TANJUNG REDEB - Salah satu anggota DPRD Berau Abdul Waris, miliki pandangan berbeda dengan jajaran Komisi II, yang berencana membentuk panitia khusus (pansus) perihal izin PT BAA.
Dia pun mengibaratkan persoalan yang terjadi saat ini, seperti ojek online yang pertama kali masuk ke Berau. Di mana di awal kehadirannya diprotes, namun akhirnya didukung. Saat ini katanya, masyarakat sudah mendukung agar PT BAA tetap beroperasi, karena jelas ada manfaat positif yang telah dirasakan oleh masyarakat setempat.
"Karena jumlah hasil panen sawit di Berau ini rata-rata sekitar 150 ribu, di mana 110 ribu di antaranya milik perusahaan, dan sekitar 30 ribu milik masyarakat. Jadi pertanyaannya, ke mana sawit masyarakat ini kalau tidak ada pabrik mandiri?" ujar Waris.
Menurutnya, mekanisme untuk menutup PT BAA melalui pansus membutuhkan waktu yang panjang. Hal itu belajar dari pansus PDAM yang meminta direktur PDAM dipecat, tapi sampai sekarang tidak juga dipecat. "Sekarang ada wacana harus menutup BAA, yang jelas ada manfaatnya untuk masyarakat," bebernya.
Dia lebih memilih untuk mencari solusi atas penyelesaian persoalan ini. "Harus dicarikan jalan keluar mereka. Karena dari laporan bupati, ada sekitar 2,5 juta ton produksi kelapa sawit," ungkapnya.
Terlebih, jika persoalan perizinan sudah beres, akan ada pembagian bagi hasil pajak kelapa sawit dari perusahaan. Jadi akan diagendakan kembali pertemuan dengan pihak perusahaan sawit di Berau ini. Karena itu juga, Waris menilai semakin banyak pabrik CPO tentu semakin banyak petani yang dimakmurkan, dan daerah pun ikut makmur khususnya dari sisi PAD.
"Jadi secara rasional saja, saya anggap investasi ini penting jadi tolong bu kadis dikawal, sampai persoalan ini betul-betul tuntas, sehingga masyarakat dapat manfaat positifnya," jelasnya.
Terutama daerah juga dapat PAD-nya di APBD Perubahan nanti. Bagi hasil pajak sawit ini katanya sudah ada di Kemenkeu. Bahkan sudah ada bocoran nilai-nilainya, tapi BPKAD tidak berani memasukan bagi hasil pajak tersebut.
"Terus kita mau nolak investasi ini? Karena cara cepat untuk mendapatkan uang itu adalah dengan investasi. Jadi kami dukung investasi di Berau," tegasnya.
Investasi ini juga sejatinya tengah menjadi isu nasional. Banyak investor pindah ke Thailand akibat birokrasi yang berbelit-belit dan banyak masalah. Makanya dibuat oleh kementerian tentang aturan investasi yang dimudahkan.
Apalagi menurutnya, kebutuhan masyarakat terhadap pabrik cukup besar. Karena itu, dia dari Partai Demokrat pun mendukung pernyataan bupati yang menyebut petani sawit memang harus diperhatikan.
Di samping itu, investasi memang harus memenuhi prosedur-prosedur yang berlaku. Tapi pada prinsipnya hal ini memang kewenangannya eksekutif, dalam hal ini legislatif sifatnya jelas mengawasi.
Diberitakan sebelumnya, wacana pembentukan pansus itu diutarakan Wakil Ketua Komisi II DPRD Berau Wendy Lie Jaya.
Itu dilontarkannya, karena Dinas Perkebunan Berau disebutnya masih belum menyerahkan data sesuai yang diminta Komisi II. Padahal sebelumnya saat diwawancara Berau Post, Kepala Dinas Perkebunan Lita Handini, mengaku telah menyerahkannya.
“Kadisbun ini mangkir, jelas ini menjadi preseden buruk buat yang bersangkutan. Dalam hal mangkirnya, karena surat DPRD yang tidak dibalas. Karena kami juga memiliki kewenangan, untuk dapat merekomendasikan apapun itu sampai ke kementerian,” ujar Wendy beberapa waktu lalu.
Lanjut dijelaskannya, jika berbicara tentang proses penerbitan Izin Usaha Perkebunan (IUP) Pengolahan, bupati itu disebutnya hanya dititipkan kewenangan sesuai amanah Permentan, yang dapat dikoreksi dan dapat dicabut oleh Menteri Pertanian apabila syarat-syarat untuk memperoleh IUP tidak benar.
“Dasar dugaan itu karena sampai sekarang surat kami yang kedua kepada Kadisbun belum dibalas atas data-data yang kami minta. Padahal data-data yang kami minta itu adalah amanah dari Permentan, berkaitan dengan penerbitan rekomendasi izin usaha perkebunan pengolahan pabrik tanpa kebun,” bebernya.
Katanya, balasan yang dimaksud Kadisbun ialah surat pertama dari Komisi II. Data yang diserahkan itu lah yang kembali dipertanyakan pihaknya karena sesuai amanah Permentan, itu belum boleh dan belum layak. “Satu contohnya, bukti kepemilikan lahan yang disewa belum pernah ditunjukkan oleh Kadisbun. Karena itu, bila diperlukan kami tidak menutup kemungkinan akan membentuk Pansus,” ungkapnya. (mar/sam)