Era Digital, Politik Uang Makin Susah Dibuktikan

- Rabu, 3 Mei 2023 | 17:43 WIB

Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 diprediksi menjadi “medan perang” konten. Di samping perubahan tren menggaet pemilih yang 60 persen didominasi kaum milenial.

 

M RIDHUAN, Balikpapan

 

KOMISI Pemilihan Umum (KPU) mendata, komposisi pemilih dalam Pemilu 2024 akan didominasi oleh kelompok usia muda. Di mana, berdasarkan data DP4 (data penduduk potensial pemilih pemilu) dari pemerintah, proporsi pemilih 2024 pada 14 Februari nanti adalah usia 17-39 tahun mencapai 55 - 60 persen.

Pemilu 2024, baik pemilihan legislatif (pileg) maupun pemilihan presiden (pilpres) bakal saling berkelindan. Itu akibat menyatunya informasi. Efek penggunaan media sosial dan digitalisasi yang semakin masif. Terutama di kalangan pemilih muda.

Namun, mereka yang maju ke kontestasi Pemilu 2024 tetap tidak akan meninggalkan cara lama dalam upaya mendulang suara. Maka tren yang akan terjadi cenderung bercampur. Mengombinasikan antara tradisional dan digital.

“Menurut saya, seperti di Pileg 2024 nanti, banyak caleg (calon legislatif) yang masih akan menggunakan cara-cara lama dalam meningkatkan perolehan suara mereka. Namun dengan perkembangan media sosial dan digitalisasi, maka akan mix di sana,” ungkap pengamat politik dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Sonny Sudiar kepada Kaltim Post (induk Berau Post, red), akhir pekan lalu.

Baginya, cara tradisional dengan menggunakan spanduk, mendatangi calon pemilih, mengadakan kegiatan tatap muka akan tetap terjadi. Di sisi lain, memanfaatkan media sosial untuk menjangkau lebih banyak lagi calon pemilih di daerah tersebut. Sehingga baginya, caleg yang bakal lolos di Pileg 2024 adalah mereka yang mampu mengombinasikan kedua cara tersebut.

“Karena perlu dipahami, tidak semua pemilih adalah mereka yang aktif di media sosial. Sehingga cara tradisional masih efektif. Sehingga caleg harus progresif. Mana yang lebih efektif? Tentu yang menggunakan sosial media, karena bisa menjangkau ke tempat-tempat yang secara geografis tidak bisa dijangkau,” ujarnya.

Media sosial, kata Sonny, juga akan lebih efektif digunakan oleh caleg yang konstituennya berada di kota-kota besar. Di Kaltim, kota seperti Balikpapan, Samarinda, dan Bontang yang sangat relevan untuk menjadi magnet menggaet pemilih melalui media sosial. “Makanya para caleg di kota besar sudah harus mulai menggunakan instrumen digital seperti media sosial,” lanjutnya.

Caleg juga akan berpeluang besar lolos pileg adalah mereka yang mampu memetakan faktor pemilih di konstituennya. Sonny mengklasifikasikan faktor seseorang memilih dalam pemilu. Pertama adalah faktor lingkungan. “Karena pemilih tradisional di Indonesia itu sifatnya bandwagon atau pengekor. Dia akan memilih kebanyakan yang dipilih lingkungannya,” katanya.

Kemudian pemilih karena faktor partai politik. Jadi caleg memiliki peluang besar jika di daerahnya merupakan basis partai tertentu. “Seperti Kubar misalnya. Di sana kita tahu merupakan basis suara PDI Perjuangan. Jadi siapa pun caleg-nya, kalau dia diusung PDI Perjuangan, kemungkinan besar melenggang menjadi anggota dewan cukup besar,” imbuhnya.

Faktor selanjutnya adalah kedekatan. Artinya sosok wakil rakyat atau pemimpin nanti yang dipilih memiliki kedekatan dengan masyarakat, baik itu karena kekeluargaan maupun kedekatan primordial.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Camat Samboja Barat Tepis Isu Dugaan Pungli PTSL

Kamis, 25 April 2024 | 18:44 WIB

Sembilan Ribu Anak di PPU Diberi Seragam Gratis

Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB

Pemkot Balikpapan Didesak Fasilitasi Pom Mini

Kamis, 25 April 2024 | 10:00 WIB

HIMASJA Soroti Dugaan Pungli PTSL di Samboja

Rabu, 24 April 2024 | 09:37 WIB
X