TANJUNG REDEB - PPK pembangunan bronjong di Kelurahan Bedungun dari DPUPR Berau, Dessy Rosalia, tegaskan proyek yang dinilai gagal dan mendapat sorotan Komisi III DPRD memang belum selesai. Pembangunannya akan dilanjutkan tahun ini.
Proyek tersebut disebutnya, dikerjakan CV Linta Bumi dengan nilai anggaran sebesar Rp 7 miliar, dengan bentang panjang sekitar 300 meter dan pengerjaan fisik sudah dimulai sejak September 2022.
“Tapi sekarang kontraktor sudah diberikan penalti dan didenda sesuai aturan. Adapun dendanya diserahkan ke inspektorat. Mengenai perhitungannya, maka itu kami menahan 10 persen dari total anggaran sebagai bentuk jaminannya,” ujar Dessy.
Dijelaskannya, akibat adanya keterlambatan proses pengerjaan dikarenakan materialnya yang sulit didapatkan. Terlebih materialnya semua harus sesuai dengan standar dari kementerian.
“Seperti contoh, kawatnya harus sesuai spesifikasi, belum lagi material seperti batu yang digunakan juga sulit didapatkan karena selalu menjadi rebutan,” ungkapnya.
Dengan material batu yang tidak cukup, akhirnya terkendala pada proses pekerjaan. Belum lagi harganya juga disebutnya yang cukup mahal, makanya proyeknya mengalami kendala. Meski mengalami keterlambatan, Dessy menyebut bahwa pembangunan bronjong itu bukan merupakan paket yang gagal.
“Karena proyek itu akan tetap diselesaikan. Termasuk membangun jogging track yang belum ada,” tegasnya.
Diterangkannya, anggaran yang digunakan untuk melanjutkan proyek itu nantinya dengan menggunakan dana jaminan 10 persen tersebut. Bahkan pihaknya juga sudah menghitung dala perencanaan, sehingga diyakininya sudah cukup untuk melanjutkan proyek tersebut.
“Tapi itu juga akan dibenahi semua. Kami juga sudah bersurat ke kontraktor, bahwa itu akan dilaksanakan sebelum paket DBH-DR baru yang akan muncul lagi,” jelasnya.
Meski pekerjaannya masih akan dilanjutkan, Sekretaris Komisi III DPRD Berau, Abdul Waris, tetap menyarankan agar proyek pembangunan bronjong di Kelurahan Bedungun yang merupakan program Pemkab Berau melalui DPUPR ini dilaporkan ke Inspektorat bahkan Komisi Peberantasan Korupsi (KPK).
Pasalnya DPUPR Berau disebutnya tidak pernah duduk bersama dengan DPRD, terkait proyek yang menggunakan anggaran DBH-DR tahun 2022 itu. “Kenapa harus disampaikan ke dewan? Itu juga karena untuk menentukan mana prioritas dan mana yang tidak. Jadi mestinya harus dibicarakan dengan DPRD,” kata Waris.
“Karena ini tidak pernah dibicarakan, kami pun jadinya tidak tahu proyek-proyek ini ada dan bahkan tidak tuntas. Bahkan itu bisa dilihat di notulen rapat banggar atau rapat komisi, bisa dicek itu tidak ada,” sambungnya.
Menurut Waris, harus ada pemeriksaan dari KPK atau inspektorat daerah mengenai asal usul diadakannya proyek itu, termasuk penganggarannya. Memang kata dia, penggunaan dana DBH-DR bisa membangun bronjong, tapi kegiatan itu bukan menjadi satu-satunya kegiatan yang bisa dilakukan.
Disebutnya, ada 11 item kegiatan yang bisa menggunakan DBH-DR. Salah satunya proyek strategis daerah yang masuk dalam RPJMD Kabupaten Berau. “Seharusnya proyek strategis dibangun, bukan membangun proyek yang tidak begitu bermanfaat bagi masyarakat,” ucapnya.
Kendati itu, persoalan ini memang harus ditindaklanjuti dengan diperiksa KPK dan Inspektorat. Apalagi, bukan satu titik saja yang bermasalah. Ada beberapa titik lagi yang bermasalah.
“Ini proyek 2022 lalu, dan 2023 ini, sisa dana itu masih ada. Saya tidak tahu dana itu mau diapakan selanjutnya,” tutupnya.
Sementara, salah seorang warga Kelurahan Bedungun, Rudi, juga turut menyampaikan kekecewaannya dan merasa tidak puas terhadap pembangunan proyek bronjong itu. Disebutnya, awalnya memang dibangun untuk penanganan banjir, tetapi pada kenyataannya menurut Rudi tidak ada manfaatnya.
“Awalnya untuk menangani banjir di Kedaung, ternyata tidak ada hasilnya dengan dana Rp 7 miliar yang digelontorkan. Jelas tidak puas kami sebagai warga sekitar,” ucap Rudi. (mar/sam)