TANJUNG REDEB – Ketua Komisi I DPRD Berau, Feri Kombong, turut merespons kisruh antara guru dan kepala sekolah di SMA 10 Batu Putih. Menurut Feri, hal ini menjadi rapor merah bagi dunia pendidikan di Bumi Batiwakkal.
Dirinya sangat menyayangkan hal ini. Seharusnya kata Feri, tenaga pendidik memberikan contoh yang baik kepada muridnya, bukan sebaliknya. Yang paling disayangkannya juga, yakni anak didik tentu menjadi korban atas insiden itu.
“Itu yang saya dengar murid terpaksa tidak belajar karena kisruh tersebut, ini rapor merah dunia pendidikan Berau,” tegasnya saat diwawancara, kemarin (16/1).
Politikus Gerindra ini menegaskan, permasalahan ini tentu juga berpengaruh pada mental anak didik. Seharusnya kisruh yang terjadi bisa diselesaikan secara internal. Dan tidak lepas tanggung jawab dalam kegiatan belajar mengajar. “Ini yang korban siapa? Ya pelajar,” bebernya.
Hal senada disampaikan oleh Anggota Komisi II DPRD Berau, Darlena. Dia cukup terkejut dengan adanya kejadian tersebut, terlebih terjadi di daerah pemilihan (Dapilnya). Dia menilai apa yang terjadi seharusnya bisa diredam, dan tidak melibatkan murid.
“SMA 10 itu baru pertama kali terjadi. Saya juga baru dengar,” katanya.
Dia berharap ke depannya tidak ada lagi kejadian seperti ini. “Kasihan anak-anak jadi korban. Mereka tidak tahu-menahu apa yang terjadi tapi jadi korban. Dinas terkait harus bisa ambil sikap akan kejadian seperti ini. Agar tidak terulang kembali,” tekannya.
Sementara itu, Kepala Cabang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim, Wilayah VI Kabupaten Berau, Juanita Sari, mengatakan, dirinya sudah mengirim pengawas ke lapangan atas nama Widodo. “Hubungi Pak Widodo ya. Saya masih rapat di Samarinda,” ujarnya.
Adapun Widodo, mengatakan, usai melaksanakan pertemuan kemarin didapati baik guru maupun orangtua ingin kepala sekolah tersebut untuk diganti. “Iya inginnya begitu. Tapi keputusan ada di pimpinan. Kami hanya menyampaikan saja,” katanya.
Lanjutnya, awal mula permasalahan ini terjadi karena kepala sekolah dianggap sewenang-wenang dan tidak konsisten dalam mengambil suatu kebijakan, sehingga merugikan guru.
“Jadi awal mulanya itu. Tapi sekarang kami minta guru kembali mengajar dan mereka mau,” ungkapnya. (hmd/sam)