LANGKAH Makmur HAPK menyoal pergantian dirinya dari kursi Ketua DPRD Kaltim belum berakhir. Upaya hukum tertinggi kasasi ke Mahkamah Agung (MA) ditempuh.
Saat ditemui di kediaman pribadinya di Jalan Mawar, Tanjung Redeb, Berau, Makmur menjelaskan bahwa pergantian rotasi dalam organisasi adalah hal yang biasa baginya. Asal itu dilakukan sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), petunjuk pelaksana (Juklak) dan lainnya. “Selama kami menjadi ketua dewan, tidak satupun surat peringatan yang kami terima kalau ada kesalahan, baik lisan ataupun tertulis. Artinya penggantian ini tidak dilandasi ketentuan, padahal ada aturan yang harus dipedomani,” jelasnya.
Untuk itu, upaya hukum yang dilakukannya demi memberi contoh yang baik dalam berorganisasi, sesuai hak sebagai anggota partai sebagaimana diatur dalam pasal 72 AD/ART Partai Golkar, yang menyebutkan penyelesaian perselisihan hukum dilakukan melalui: “Satu melalui Mahkamah Partai, Arbetrasi, dan peradilan,” katanya.
Langkah tersebut pun telah ditempuh. Dengan mengajukan keberatan melalui Mahkamah Partai. Sebab ada tuduhan dari Dewan Pengurus Daerah (DPD) Golkar Kaltim maupun Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar, dirinya dianggap tidak pernah hadir dalam rapat sebanyak 37 kali. Sementara masa kepengurusan DPD Golkar Kaltim di bawah pimpinan Rudi Mas’ud baru berjalan sekitar satu tahun. “Kalaupun setiap bulan rapat, berarti baru 12 kali,” urainya.
“Begitu juga kalau kita perhatikan syarat-syarat seorang menjadi Ketua DPRD sesuai dengan juklak, petunjuk organisasi, AD/ART antara lain: unsur pengurus harian DPD 1 (Kaltim) seseuai dengan tingkatan, pernah menjadi anggota DPRD, pendidikan S1, memberikan prioritas kepada calon yang mendapatkan suara yang memenuhi bilangan pembagi, memenuhi ketentuan perundang-undangan, tidak pernah menjadi anggota partai politik lain,” sambung dia.
Dalam hal tersebut, Makmur yang merupakan Ketua Harian DPD Golkar Kaltim, termasuk sebagai anggota DPRD Kaltim peraih suara terbanyak, yakni 38.000 suara. Sementara penggantinya adalah Hasanuddin Mas’ud, Ketua DPD Golkar Kutai Kartanegara. “Kakak kandung Rudi Mas’ud,” ungkapnya.
Upaya ke Mahkamah Partai itulah yang ingin dicontohkannya kepada kader-kader muda Golkar, agar AD/ART dan aturan lain harus dipatuhi. “Tapi dalam penggantian ini, justru ini terjadi sebaliknya. Para elite Partai Golkar melanggar produk hukum yang dibuatnya sendiri,” katanya.
Langkah ke Mahkamah Partai juga ditempuh sesuai amanat Undang-Undang (UU) Partai Politik dan aturan yang lainnya. “Apabila tidak selesai di Mahkamah Partai, maka berhak mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri. Ini juga diamanatkan dalam UU partai politik,” jelas Makmur.
Dalam prosesnya, gugatan yang diajukannya diterima di tingkat pertama Pengadilan Negeri. Karena ujar dia, tergugat tidak mampu menyajikan fakta tuduhan tersebut, sehingga para hakim berkesimpulan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, memenangkan gugatan kami. Yakni, tergugat 1, 2 dan 3, perbuatan yang dilakukannya, perbuatan melawan hukum. Putusan yang dibuat oleh tergugat 1, 2 dan 3 tidak mempunyai kekuatan hukum. Surat keputusan sebagai Ketua DPRD Kaltim berlaku sampai berakhirnya masa jabatan anggota DPRD Kaltim sampai berakhirnya masa jabatan tahun 2024.
Tapi Pengadilan Tinggi Kaltim, membatalkan putusan Pengadilan Negeri Samarinda dalam tahap banding. “Kami tidak kaget. Kita bisa membayangkan, belum banding dan kasasi saja, tentunya keputusan Pengadilan Negeri yang memenangkan kami belum dibaca, Ketua Pengadilan Tinggi belum bersedia melantik (Hasanuddin Mas’ud sebagai Ketua DPRD Kaltim), karena harus berkonsultasi dengan Mahkamah Agung,” katanya.
Tapi hanya berselang 5 jam dari belum bersedianya Ketua Pengadilan Tinggi melakukan pelantikan, ada fatwa Mahkamah Agung yang disampaikan melalui sambungan telepon kepada Ketua Pengadilan Tinggi Kaltim, untuk melantik Hasanuddin Mas’ud sebagai Ketua DPRD Kaltim.
“Ini yang sungguh aneh, penegakan hukum di negeri kita ini. Padahal keputusan belum inkrah dan unsur pimpinan DPRD pernah mengadakan pertemuan dan bertanda tangan, menyatakan sebelum ada keputusan inkrah, tidak boleh diadakan pergantian pimpinan dewan. Termasuk Kementerian Dalam Negeri yang melanggar produk hukumnya sendiri, yang mengeluarkan surat keputusan, walaupun belum inkrah,” ungkap Makmur.
Makanya, sebagai warga negara yang patuh hukum, dirinya menempuh kasasi sesuai dengan tingkatannya. “Mudah-mudahan para Hakim Agung dalam membuat keputusan yang benar adalah benar, yang salah adalah salah. Supaya dapat menjadi contoh bagi para hakim di negeri ini, karna masih banyak yang baik-baik,” harapnya.
Hal tersebut sengaja dikemukakannya agar yang menjadi komitmen bersama bahwa hukum adalah panglima tertinggi, bukan sekadar manis di bibir saja. Tapi betul-betul ditegakkan, agar apa yang mejadi harapan masyarakat selama ini, hukum adalah tempat berlindung dapat dilihat dengan kenyataan.
“Mari kita buka kembali pernyataan-pernyataan Prof dr Sahetapy, ahli hukum kriminologi, supaya menjadi renungan kita. Apa yang diungkapkan beliau sering menjadi kenyataan, supaya bangsa ini tidak terlalu jauh dibawa sesat untuk mencapai tujuan,” terangnya.
Dalam proses penggantian, Makmur sebagai kader Golkar selama 35 tahun, betul-betul merasa tidak dihargai. “Kami tidak minta dibela, tetapi letakkanlah persoalan ini dengan diuji aturan yang kita pedomani. Jangan sampai jargon Golkar, ‘Suara Rakyat Suara Golkar” sekadar list service semata. Kalau ada kesalahan kader-kader kita, mari kita duduk dan berkomunikasi yang baik,” katanya.
Apalagi selama di Golkar, Makmur tidak pernah mencederai organisasi, bahkan sebaliknya. Makmur turut serta membesarkan Golkar. “Begitu juga selama menjadi PNS dan pejabat negara kurang lebih 35 tahun, saya berusaha menjaga, jangan sampai mencemarkan nama baik organisasi,” ungkapnya.
Makmur mengakui, sebagai manusia biasa memang tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan. “Namun kami selalu berupaya menjaga, agar tidak menyalahgunakan jabatan, seperti berhutang dan lain-lain,” terangnya.
Menurutnya, justru seharusnya Golkar menjadi contoh dan turut serta membangun bangsa ini. Terutama para elite-elite partai dalam menjalankan organisasi, harus dilandasi etika moral. “Kalau yang terjadi selama ini, bagaimana nanti ke depan jika partai ini dipercaya memimpin bangsa. Semoga yang saya kemukakan ini, menjadi ketukan hati nurani dan instropeksi bagi masing-masing,” pungkasnya.
Sebelumnya, kuasa hukum Makmur HAPK, Ricky Irvandi, menuturkan, majelis hakim tinggi punya pertimbangan mengapa menyulih rupa putusan pengadilan negeri yang terbit pada 6 September 2022, dan mengadili sendiri sengketa Makmur HAPK melawan DPP Golkar, DPD Golkar, Fraksi Golkar di DPRD Kaltim, dan Hasanuddin Mas`ud tersebut. Di Pengadilan Negeri Samarinda, sengketa bernomor 2/Pdt.G/2022/PN Smr dimenangi Makmur HAPK. Sementara empat pihak yang merotasinya dalam pergantian antarwaktu (PAW) ketua DPRD Kaltim dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum.
Selain itu, Pengadilan Negeri Samarinda dalam putusannya juga menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum terhadap Surat Keputusan tergugat I Nomor: B-600/GOLKAR/VV2021 tanggal 16 Juni 2021 tentang Persetujuan Pergantian Antarwaktu Pimpinan DPRD Provinsi Kalimantan Timur Sisa Masa Jabatan 2019-2024. Kemudian, surat tergugat II Nomor: 108/DPD/Golkar/KT/II/2021 tanggal 15 Maret 2021 perihal Permohonan Persetujuan Pergantian Pimpinan DPRD Provinsi Kalimantan Timur Masa Jabatan 2019-2024. Dan, surat Nomor: 002/A 201/FPG-LPRMI1/2021 perihal Usulan Pergantian Ketua DPRD Kalimantan Timur 2019-2024 sebagaimana disebutkan dalam pertimbangan surat Tergugat II Nomor: 108/DPD GOLKARYKT/II/2021 tanggal 15 Maret 2021.
“Perlu baca utuh dulu. Apa saja pertimbangannya, dikaji kenapa putusan PN dianulir, baru ambil sikap kasasi atau tidak,” tuturnya.
Terpisah, kuasa hukum Golkar Lasila mengaku masih menunggu putusan lengkap banding tersebut. “Belum dapat lengkapnya. Tadi (beberapa waktu lalu), saya sempat ke PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) Pengadilan Negeri Samarinda tapi belum tersedia. Masih proses pengiriman,” akunya.
Soal peluang kasasi yang mungkin saja diajukan kubu Makmur, sebut dia, merupakan hak yang harus dihormati. “Kami hormati proses yang akan terjadi. Apakah kasasi atau tidak,” imbuhnya. Sebelumnya, Sekretaris DPD Golkar Kaltim Husni Fahruddin Ayub menegaskan, gugatan kedua Makmur ini tak memengaruhi pada keputusan lembaga negara apapun lantaran sengketa politik antara Golkar dan Makmur terkait PAW ketua DPRD Kaltim sudah inkrah awal 2022 lalu dengan putusan Niet Ontvankelijke Verklaard atau NO alias cacat formil. (aky/kpg/udi)