Anom Bebulik

- Rabu, 31 Mei 2023 | 20:19 WIB
-
-

BERUNTUNG pernah menjadi muda. Tidak susah menyesuaikan diri, bila bertemu dengan mereka yang masih muda usia. Akan beda kalau belum pernah muda.

Ada kafe di Jalan Mangga III. Pas di pojok jalan. Jarang ada pengunjung yang seusia saya. Sehingga, bila masuk akan terasa sangat terasing. Akan terlihat nyata, perbedaan itu.

Lagi-lagi saya beruntung pernah muda. Tidak sulit melakukan adaptasi. Sayapun berpenampilamn ala anak muda sekarang. Bercelana pendek dan memakai baju kaos. Bertopi warna kuning. Hehe

Belasan wartawan media online. Usia mereka masih di bawah 25 tahun. Mereka mengajak saya bergabung. Duduk di area terbuka, di bawah pohon yang tidak terlalu rindang. Ada beberapa perempuan berjilbab. Semuanya cantik-cantik.

Saya lupa nama media mereka. Tapi sering saya baca dari berita-berita yang mereka terbitkan setiap hari. Di antara anak muda itu, ada pemuda asal Ende, NTT. Baru beberapa bulan hijrah ke Tanjung Redeb.

Ia nampak cerdas. Di kampung asalnya, memang pekerja media. Jadi tak sulit menyesuaikan irama kerjanya. Banyak yang Ia ceritakan. Mulai hal melahirkan tawa, hingga hal-hal serius. Termasuk peristiwa yang sempat mengancam hidupnya. Itu risiko pekerjaan, kata dia. Kalau tak salah namanya Elton.

Rambutnya keriting berjenggot. Matanya yang tajam menatap. Tetapi, ketika berbicang, Ia tidak menatap saya. Ia arahkan pandangannya, ke dalam dimana ada perempuan cantik berjilbab hitam. Menariklah pertemuan kami itu.

Sengaja saya memakai topi, untuk menyesuaikan diri memasuki udara anak muda itu. Agar tidak banyak yang mengenal. Tapi, sepandai apapun menutupi, tetap saja ketahuan, kalau saya itu Daeng Sikra. Mereka tahu ciri-ciri penampilan saya di malam hari.

Kami berbagi pengalaman. Pegalaman saat muda. Saya menyampaikan bagaimana mengejar narasumber yang berbagai karakter itu. Ada narasumber yang sulit sekali dihubungi, tapi bisa mencak-mencak bila ada berita miring tentangnya. Padahal wartawan ingin mengonfirmasi.

Ada juga wartawan yang justru membuat wartawan bingung. Bingung mau tanya apalagi. Narasumbernya mudah ditemui, enak diajak bicara. Sekali bicara, tiga pertanyaan langsung terjawab. Narasumber seperti itu yang kami suka, kata salah seorang wartawan.

Ada juga kata saya, narasumber atau lembaga yang sakit gigi bila diktirik. Sebaliknya, kehimungan bila diambung. Padahal wartawan, tugasnya bukan hanya mengambung tapi juga mengkritik seperti tugas dalam melakukan kontrol. Kritik yang kita berikan itu kan mengingatkan saja, kata Elton.

Ada tiga meja yang semuanya anak-anak muda. Ada yang baru datang, setelah memesan minuman, kemudian asyik bermain HP. Tak lagi berbincang-bincang. Itu pemadangan yang tak asing lagi, hampir di semua kafe ataupun di tempat terbuka.

Berbincang dengan anak-anak muda, rasanya seperti anom bebulik. Lumayan tiga jam berbagi pengalaman. Pesan penting saya pada mereka. Tetaplah bekerja dengan penuh semangat. Tetaplah menjunjung tinggi  kode etik jusnalistik. Tetaplah bersikap santun. Dan, tetaplah kritis.

Seusia mereka, masih sangat terbatas fasilitas teknologi canggih. Saya harus berlari-lari ke Bandara Kalimarau, menitipkan berita dan negatif foto. Setiap hari, harus ke kantor Telkom di Jalan Durian, untuk mengirim berita lewat faksimile. Setiap hari, saya harus berhadapan dengan mesin tik jadul merek brother yang huruf ‘A’ nya rusak. Semua dijalani dengan senang hati.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Safari Ramadan Kukar, Serahkan Manfaat JKM

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:29 WIB
X