangunan ruang belajar, laboratorium, hingga pengadaan meja dan kursi.
“Saya punya program yakni membagikan 31 kendaraan operasional untuk sekolah yang berada di kawasan Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal (3T),” terangnya.
“Salah satunya kita berikan ke SMK 6 Berau yang ada di Kampung Merancang, kita berikan ke sekolah agar semangat karena fasilitas sekolah bertambah, intinya kita ingin menyamaratakan mutu pendidikan di Kalimantan Timur,” lanjutnya beberapa waktu lalu. (hmd/arp)