Korban Kekerasan Harus Berani Melapor

- Sabtu, 7 Januari 2023 | 01:43 WIB
Syarifatul Syadiah
Syarifatul Syadiah

TANJUNG REDEB – Wakil Ketua I DPRD Berau Syarifatul Syadiah, turut berpendapat mengenai fenomena banyaknya korban kekerasan hingga pelecehan seksual, yang enggan melapor ke aparat kepolisian.

Menurutnya, tindak kekerasan tidak sekadar kekerasan fisik semata. Kekerasan verbal hingga pelecehan seksual juga termasuk sebagai tindakan pelanggaran hukum. Namun disayangkan, masih banyak korban yang enggan melaporkan kekerasan yang diterima, karena merasa malu atau takut. Sehingga terus membiarkan dirinya menjadi samsak hidup dan seolah membiarkan pelaku leluasa melakukan aksinya.

 “Ini yang harus diubah. Jangan dibiarkan saja, harus berani bersuara,” ujarnya kepada awak media, beberapa waktu lalu.

Sebagai seorang perempuan, Syarifatul tentu tidak ingin lebih banyak lagi perempuan yang menjadi korban kekerasan. “Saatnya kaum perempuan berani bersuara,” katanya.

Sekretaris DPD Golkar Berau yang akrab disapa Sari ini tidak menampik, peran orangtua dalam melakukan pengawasan terhadap anaknya juga penting. Sebab juga banyak ditemukan aksi kekerasan yang melibatkan anak di bawah umur, terutama kekerasan seksual bagi anak perempuan yang menjalin kasmaran. “Kekerasan dalam pacaran seperti fenomena gunung es. Korban malu untuk bercerita, akhirnya hanya bisa memendam sendiri dan bisa berpengaruh pada psikologis korban juga,” terangnya.

“Makanya peran orangtua sangat dibutuhkan, bagaimana mengawasi perkembangan anak. Apalagi saat ini, budaya barat sudah terlalu jauh masuk Indonesia, termasuk Berau. Batasan-batasan pacaran sudah jarang terlihat,” sambungnya.

Ia juga meminta dengan tegas, peran aparat, bisa menertibkan muda-mudi yang masih nongkrong di luar rumah hingga larut malam. Diakuinya, peran ketua RT juga masih minim dalam melakukan pengawasan di lingkungannya.

“Warga dan RT juga harus berperan aktif, begitu juga aparat penegak perda,” tegasnya.

Sari menambahkan, sebagian besar korban kekerasan domestik merupakan perempuan. Kekerasan domestik umumnya dapat digolongkan menjadi kekerasan terhadap istri (KTI), kekerasan terhadap anak perempuan (KTAP), kekerasan mantan suami (KMS), kekerasan dalam pacaran (KDP), kekerasan mantan pacar (KMP), maupun kekerasan yang terjadi pada pekerja rumah tangga.

“Faktor utama yang menyebabkan korban enggan membuka suara adalah rasa takut terhadap ancaman pelaku. Pelaku kekerasan domestik biasanya mengancam akan memberikan perlakuan lebih keji jika korban berani memberitahu orang lain,” jelasnya.

Dijelaskan Sari, pelaku biasanya juga bukan orang jauh dari korban. Ini yang membuat korban enggan melapor. Fenomena ini menjadi pekerjaan rumah penting yang harus bisa diselesaikan. Agar tidak terjadi kembali dan memberikan efek jera terhadap pelaku.

“Jangan takut bersuara, jika dibiarkan, tidak ada efek jera,” pungkasnya. (hmd/udi)

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Camat Samboja Barat Tepis Isu Dugaan Pungli PTSL

Kamis, 25 April 2024 | 18:44 WIB

Sembilan Ribu Anak di PPU Diberi Seragam Gratis

Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB

Pemkot Balikpapan Didesak Fasilitasi Pom Mini

Kamis, 25 April 2024 | 10:00 WIB

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB
X