MASIH ingat Kontes Dangdut Indonesia (KDI)? Program salah satu stasiun televisi beberapa tahun silam. Heboh karena Fika salah satu finalisnya asal Berau. Yang akhirnya sebagai juara.
Tiba-tiba, nama Kabupaten Berau menasional. Terutama warga dan pencinta dangdut seantero kabupaten, menjadikan perbincangan. Menunggu di setiap tayangan. Menunggu penampilan Fika yang nama lengkapnya kini Fika Agus Tantomo.
Saya termasuk yang sibuk-sibuk, menyediakan lokasi nonton bareng di Lapangan Pemuda. Membagi-bagikan voucher, agar bisa mengirimkan SMS. Banyaknya SMS jadi salah satu bentuk penilaian, selain memang kualitas suara sang penyanyi.
Saya juga hadir dipenampilan akhirnya di lokasi kegiatan di Jakarta. Bukan hanya saya, banyak warga yang khusus datang ke Jakarta memberikan semangat dan mengirimkan SMS. Hasilnya dinyatakan sebagai juara. Dan, melekatlah nama Fika KDI saat itu.
Mengapa bisa juara? Salah satu penyumbang terbesarnya, karena seluruh warga Berau termasuk fanatisme daerah di luar Berau, memberikan dukungan penuh. Mendoakan dan mengirimkan SMS.
Cerita lawas itu, hanyalah sebuah ilustrasi. Fanatisme seperti itu pula yang diharapkan pada setiap pemilihan apapun. Apalagi kelak pemilihan anggota legislatif (Pileg). KDI dan Pileg, sama-sama sebuah kontestasi. Sama-sama memerlukan banyak dukungan.
Pemilihan legislatif DPRD kabupaten misalnya. Kita tentu paham, setiap menjelang kontes politik itu, akan muncul wajah-wajah baru. Wajah yang baru berkecimpung dalam organisasi partai politik.
Dan bertebaranlah gambar wajahnya dimana-mana. Dalam bentuk kalender, stiker, gantungan kunci, dan baliho dengan berbagai ukuran. Tujuannya, agar diketahui warga sekaligus berharap dukungannya. Begitupun, bagi kandidat DPRD Provinsi, DPR-RI maupun DPD.
Hari Rabu (31/5), saya melintas di salah satu ruas jalan. Di tempat strategis itu, bertebaran baliho. Tertarik dengan baliho besar yang menampilkan wajah pemimpin daerah dengan para calon anggota DPR-RI.
Saya senyum-senyum saja. Mengapa baliho itu menampilkan wajah yang tidak dikenali oleh warga. Memang tidak dikenali, karena bukan warga Berau yang ada di baliho itu. Apa yakin, kalau berhasil kelak, perhatiannya bisa Ia curahkan ke Berau. Atau, bahkan sebaliknya hanya ke daerahnya sendiri.
Pengalaman panjang menunjukkan, anggota DPR-RI yang notabene katanya mewakili Kalimantan Timur, justru domisilinya bukan warga Kalimantan Timur. Ada yang domisili di Jawa barat dan ada yang domisili Jakarta. Kenapa mereka yang terpilih. Bukan yang dari daerah sendiri?
Pengalaman bertahun-tahun itu dan belajar dari Kontes Dangdut Indonesia (KDI), saatnya pola memilih sudah harus berubah. Suara itu sangat berarti. Maka, kita memilih yang dikenal dan sama-sama satu daerah.
Jelasnya begini. Kalau ada yang tercatat sebagai caleg DPRD Provinsi dan DPR-RI yang notabenenya adalah orang Berau, maka itulah yang menjadi pilihan kita bersama. Tak perlu memilah-milah partai mana yang mengusung.
Yang saya tahu, ada sejumlah nama seperti Pak Makmur,HAPK, Pak Fahmi Rizani, ada Ibu Syarifatul Sadiah untuk DPRD Provinsi. Dan, untuk calon legislatif DPR-RI ada nama Pak Agus Tantomo, mantan wakil Bupati yang diusung dari Partai NasDem.
Kalaulah dari sekitar 190 ribu pemilih pada pileg mendatang, memilih nama-nama yang memang orang Berau. Maka, akan menjadi jaminan para kandidat ini akan lolos ke Senayan, Jakarta dan Karang Paci di Samarinda. Sehingga, mulai hari ini kita semua memulai untuk membuat sejarah dalam dunia politik.
Ada pertemuan para purna tugas atau para pensiunan. Bersama kalangan swasta maupun organisasi masyarakat. Berhasil membuat tagline terkait pemilihan legislatif nanti. Apa taglinenya? Orang Berau memilih orang Berau. Ini yang akan digaungkan nanti. @cds_daengsikra (*/sam)