TANJUNG REDEB – Rencana pemanfaatan cangkang sawit sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Lati direspons Kepala Dinas Perkebunan Berau, Lita Handini.
Menurutnya, rencana tersebut harus dibahas lebih mendalam. Karena mekanisme penggunaannya harus jelas, untuk mengetahui kebutuhannya setiap tahun.
“Hal seperti ini harus dilakukan dengan duduk bersama, antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau, dan pihak dari IPB itu sendiri,” ujarnya kepada Berau Post, Rabu (8/3).
Dengan mengetahui mekanisme dan kebutuhan yang diperlukan, maka pihaknya bisa menilai jumlah cangkang sawit yang ada di Berau sudah cukup atau belum.
“Jangan sampai nanti kebijakan tersebut hanya bertahan di tengah jalan saja,” kata dia.
Karena diakuinya, pabrik kelapa sawit biasanya menggunakan cangkang sawitnya untuk bahan bakar boiler pabriknya. Sehingga, rata-rata seluruh pabrik sudah menggunakan cangkang itu.
“Sehingga kita perlu juga hitung-hitungan berapa kebutuhan mereka (pabrik, red) sehingga sisanya baru bisa direalisasikan ke PLTU,” jelasnya.
Terkait produksi cangkang sawit di Berau selama ini, Lita tidak mengetahui secara secara detail. Pasalnya, karena cangkang sawit masuk kategori limbah, sehingga tidak ada hitung-hitungan terkait cangkang tersebut.
“Itukan limbah, dan selama ini tidak pernah dijual-belikan sehingga kita juga tidak pernah menghitung,” paparnya.
Diberitakan sebelumnya Dirut PT IPB, Najemuddin sebut pihaknya tengah mewacanakan pemanfaatan cangkang sawit sebagai pengganti batu bara sebagai bahan bakar PLTU Lati.
Hal itu dilakukan, untuk mengantisipasi ketika batu bara tidak berproduksi lagi. Namun diakuinya juga, ada sedikit kekurangan dari pengalihan itu, di mana harganya yang lebih mahal.
“Jadi kami dorong Pemkab Berau supaya membuat suatu kebijakan seperti peraturan daerah seperti daerah lain, bahwa cangkang sawit tidak semua bisa dijual keluar, tapi disuplai ke PLTU sebagian,” ujarnya.
Hadirnya aturan itu disebutnya sangat penting, mengingat pengusaha sawit akan lebih memilih menjual ke luar negeri karena harganya akan lebih tinggi, daripada harus menjual ke PLTU.
“Makanya, kalau bisa didorong pemkab dengan perda, yang harapannya pengusaha kelapa sawit ikut berkontribusi menjual cangkang mereka ke PLTU,” bebernya.
Dengan jumlah perusahaan sawit di Berau saat ini menurut Najemuddin, sudah mampu untuk memenuhi kebutuhan PLTU. Berbeda halnya jika adanya penambahan pembangkit.
“Kontribusi perusahaan tambang ke pemda kan tidak bisa mengikat, karena perusahaan tambang kebijakannya di pusat. Kalau perkebunan kan bisa diatur Pemkab. Makanya kita akan dorong ini. Kalau Aceh bisa kenapa Berau tidak bisa,” tegasnya. (aky/arp)