TANJUNG REDEB – Dalam meningkatkan target populasi ternak sapi untuk di Kabupaten Berau didukung teknologi Inseminasi Buatan (IB). Penerapan teknologi kawin suntik ini menurut Kepala Bidang Peternakan Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Berau, Eko Wahyu.
Menurut Eko, hal tersebut sudah dilakukan dan diterapkan di kecamatan yang ada pelaku peternak sapi. Sebagai bentuk dukungan pemerintah daerah kepada pelaku peternakan di Berau, teknologi ini tidak hanya kepada kelompok tani, tetapi juga perorangan.
Seperti target Pemkab Berau untuk ketahanan dan swasembada daging sapi, Berau melakukan beberapa upaya agar jumlah populasi dan produksi bisa meningkat.
Tentunya, dengan mempertahankan jumlah populasi. Seperti sempat disampaikan bupati, Bahwa Berau harus mampu menyediakan daging sapi minimal untuk memenuhi kebutuhan lokal.
Bupati Sri Juniarsih juga mendorong Organisasi Perangkat Deerah (OPD) terkait mampu mengimplementasikan semua terobosan dan inovasi teknologi peternakan untuk mencapai taget tersebut.
“Kita punya target, sesuai dengan rencana strategis ada namanya peningkatan mutu genetik dalam hal ini sementara konsen pada ternak besar yakni sapi. Program ini mutu genetik sosialisasikan kami sudah terapkan,” ungkapnya.
Penerapan teknologi kawin suntik atau (EB). Itu sudah terintegrasi di semua kecamatan yang ada populasi pemeliharaan sapi. Tetapi minimal sudah semi intensif.
“Karena itu semua harus intensif di-handle. Tidak lagi sekedar sampingan misalnya tidak fokus diurus seperti lepas liarkan,” jelasnya.
Penerapan EB ini sudah dilakukan di beberapa kecamatan yang populasi sapinya banyak seperti di kecamatan Segah, Teluk Bayur, Gunung Tabur, Sambaliung, Talisayan Batu Putih dan Biatan. “Sudah banyak kecamatan yang melakukan hal tersebut,” paparnya.
Berau memang sempat dilanda masalah besar untuk populasi sapi yakni saat Covid-19 dan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
Eko menjelaskan, saat Covid-19 banyak masyarakat yang ekonominya terdampak akibat tidak ada kegiatan atau terhenti. Tidak sedikit juga para peternak sapi yang terdampak. Sehingga menjual sapi untuk kebutuhan mendesak.
“Seperti untuk keperluan sehari-hari dan juga anak sekolah atau keperluan mendesak lainnya,” jelas Eko.
Selain itu dampak PMK juga mempengaruhi populasi. Sebelumnya keran pengiriman sapi ke daerah-daerah sempat ditutup untuk menghindari penyebarannya termasuk di Berau. Sehingga sapi yang ada yang dipotong untuk menutupi kebutuhan daging Berau. “Namun sekarang sudah dibuka, kalau tidak ya habis populasi sapi lokal kita,” sebutnya.
Sejalan dengan program dinas peternakan provinsi dan pusat, Berau juga terus berupaya menjaga stabilitas populasi yang ada. Saat ini jumlah sapi yang ada di Berau per bulan Mei ini sebanyak 12.652 ekor.
Jumlah ini menurun dibandingkan 2019 lalu sebelum Covid melanda. “Tahun 2019 populasi sapi kita mencapai angka 15 ribu lebih, dan menurun saat pandemi, tetapi kami optimis bisa mengembalikan jumlah sebelumnya dan meningkatkannya lagi,” sambungnya
Sebelum Covid menyerang, Dinas pertanian dan peternakan mampu mencapai target reproduksi sapi hingga 100 persen. Berkat teknologi EB dan pendampingan yang dilakukan oleh tenaga teknis lapangan. Jumlah populasi sapi bisa ditingkatkan dengan signifikan. Tentunya dengan memanfaatkan teknologi EB tersebut. Apalagi dengan teknologi peternakan ini, mampu mengefisiensikan anggaran daerah. Dari aspek anggaran penerapan EB untuk reproduksi sapi baru terbilang sangat murah.
Eko mencontohkan untuk biaya satu ekor sapi baru dari perencanaan hingga jadi hanya membutuhkan anggaran sekitar Rp 500 ribu hingga Rp 700 ribu rupiah. Sangat jauh berbeda jika harus mendatangkan atau membeli sapi indukan yang bisa mencapai Rp 10 juta.
Dari semua kecamatan yang memiliki populasi sapi banyak dan ada peternak semi intensif itu, saat ini pihaknya juga memprogramkan peternakan peningkatan reproduksi ternak kecil atau ternak kambing. Tetapi memang belum berjalan sempurna seperti halnya pada sapi. (aky/arp)