Pagi Sore

- Selasa, 21 Maret 2023 | 15:31 WIB
-
-

DUA kali datang, dua kali pula tidak kebagian kursi. Jadi, mohon maaf tak bisa berada di tengah-tengah ramainya pengunjung.

Awal buka, empat atau lima tahun lalu, warung kopi ini masih menempati bilik kecil di bawah pohon dekat tikungan. Bila lebih dari 15 tamu yang datang, maka tamu ke 16 sudah tidak kebagian kursi. Yang lebih dulu datang, duduknya berlama-lama.

Saya berkali-kali datang. Kadang seorang diri, sering pula bersama teman-teman sekantor, sesekali bersama Pak Madri dan Agus Tantomo. Kebetulan, pemilik warung ponakan teman saya. Jadi, pertemuan perdana itu langsung cair saja.

Selalu memilih tempat di luar. Di atas trotoar di bawah pohon mangga. Kalau datangnya pagi, masih bisa ditemani kue yang dijual ibunda sang pemilik warung kopi. Kalau datang sore hari, hanya bisa minum kopi. Ngobrolnya yang lama.

Apa karena hanya buka pagi dan sore, sehingga warung kopi itu namanya Warung Kopi Pagi Sore (WKPS). Memang waktu itu, hanya buka pagi dan sore. Anggap saja, itu yang jadi inspirasi pemiliknya.

Dia ingin punya brand sendiri. Tidak memakai brand yang lain yang sudah terkenal, tapi berbayar. Buktinya, dengan brand sendiri, bisa merangkul para peminum kopi. Para anak muda. Sama dengan pemiliknya yang masih belia.

Teman saya bilang, ada makna di balik penamaan pagi dan sore. Kalau pagi, karena waktu menuju malam masih panjang, kopinya agak strong. Nah, giliran sore, peracik kopinya tidak strong lagi. Lebih enteng. Tidak membuat susah tidur.

Karena pelanggannya semakin banyak, berpindahlah warung kopi ini ke samping tempat awal. Lebih sedikit luas. Kalau memilih duduk di bagian belakang, berhadapan langsung dengan udara terbuka. Di tempat yang barunya, saya lebih suka duduk di belakang.

Keluhan pelanggan memang banyak. Terutama tempat parkir kendaraan. Mengandalkan tepi jalan, lumayan rawan. Jalan beton di depan warung kopi itu, cukup padat lalu lintasnya. Belum lagi kendaraan pengangkut kontainer juga lewat di situ.

Saya tidak pernah berdikusi serius dengan Teguh pemilik warung. Yang saya tahu, dia anak Berau yang lama di Jakarta. Bahkan, dia menikahi gadis asal Banten. Tapi, saya yakin, sepanjang berjualan, ia pasti terus memutar otak. Bagaimana mendapat tempat yang baru.

Penikmat kopi di Berau itu, semakin hari semakin banyak. Ukurannya, dimana warung kopi, khusus di akhir pekan. Pasti semuanya penuh sesak. Berau juga sudah mulai diperhitungkan dalam hal kualitas kopinya. Ada barista yang mewakili Kalimantan ikut semacam lomba di Jakarta.

Mungkin buah dari berpikir kerasnya pemilik WKPS, dia dituntun bisa menempati pojok halaman Hotel Makmur di Jalan Teuku Umar. Beberapa bulan lalu, ketika putra Pak Taupan pesta pernikahan, bangunan itu belum ada.

Yang lebih dulu terlihat, ada kafe yang berdampingan dengan bangunan utama hotel. Selalu ramai pengunjung. Inilah salah satu kafe yang sama sekali belum pernah saya kunjungi. Kenapa ya?

Saya pun kagum, setelah menerima undangan WKPS. Undangan grand opening berbahasa inggris. Nah, akhirnya terjawab cita-cita sang pemilik warung, kata saya dalam hati.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

X