TANJUNG REDEB - Aktivitas pencarian ikan dengan cara dibom masih terjadi di Berau. Terbaru, aksi itu diketahui kelompok Maratua Peduli Penyu (Malipe) terjadi pada Jumat (17/3), di perairan dekat Pulau Belambangan, Kecamatan Maratua.
Hal itu kata salah satu Ranger Malipe, Diwan, diketahui saat dia bersama dua rekannya tengah berjaga di Pulau Belambangan, yang menjadi tempat favorit penyu untuk bertelur.
Diceritakannya, pada hari itu pukul 06.30 Wita, pihaknya kedatangan tiga nelayan asal Maratua. Namun saat itu mereka belum menaruh curiga dengan ketiganya, bahkan Diwan dan rekannya menyajikan makanan untuk tiga nelayan tersebut.
"Saat itu salah satu dari nelayan itu bertanya, berapa orang yang berjaga di sini (Pulau Belambangan, red) kami jawab bertiga," katanya kepada Berau Post, belum lama ini.
Tak lama setelah ketiga nelayan tersebut pergi dan berada sekitar 100 meter dari bibir pantai, dirinya beserta rekan-rekannya mendengarkan suara ledakan yang cukup kuat. Saking kerasnya ledakan itu, membuat Pulau Belambangan pun bergetar.
Setelah selesai mengumpulkan ikan, nelayan tersebut sempat kembali ke Pulau Belambangan, menawarkan sejumlah ikan yang didapatkannya dan meminta para Diwan dan rekannya tidak melaporkan kejadian tersebut. Namun hal itu ditolak mentah-mentah oleh ranger Malipe.
"Saya bilang kalau mereka tidak menghargai kami di Pulau Balembangan. Mereka malah memberikan ikan supaya kami tidak buka mulut. Saya merasa ini adalah penghinaan, apalagi mereka sebelumnya sudah kami sambut. Kemudian, mereka langsung pergi," jelasnya.
Pada saat kejadian itu, Diwan mengaku sempat merekam sebuah video yang juga sudah dia unggah ke media sosial milik Malipe. Kejadian itu pun langsung menjadi perbincangan bagi masyarakat Maratua. Namun, buntut dari kejadian itu menyebabkan adanya tekanan sosial terhadap para ranger.
Hal itu pun tidak ditampik Ketua Malipe, Muhammad Ardian. Bahkan katanya, dua ranger Malipe saat ini dirundung ketakutan, dan memilih berhenti bahkan meninggalkan pulau tersebut pada Rabu (22/3).
Ardian menduga ada upaya intimidasi dari oknum pelaku, yang membuat dua ranger tersebut ketakutan. Ketika dirinya hendak menanyakan perkara tersebut, sayang keduanya belum mau banyak berbicara.
"Kami sangat kecewa dengan kejadian ini, karena anggota kami sampai ketakutan. Mereka mengaku takut keluarganya terancam, sehingga mereka memutuskan untuk pulang ke Maratua dan tidak lagi tinggal di pulau," katanya.
Padahal sebut Ardian, dua ranger itu sudah banyak berdedikasi untuk menjaga keberlangsungan ekosistem di sekitar Pulau Balembangan, menggelar patroli untuk mencegah terjadinya aktivitas pencurian telur penyu.
"Sebelum ada kejadian ini, dua ranger itu sangat betah di sini. Bahkan salah satu dari mereka ada yang memutuskan untuk tinggal di sini dan membawa ayam peliharaannya agar diternak di pulau ini," katanya.
Dirinya pun sangat menyayangkan adanya dampak sosial bagi mereka. Pasalnya, sudah jelas area pos pengawasan Pulau Balembangan merupakan wilayah peneluran penyu yang harus bebas dari praktik illegal fishing. Terlebih pelaku pengeboman itu rupanya berasal dari wilayah lokal Maratua.
"Setiap ada nelayan yang singgah, kami selalu melayani dan menyambut mereka. Kadang nelayan yang mampir untuk meminta air atau makanan, kami selalu membantu dan melayani dengan baik. Tetapi, kenapa harus seperti ini balasannya?" ucapnya.
Ironis lagi beber Ardian, aktivitas pengeboman ikan di Pulau Balembangan bukan hanya sekali terjadi. Pada Mei 2022, praktek ilegal fishing itu juga pernah terjadi bahkan berdampak pada kondisi penyu hingga saat ini, akibat hal itu diduga banyak penyu yang cacat alias buntung.
Untuk diketahui, berdasarkan data dari pihak Malipe, sebanyak 1.702 ekor penyu bertelur di Pulau Balembangan pada tahun 2022. Selanjutnya, jumlah telur yang menetas menjadi tukik mencapai 146.069 ekor. Jumlah itu pun membawa Pulau Balembangan menjadi salah satu lokasi tertinggi sebagai tempat bertelurnya penyu di Kepulauan Derawan, selain Pulau Sangalaki, Pulau Bilang-Bilangan, dan Pulau Mataha.
Bagi Ardian, Pulau Balembangan sudah menjadi rumah. Bahkan, tepat di bibir pantai 100 meter, dirinya telah menanam terumbu karang sebanyak 100 cetakan. "Saya sudah lihat langsung dengan menyelam namun karena tidak ada Go Pro jadinya minim perlengkapan," katanya.
Pengeboman itu ditegaskannya merusak cetakan-cetakan terumbu karang yang dibuat menjadi kerikil. Bahkan, di kedalaman 10 meter ada lobang seluas 5 meter persegi. "Tentu, saya sangat marah," tegasnya.
Apalagi dirinya menyebut sudah mendapat amanah dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau, berdasarkan Surat Persetujuan Bupati Berau pada 6 Januari 2022 untuk mengelola Pulau Balembangan beserta ekosistemnya dari penjarahan telur penyu dan kegiatan destructif fishing.
"Kami harus menjaga amanah dan kepercayaan dari pemerintah daerah. Sehingga, ketika ada tindakan kriminal seperti pengeboman ikan, pencurian telur penyu, dan sejenisnya akan kami laporkan kepada Pemkab Berau maupun aparat penegak hukum," tuturnya.
Tentunya, adanya pengeboman ikan di Pulau Balembangan bukan hanya berpengaruh pada aktivitas penyu saja. Menurut Ardian, hal itu juga erat kaitannya dengan destinasi wisata di sekitar Maratua. Dampaknya para wisatawan juga bisa berkurang lantaran dihantui oleh rasa takut dengan maraknya illegal fishing.
Hal ini tentu membuat Ardian geram dan langsung bergerak cepat ketika ada pengeboman ikan yang kedua kalinya. Hal ini pun telah dia laporkan ke Polsek Maratua. "Waktu saya mendapat informasi dari para ranger, saya langsung mencari kapolsek yang saat itu berada di warung. Mungkin pukul 09.23 WITA pada hari Jumat (17/3)," ungkapnya.
"Memang saat itu saya berada di Maratua setelah mengantar logistik pulau dan akan kembali ke Tanjung Redeb," sambungnya.
Setelah melapor dan memberikan bukti berupa video rekaman dari para ranger, Ardian mengaku pihak aparat sempat mengajak dirinya untuk ke Tempat Kejadian Perkata (TKP). Hanya saja, hari itu kondisi gelombang tidak mendukung.
Hingga saat ini, pihak kepolisian belum melakukan monitoring untuk mengecek langsung lokasi bekas pengeboman. Padahal, terkait hal itu, Ardian mengaku sudah mengajak pihak aparat pada 20 Maret lalu.
"Tidak ada yang ikut bersama kami saat pergi ke lokasi hari itu, karena mereka mengaku sedang ada kegiatan. Kami pun hanya membawa perwakilan dari media saja," katanya.
Kendati demikian, Polsek Maratua telah membuat laporan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) bersama pihak Malipe terkait adanya pengeboman ikan di Pulau Balembangan, tepatnya pada Rabu (22/3).
Pada kesempatan itu, Kanit Reskrim Polsek Maratua Aiptu Doni Witono, mengaku kalau pihaknya memastikan akan memberi perlindungan kepada para ranger. Termasuk untuk memberikan tindakan hukum kepada pelaku pengeboman sesuai aturan.
"Kami meminta pihak Malipe untuk mendatangkan para ranger ke Polsek Maratua untuk kami gali keterangan dari mereka sebagai saksi. Kami akan menjamin perlindungan bagi mereka," ucap Aiptu Doni Witono. (mar/sam)