Pemilik Lahan Keberatan

- Kamis, 8 Desember 2022 | 01:46 WIB
DIKELUHKAN PEMILIK LAHAN: Masyarakat mengeluhkan aktivitas pertambangan di lingkungannya, karena telah memutus fasilitas jalan dengan pembangunan saluran yang dilakukan perusahaan.
DIKELUHKAN PEMILIK LAHAN: Masyarakat mengeluhkan aktivitas pertambangan di lingkungannya, karena telah memutus fasilitas jalan dengan pembangunan saluran yang dilakukan perusahaan.

TANJUNG REDEB – Masyarakat pemilik lahan di kawasan Prapatan, Tanjung Redeb, berinisial Wj, mengeluhkan adanya aktivitas pertambangan di lingkungannya. Sebab aktivitas tambang disebut telah merusak jalan yang merupakan fasilitas umum, termasuk patok lahan miliknya yang ikut hilang karena adanya aktivitas pertambangan.

Ditemui di kediamannya kemarin (7/12), Wj mempertanyakan acuan aturan yang digunakan perusahaan pertambangan tersebut. Sebab sepengetahuannya, ada ketentuan buffer zone atau sabuk hijau yang mengatur jarak minimal aktivitas pertambangan dengan permukiman, fasilitas umum (fasum), maupun lahan milik masyarakat. “Yang saya tahu, jarak minimalnya 200 meter. Tapi ini persis di samping tanah kami, bahkan jalan umum yang sebelumnya ada, malah dirusak,” ungkapnya.

Yang menjadi pertanyaannya selanjutnya, dengan perusakan fasum yang telah dilakukan, siapakah yang telah memerintahkannya? “Tanah milik masyarakat juga ikut dirusak. Menghilangkan patok, itu ‘kan masuk perusakan. Siapa sebenarnya yang menyuruh? Siapa yang meminta? Ini hal penting, jangan seenak-enaknya saja. Artinya, siapapun yang menyuruh atau memerintahkan ini, kami selaku pemilik lahan keberatan,” tegas Wj.

Akibatnya, tak ada lagi akses jalan menuju lahan milik Wj. Dirinya yang sebelumnya tak kesusahan untuk mengecek lahannya, kini sudah tidak bisa karena akses jalan yang terputus. Diputus dengan pembangunan saluran yang diduga dilakukan perusahaan tambang, tanpa ada koordinasi dengan pemilik lahan di sekitarnya.

“Saya memang sering mendengar beberapa kali keluhan masyarakat, bahwa tanah mereka dilakukan land clearing tanpa sepengetahuan atau tanpa persetujuan masyarakat. “Ternyata keluhan itu benar, karena kami merasakannya sendiri. Intinya kami tidak terima,” ungkapnya.

Apa yang menjadi tuntutannya? Ditanya demikian, Wj hanya meminta pihak perusahaan melakukan aktivitas pertambangan taat dengan aturan. “Makanya kami akan meminta untuk mengecek amdalnya (analisis mengenai dampak lingkungan), mempertanyakan amdalnya. Kemudian mempertanyakan kaitan dengan koordinat tambangnya. Kan bisa dilihat, areal tambangnya, di mana titiknya. Jangan berbicara sudah dibebaskan bisa ditambang, semua ada aturannya,” jelas dia.

Ditegaskannya, dalam melaksanakan aktivitas pertambangan, walau pihak perusahaan sudah membebaskan 99,9 persen lahan masyarakat, namun masih ada 0,01 persen yang belum dibebaskan, perusahaan tetap harus mengikuti aturan. Ada area buffer zone dari lahan milik masyarakat, termasuk jarak dengan fasum. “Semua ada aturannya. Aturan itu yang ditaati, jangan menggampangkan, kalau rusak nanti diganti. Cara-cara begitu, masyarakat sudah sering mendengar, dan ini memang kejadian. Artinya, cara-cara mereka menambang ini tidak humanis,” ungkapnya.

Disebutkannya, lahan tersebut dibelinya sejak tahun 2020 lalu dengan dasar sertifikat hak milik. Sejak lahan seluas 4.863 meter persegi tersebut dibelinya, jalan dengan lebar sekitar 6 meter yang menjadi fasilitas umum di lingkungan tersebut sudah ada. “Sudah ada badan jalannya, tinggal ditingkatkan aja. Memang dulu saya ke sana hanya bisa pakai motor, mobil belum bisa masuk,” ungkapnya.

“Tapi waktu hari Minggu (4/12) lalu saya ke sana lagi, sudah tidak ada jalannya. Malah saya diusir sama pengawas tambangnya. Dari kejauhan saya dilihatnya, disuruh pergi. Tapi saya tetap masuk, justru saya tanyakan, kenapa menambang di sebelah fasilitas umum,” sambungnya.

Ditegaskannya, dirinya tidak ingin mencamuri urusan teknis dari aktivitas pertambangan tersebut, asal mematuhi aturan. “Kalau terus seperti ini, saya berpikir untuk meneruskan masalah ini. Artinya berbicara proses di daerah, kita akan kerjakan. Kita berbicara proses sampai ke pusat, kalau memang perlu, akan kita sampaikan juga ke Kementerian LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dan ESDM (Kementerian Energi Sumber Daya Mineral),” jelas Wj.

Coba dikonfirmasi, pihak perusahaan belum memberikan penjelasan detail. “Kami pastikan dulu di internal mas. Nanti kami informasikan lagi,” singkat salah satu staf perusahaan yang tidak bersedia identitasnya disebutkan. (aky/udi)

Editor: uki-Berau Post

Rekomendasi

Terkini

Pemkot Balikpapan Didesak Fasilitasi Pom Mini

Kamis, 25 April 2024 | 10:00 WIB

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB

Stadion Batakan Segera Dilengkapi Lapangan Latihan

Selasa, 23 April 2024 | 13:22 WIB
X