Gong Xi Fa Cai

- Senin, 23 Januari 2023 | 00:50 WIB
-
-

“Xie xie, Pak Daeng,” itu jawaban teman yang tinggal di Jakarta. Saya memberi ucapan selamat merayakan Imlek melalui pesan WhatsApp. Seperti dia memberi ucapan Idulfitri, setiap lebaran.

Hari minggu (22/1) pagi hingga menjelang siang, udaranya sejuk. Kata teman, ini cuaca terakhir di hari raya Imlek. Biasanya jadi pertanda, setelah Imlek akan berakhirnya musim penghujan.

Semua toko dan rumah warga yang merayakan Imlek, pintunya masih tertutup. Ada jejeran kendaraan di depan rumah. Mungkin di pagi perayaan, menjadi kunjungan antarkeluarga. Belum ada yang ‘open house’.

Bersama teman-teman wartawan, bertemu di kediaman Pak Agus Tantomo yang menggelar open house Imlek. Suasananya seperti Idulfitri. Banyak tamu dan pejabat ASN yang datang merayakan suasana Imlek bernuansa warna merah.

Saya tak bisa ketinggalan. Ada masakan sup tulang, yang saya tahu itu hasil racikan Pak Agus yang  bertugas sebagai chef. Tidak ragu menikmati semua sajian. Ada sup tulang, ada masakan khas bugis.

Sebagai penutup, Pak Agus menyiapkan kapsul ‘peluntur’ kolesterol yang dibawa saat liburan ke Amerika. Pak Udin, teman saya, yang menikmati tiga mangkuk sup tulang, tak ragu-ragu. “Hajar saja, ada pelunturnya,” kata Pak Udin.

Bagaimana dengan warung Hokky dan warung Pojok. Sama suasananya. Khusus pencinta kopi, istirahat dulu selama sehari. Nanti setelah Imlek, dua warung kopi buka kembali.

Sehari sebelum Imlek, di warung pojok, pemiliknya sibuk menempatkan tebu di pojok rumah. Memang, Imlek ini salah satu yang tidak bisa ketinggalan adalah tebu.

Seorang penulis Lan Fang dalam esai Tebu Imlek, tidak tahu persis kapan tradisi memasang tebu di depan rumah itu dilakukan. Tentu ada maknanya menempatkan tebu. Tebu dianggap simbol kehidupan spiritual.

Ada cerita khusus terkait tebu. Konon, dulu ada seorang putri yang diserang penjahat. Sang putri lari dan bersembunyi di hutan tebu. Pohon tebu yang tumbuh rapat dijadikan tempat persembunyian.

Berapa lama berembunyi? Dari cerita rakyat itu, menyebutkan sang putri bersembunyi selama 15 hari, dan selama itu hanya mengisap sari tebu. Akhirnya berhasil terlepas dari kejaran penjahat.

Mungkin dari cerita rakyat itulah, kemudian ada tradisi menempatkan pohon tebu di pintu rumah setiap menjelang perayaan Imlek. Tebu yang tingginya dua meter. Tebu itu akan tetap pada tempatnya hingga 15 hari ke depan, hingga perayaan Cap Go Meh.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, ketika belum ada pandemi Covid-19, sehari setelah atau di antara Imlek dan perayaan Cap Go Meh, ada atraksi Barongsai. Barongsai itu, berkeliling mengunjungi rumah warga yang merayakan Imlek.

Menyambut kedatangan Barongsai, warga sudah menggantungkan amplop merah alias angpao di depan rumahnya. Angpao itulah yang akan dijemput oleh Barongsai.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kapolres PPU dan KPUD Bahas Persiapan Pilkada 2024

Sabtu, 20 April 2024 | 09:46 WIB

Penerimaan Polri Ada Jalur Kompetensi

Jumat, 19 April 2024 | 14:00 WIB

Warga Balikpapan Diimbau Waspada DBD

Jumat, 19 April 2024 | 13:30 WIB

Kubar Mulai Terapkan QR Code pada Pembelian BBM

Jumat, 19 April 2024 | 13:00 WIB

Jatah Perbaikan Jalan Belum Jelas

Jumat, 19 April 2024 | 12:30 WIB

Manajemen Mal Dianggap Abaikan Keselamatan

Jumat, 19 April 2024 | 08:25 WIB

Korban Diseruduk Mobil Meninggal Dunia

Jumat, 19 April 2024 | 08:24 WIB

Mulai Sesak..!! 60 Ribu Pendatang Serbu Balikpapan

Jumat, 19 April 2024 | 08:19 WIB
X