TANJUNG REDEB - Untuk mempermudah akses dan permukiman warga yang belum dibebaskan, seluas 115 ribu hektare lahan Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) di Kabupaten Berau akan diubah menjadi Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK).
Bupati Berau Sri Juniarsih, turut berupaya dalam percepatan realisasi yang diupayakan tahun ini sekitar Juli hingga Agustus mendatang.
Terkait hal ini juga, bupati didampingi Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Berau, Syahnurdin, menerima kunjungan tim terpadu Pemprov Kalimantan Timur terkait revisi rencana tata ruang dan wilayah provinsi (RTRWP) Kalimantan Timur, belum lama ini.
Progresnya pun terus menunjukkan kemajuan, saat ini saja proses peninjauan lapangan sedang berlangsung. Dimana, tim terpadu bakal melakukan identifikasi mengenai status hutan di Berau seluas 115 ribu hektare. Dari luasan hutan itu, tim akan menyaring wilayah mana saja yang dapat dialihkan statusnya.
“Dari laporan yang kami terima, tim terpadu bakal menyelesaikan identifikasi pada Juli mendatang. Selanjutnya pada September, hasil penelusuran diperkirakan akan diketahui hasilnya,” ujar Juniarsih.
Tak dimungkirinya, meman lahan berstatus KBK di Kabupaten Berau masih banyak dan perlu segera diubah menjadi KBNK, sehingga bisa dioptimalkan fungsinya untuk kesejahteraan masyarakat.
Diutamakan pemanfaatannya untuk pembangunan jalan dan pemukiman warga. Menurutnya, pengalihan status itu penting untuk pembangunan fasilitas dasar menuju kampung di hulu Berau. Terutama di Kecamatan Kelay dan Segah, serta sejumlah wilayah lainnya.
“Pasalnya, jika wilayah itu tetap berstatus KBK, Pemkab Berau terhalang aturan untuk melakukan pembangunan jalan. Pemkab Berau juga tidak punya kewenangan membangun fasilitas yang bersumber dari dana APBD di wilayah KBK,” jelasnya.
Dicontohkannya jalan menuju Kampung Merasa, Kelay, yang masih berstatus KBK. Akibatnya Pemkab Berau tidak dapat meningkatkan jalan di sana. Sehingga, pengaspalan jalan terpotong di tengah-tengah menuju Kampung Merasa.
Jalan yang tidak ditingkatkan pun menjadi becek usai diguyur hujan, dan membahayakan pengguna jalan ketika melintas. Dilematis memang, jalan-jalan yang masih berstatus KBK tidak bisa diaspal karena terkendala status lahan tadi.
“Dengan kedatangan tim terpadu ini, semoga kita bisa segera memaksimalkan lahan-lahan tersebut,” harapnya.
Sementara, Kabid Penataan Ruang DPUPR Berau, Syehnurdin, menambahkan, kedatangan tim terpadu Pemprov Kaltim tersebut untuk memverifikasi usulan yang telah diajukan pihaknya.
Disebutnya, kerja tim terpadu ini juga selaras dengan progres Pemprov Kaltim dalam merevisi Peraturan Daerah soal RTRW. “Sebab, dalam perda tersebut disebutkan pula status kawasan hutan yang tersebar di seluruh Kaltim,” kata Syehnurdin.
Pengalihan status hutan di Kaltim itu, berangkat dari usulan setiap pemerintah daerah kabupaten/kota di Kaltim. Menurut laporannya, tim terpadu bakal menelusuri hutan KBK seluas 700 ribu hektare.
Diprioritaskan jalanan, seperti potensi peningkatan jalan di Kampung Merasa, selain itu juga di Siduung dan Batu Rajang. Termasuk masyarakat di Komunitas Adat Terpencil (KAT) yang pemukimannya berstatus KBK akan mendapatkan sertifikat tanah guna pemukiman warga.
“Tim terpadu telah bergerak sejak pekan lalu untuk meninjau jalan-jalan yang berstatus KBK tersebut,” ungkapnya.
“Setelah peninjauan selesai, akan dinilai oleh tim terpadu apakah usulan dari Berau telah memenuhi syarat untuk diubah menjadi KBNK. Realisasinya akan diupayakan sekitar Juli hingga Agustus mendatang,” sambungnya.
Memang dalam hal ini pihaknya sendiri tidak bisa memutuskan terkait lahan masyarakat yang digunakan untuk pertanian misalnya, karena sangat luas. Ada mekanisme tersendiri yang diatur oleh Kementerian Kehutanan. Sehingga diakuinya, jangan sampai membuka lahan dan digunakan dulu baru diurus status lahannya. Jadi tetap tidak bisa membuka lahan sembarangan.
“Ada motivasi ekonomi, yang dibutuhkan sebenarnya oleh masyarakat, serta peningkatan investasi dan sebagainya,” ucapnya. (mar/sam)