DUA warung kopi dan satu rumah makan. Tiga tempat bergantian dikunjungi hingga siang hari. Yang dibahas temanya beda-beda.
Di warung Pojok, Selasa (14/3), sejak pagi lebih banyak membahas kenangan masa lalu. Kenangan dimana beberapa tokoh menyimpan cerita tak bisa dilupakan.
Sebutlah Pak Murjani (almarhum) putra almarhum Aji Petro. Dia salah seorang aktor Mamanda. Peran yang dimainkan di panggung, sering dia lakukan di luar pentas. Ada yang tertawa, ada juga yang naik tekanannya.
Di warung yang berdekatan dengan komunitas warga Tionghoa, almarhum Murjani sering berbahasa Tiongkok. Menirukan bahasa sehari-hari, warga Tionghoa yang tinggal di sepanjang tepian Sungai Segah.
Dulu, almarhum Nanang Gunadi sempat marah mendengar Murjani menggunakan bahasa Tiongkok, kata Aji. Pelanggan warung pojok yang bekerja di Satpol PP. Beruntung sempat ditengahi, yang membuat Pak Nanang Gunadi mengerti.
Beda dengan Ayah Almarhum Murjani, almarhum Aji Petro. Tokoh masyarakat Gunung Tabur yang juga dikenal sebagai pelukis kaca, terkenal kalem dan tidak banyak bicara. Tampilannya berwiba dengan kopiah tak pernah lepas dari kepalanya.
Saya juga kenal baik dengan Aji Petro. Beliau lah yang merekonstruksi bangunan keraton yang luluh lantah terkena bom. Lewat inspirasi keseniamannya.
Saya sering mengunjungi sanggarnya yang sekaligus tempat tinggalnya di Gunung Tabur. Banyak karya lukisan kacanya yang dikoleksi oleh pejabat. Terutama lukisan kaca pemandangan bawah laut. Sayang, tak ada anak-anaknya yang mewarisi sebagai pelukis kaca.
Mamanda, di masanya sangat populer dan menghibur. Salah seorang pemerannya adalah Pak Murjani, yang selalu mendapat tugas selaku hulubalang. Karena sulit mendapatkan pemeran perempuan, ini menjadi tugas Pak Ideramsyah, menjadi seorang putri dengan segala dandanannya yang mencolok.
Kebetulan Pak Ideramsyah waktu itu bekerja di Departemen Penerangan, sebelum bergabung di Humas Pemkab, dijadikanlah Mamanda sebagai media komunikasi yang menyampaikan pesan-pesan pembangunan. Pentas berkeliling kecamatan.
Ada gagasan teman-teman, kalau Mamanda sesekali aktif kembali. Karena yang sering ikut di Mamanda sudah tak ada lagi. Bisa saja Mamanda dengan para pemain pejabat Pemkab. Bisa saja bupati dan wakilnya ikut bermain. Pak sekda juga bisa. Tinggal mengatur alur ceritanya saja.
Dari warung pojok, ada panggilan Pak Edy Djumantara. Aktivis Partai Golkar yang sering mengutarakan pengamatannya terhadap perkembangan politik di Berau. Saya diajak bergabung di warung nasi kuning di Jalan Pulau Derawan.
Baru saja Pak Rifai (Wakil Ketua DPRD) bulik, kata Edy setibanya saya di warung itu. Sudah sedikit siang. Warung yang memang berdekatan dengan kediaman Pak Rifai, sering juga dijadikan tempat nongkrong Pak Gamalis, Wakil bupati. Sebelum melanjutkan salat di masjid yang jaraknya hanya belasan meter.
Lokasi warung yang berhadapan dengan Sungai Segah, jadi inspirasi dan menjadi tema bahasan di warung. Teh susunya enak. Telur setengah masaknya apalagi. Yang luar biasa itu, lontong sayurnya.
Hari semakin siang. Saatnya menikmati makanan berat. kita makan siang dimana? kata Edy Jumantara. Yang cepat dan praktis saja, kata Pak Is, sahabat kami yang tinggal di Teluk Bayur.
Kalau begitu di rumah makan padang samping Pengadilan Negeri. Sepakat, kami pun bertemu di warung milik Pak Tanjung, petinggi Partai Gerindra. Pesanan kami kompak, ayam pop, rendang dan sambal hijau.
Pas jamnya makan siang. Teman-teman dari Polres dan ASN sekitar tempat itu datang bergantian. Termasuk Pak Yunus mantan anggota DPRD dari PKS yang kini berpindah ke Partai Gelora. Mengikuti jejak Wakil Gubernur Hadi Mulyadi, yang katanya bergabung di Partai Gelora.
Saya lama betul mau bertemu dengan Pak Daeng, begitu kata Pak Yunus. Bertemu dengan saya itu, tak perlu janjian. Tanjung Redeb ini kotanya tidak luas, jawab saya. Saya membayangkan apa kira-kira yang akan disampaikan.
Saya sampaikan, kalau partai yang diikuti sekarang ini sering melanda anak-anak muda. Dan bisa saja menarik khususnya para pemilih yang baru. Kira-kira apa itu, Pak Daeng?, kata Pak Yunus. Di saat menyampaikan orasi, sebut saja inilah partainya anak muda. Partai Gelora 'asmara'. Lalu pecahlah tawa kami [email protected]_daengsikra (*/sam)